Pemerintah Dihadapkan pada Kekuatan Rakyat

Pemerintah Dihadapkan pada Kekuatan Rakyat

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI
OPOSISI nonparlemen sedang membangun kekuatan rakyat (people power). Oposisi nonparlemen bersikeras menggalang kekuatan rakyat, karena mekanisme pemakzulan secara yuridis formal amat sangat sulit dilaksanakan, jika dikerjakan berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen satu naskah.

Persoalan yang dipersoalkan oleh oposisi nonparlemen adalah pertama, apakah keluarga presiden diizinkan untuk bertanding dalam pilkada sebagai walikota, bupati, gubernur, dan atau dalam pilpres sebagai cawapres dalam personifikasi politik dinasti. Kedua, apakah keluarga presiden boleh menjalankan perusahaan bisnis.

Ketiga, apakah bisnis keluarga tersebut melanggar UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Keempat, berapa kebutuhan APBN yang musti dialokasikan untuk menurunkan harga BBM, menurunkan tarif listrik, menstabilkan kebutuhan pokok, menaikkan kredit UKM, dan membayar lunas utang. Kelima, bagaimana mencabut ambang batas pemilu 4 persen.

Jawabannya, pertama, berdasarkan Putusan MKRI 33/PUU-XIII/2015 menyatakan Pasal 7 r dari UU 8/2015 telah diputuskan  oleh Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengikat, yaitu calon gubernur, wagub, bupati, cabup, walikota, dan wawali tidak dilarang untuk memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Implikasinya adalah menantu, anak, dan kerabat dekat pemerintah tidak dilarang ikut pilkada, namun larangan menjadi cawapres tidak diatur untuk keluarga petahana.

Kedua, PP 6/1974 tentang pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta. Bupati/Walikota dibatasi dalam berbisnis, namun PP tersebut tidak mengatur tentang Menteri dalam berbisnis. Boleh memiliki saham perusahaan, selama tidak menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan.

Artinya, terdapat celah hukum selama tidak menentukan jalannya perusahaan. Ketiga, untuk membuktikan adanya pelanggaran UU TPPU dan UU Tipikor diperlukan proses pengadilan secara formal terlebih dahulu sebelum menyatakan telah terjadi pelanggaran.

Keempat, berharap agar harga migas, tarif listrik, dan kebutuhan pokok berhasil diturunkan serta stabil, maka lifting minyak mesti dinaikkan 3-4 kali lipat dan lifting gas dinaikkan 0,5 kali lipat. Sulit.

Alternatif metoda yang lain adalah meningkatkan alokasi APBN 2023 untuk keperluan belanja negara tersebut, seperti anggaran perlindungan sosial, ketahanan pangan, subsidi, infrastruktur, dan melunasi utang pemerintah pusat dinaikkan minimal diperlukan total dana sebesar Rp11.420,5 triliun; yang mesti dinaikkan dibandingkan pendapatan negara, jika tanpa menambah pembiayaan anggaran (utang) yang baru untuk tahun 2023.

Implikasinya adalah pendapatan negara mesti dinaikkan 4,64 kali lipat dibandingkan target yang ada. Artinya, sungguh amat tidak mudah untuk mengubah anggaran liberal dengan peran negara minimalis untuk diubah seketika menjadi anggaran berorientasi sosialisme kembali.

Kelima, gugatan ambang batas pemilu kalah berdasarkan Putusan MKRI 6/PUU-XX/2022 dan 20/PUU-XX/2022. 

(Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita