GELORA.CO - Pasca hilangnya premium awal tahun 2023 lalu, Pertamina segera akan menghapus pertalite. Jadi, bahan bakar minyak (BBM) kendaraan jenis gasoline di Indonesia, tinggal Pertamax saja lagi.
Kabar ini pasti dan sudah diumumkan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, tentang perubahan spesifikasi BBM RON 90 atau yang lebih familiar dengan sebutan Pertalite.
Sebelumnya, pemerintah tak lagi menjual premium di pasaran terhitung 1 Januari 2023. Hal tersebut ditentukan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 245.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU dan atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
Alibi pemerintah menghapus BBM premium karena RON BBM premium hanya 88, sedang jenis RON di bawah 90 dianggap tak layak atau kotor. Sehingga, BBM yang dijual ke pasaran hanya dengan bilangan oktan 90 ke atas.
Alibi terbaru adalah mendukung program ‘lagit biru’ maka Pertalite yang sudah memiliki oktan 90, akan dihapus juga.
Pertalite akan dinaikan menjadi RON 92. Namanya berubah menjadi Pertamax Green 92. Transformasi ini dilakukan Pertamina dengan cara sederhana yaitu mencampurkan Pertalite dengan etanol. Langkah yang sama dengan penerapan kenaikan Pertamax Green 95 yang merupakan campuran antara BBM Pertamax RON 92 dengan etanol.
‘’Mohon dukungan semua pihak, tahun 2024, pertamina akan meluncurkan Pertamax Green 92. BBM jenis Pertalite yang dicampur sedemikian rupa dengan etanol sehingga mencapai oktan 92,” kata Nicke Widyawati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR beberapa waktu lalu.
Dengan hapusnya pertalite, otomatis Pertamina hanya akan menjual BBM jenis gasoline, dalam satu nama saja yakni Pertamax Green. Namun dibedakan dengan dengan tingkat oktannya. Jadi akan ada Pertamax Green 92, Pertamax Green 95 dan Pertamax Turbo (oktan 98).
Pertamax Green 92 diharapkan dapat beredar di tengah masyarakat sebanyak 32,68 juta kiloliter (KL) tahun depan. Dengan asumsi bauran 7 persen, etanol yang dibutuhkan saat itu diperkirakan mencapai 2,29 juta KL. Produksi Pertamax Green 95 diperkirakan dapat mencapai 62.231 KL dengan serapan etanol sebesar 4.978 KL.
Seperti diketahui perubahan sudah berlangsung sejak tahun 2015. Tahun 2015, ada aturan wajib pencampuran etanol dalam BBM dengan presentase sebesar 2% (E2%). Setahun kemudian, tahun 2016, presentase ini ditingkatkan menjadi 5% (E5) dan akan terus meningkat menjadi 20% (E20) pada tahun 2025.
Menurut Nicke, harapannya investasi di sektor bioenergi akan meningkat dengan cara push dari sisi demand. ‘’Apalagi pemerintah telah mengeluarkan Perpres di mana kemudian mengalokasikan 700.000 hektare untuk swasembada gula dan etanol, kami harap dari situ ada tambahan 1,2 juta kiloliter untuk suplai ke gasoline,” katanya.
Penjelasan Dirut Pertamina ini untuk mendorong produksi bioethanol dalam negeri. Karena menurut Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, beberapa waktu lalu, produksi bioetanol fuel grade di Indonesia, berada di kisaran 40.000 KL per tahun.
Padahal kapasitas produksi bioetanol di beberapa pabrik utama dapat mencapai 100.000 killoliter (kl) setiap tahunnya, yaitu PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Mojokerto, PTPN XI , PT Malindo Raya dan PT Etanol Ceria Abadi.**
Sumber: disway