GELORA.CO - Menguatnya dukungan terhadap Prabowo Subianto dalam ajang pencapresan memberikan coattail effect yang signifikan bagi Gerindra. Temuan survei Y-Publica menunjukkan, elektabilitas Gerindra terus bergerak naik mencapai 16,7 persen.
Meskipun masih berada pada urutan kedua, Gerindra terus mempersempit jarak terhadap PDI Perjuangan (PDIP) yang tetap unggul dengan elektabilitas 17,1 persen. Hanya saja, tren kenaikan elektabilitas Gerindra berpeluang menggagalkan tekad PDIP untuk mencetak hattrick pada Pemilu 2024.
"Gerindra memanen coattail effect dari tingginya elektabilitas Prabowo, hingga mengancam upaya PDIP mencetak hattrick," kata Direktur Eksekutif Y-Publica, Rudi Hartono, dalam press release di Jakarta, pada Selasa (22/8).
Menurut Rudi, kenaikan elektabilitas Prabowo tidak lepas dari endorsement Presiden Jokowi yang condong mengarah pada sosok Menteri Pertahanan tersebut. "Jokowi menginginkan presiden berikutnya dapat menjamin keberlanjutan program, seperti pemindahan ibu kota," lanjut Rudi.
Bagi Jokowi, masa depan Indonesia bakal ditentukan oleh hasil Pemilu 2024. Apakah kepemimpinan nasional yang terbentuk bakal melanjutkan program yang telah diletakkan fondasinya oleh Jokowi menuju negara maju, ataukah tetap stagnan menjadi negara berkembang.
"Karena itu, figur antitesis seperti Anies Baswedan dipandang sebagai ancaman serius sehingga dipandang perlu bagi Jokowi untuk cawe-cawe mendukung capres yang tidak hanya bisa melanjutkan program, tetapi juga menjadi alternatif bagi pemilih secara luas," ujar Rudi menjelaskan.
Pada perkembangan selama beberapa bulan terakhir, elektabilitas Ganjar cenderung stagnan. PDIP pun hanya bisa merangkul PPP sebagai mitra koalisi, itu pun dengan catatan. "PPP berencana mengevaluasi dukungan jika Sandiaga Uno tidak dipilih sebagai cawapres Ganjar," ujar Rudi.
Sebaliknya dengan Prabowo, tidak hanya menunjukkan komitmen kuat terhadap Jokowi, tetapi juga berhasil meraih dukungan yang lebih luas dari partai-partai di parlemen. Selain Gerindra, kini Prabowo didukung oleh Golkar (8,9 persen), PKB (6,8 persen), dan PAN (2,2 persen).
Sejumlah partai non-parlemen diperkirakan bakal turut memperkuat koalisi pengusung Prabowo, seperti PSI (6,0 persen), Gelora (0,8 persen), dan PBB (0,7 persen). Ganjar hanya didukung oleh PPP (2,8 persen), Perindo (1,8 persen), dan Hanura (0,3 persen).
Sementara itu, Anies hanya didukung oleh Demokrat (8,6 persen), PKS (4,1 persen), dan NasDem (2,6 persen). Elektabilitas ketiga partai cenderung turun sejak awal 2020, sejalan pula dengan merosotnya dukungan terhadap Anies.
"Strategi cawe-cawe Jokowi dengan mendukung dan membesarkan Prabowo tampaknya berhasil menggerus basis pemilih Anies sehingga terjadi migrasi dukungan dari Anies yang sebagian besar mengarah ke Prabowo," tandas Rudi.
Di sisi lain, kenaikan elektabilitas Prabowo yang berimbas pada melejitnya Gerindra berpotensi membuat PDIP terjungkal dari posisi unggul. "Pada titik ini PDIP bakal menyadari kepentingannya terancam, apakah akan terus bertentangan dengan Prabowo ataukah berkompromi," pungkas Rudi.
Masih tersisa waktu dua bulan menuju pendaftaran capres-cawapres di KPU, publik bakal disajikan dinamika yang makin ketat. Partai-partai lain yang belum tampak arah dukungannya adalah PKN (0,1 persen), Garuda dan Buruh nihil dukungan, serta sisanya tidak tahu/tidak jawab 20,0 persen.
Survei Y-Publica dilakukan pada 7-15 Agustus 2023 kepada 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Data diambil melalui wawancara tatap muka terhadap responden yang dipilih secara multistage random sampling. Margin of error sekitar 2,89 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Sumber: wartaekonomi