Para Eksil Korban 1965, Dibolehkan Pulang Lagi ke Indonesia dengan Visa dan KITAS Gratis

Para Eksil Korban 1965, Dibolehkan Pulang Lagi ke Indonesia dengan Visa dan KITAS Gratis

Gelora News
facebook twitter whatsapp


Ingat peristiwa 1965, yang menyedihkan! Puluhan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Ceko, Rusia, Belanda saat kudeta 1965 tak boleh pulang oleh penguasa saat itu. Mahasiswa itu kini sudah berusia 80 tahun dan telah menjadi WN Rusia, Ceko dan Belanda. Juga anak-istri-cucu. Menkumham Yasonna Laoly, dan Menko Polhukam Mahfud Md, menemui korban Peristiwa 1965 yang tinggal di Belanda, Minggu (27/8/2023). Mereka terharu kini diberi Visa dan KITAS gratis. Apa dan bagaimana kisah harunya, berikut laporan dari koresponden Jaka Sutrisna dan Erick Kresnadi.
 

=====

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, menemui eksil korban peristiwa 1965 di KBRI Den Haag, dalam konferensi pers secara virtual, Minggu (27/8/2023). Hadir pula Menko Polhukam Mahfud Md.

Eksil adalah warga terasing, atau dipaksa meninggalkan kampung halaman atau rumahnya.

Yasonna dan Mahfud menemui korban Peristiwa 1965 yang tinggal di Belanda. Hal itu dilakukan dalam rangka Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM).


Visa Gratis

Yasonna mengatakan fasilitas visa dan izin tinggal itu diberikan secara gratis. Yasonna menyebut semua biaya visa dan izin tinggal ditanggung negara.

"Saya sebagai menteri, kalau Bapak, Ibu ingin kembali ke Indonesia apakah sementara apakah mau beberapa waktu, apakah 5, 6 tahun, kami akan memberikan fasilitas keimigrasian kepada Bapak Ibu dengan PNBP 0 artinya tidak perlu bayar, biar negara yang tanggung itu," kata Yasonna.

Yasonna mengatakan fasilitas itu berupa multiple entry. Para eksil korban peristiwa 1965, kata Yasonna, bisa datang berkali-kali ke Indonesia dengan multiple entry itu.

KITAS Eksil Korban 1965

"Bapak dapat masuk melalui multiple entry, kita beri waktu bisa 1 tahun, 5 tahun, multiple entry bisa datang berkali-kali setiap datang kita kasih 60 hari diperpanjang datang lagi berkali-kali bisa," kata Yasonna.

Selain itu, kata Yasonna, pemerintah juga bisa mengeluarkan izin tinggal sementara atau KITAS kepada para eksil korban 1965. Dia menyebut KITAS akan diberikan secara gratis.

Tinggal 5 Tahun

"Bisa ditingkatkan menjadi izin sementara, KITAS, nanti kalau sudah berwaktu waktu di sana, mohonkan KITAS bisa kita berikan PNBP 0, gratis, saya sudah menyurati Menteri Keuangan dan ini sudah bisa kita lakukan," kata Yasonna.

Yasonna dan Mahfud memberikan secara simbolik izin tinggal 5 tahun kepada para eksil korban 1965. Pemberian simbolik itu diserahkan kepada perwakilan eksil, Sri Tunruang atau Ning.

"Saya nanti secara simbolik akan memberikan izin tinggal 5 tahun multiple kepada ibu Sri Tunruang karena beliau bermohon. Kita berikan semua bukan hanya Ibu Sri atau Ning, kalau nanti ada yang mau silakan mohon ke kami, kami akan berikan treatment khusus kepada bapak ibu semua," kata Yasonna.

"Pemerintah hanya mau menyampaikan mari kita perbaiki, mari kita sembuhkan luka yang lama, yang bisa kami lakukan hanya memberikan kemudahan fasilitas keimigrasian. Sekarang dengan kebijakan Bapak Presiden kami diperintahkan dan di bawah koordinasi Pak Menko bagi korban-korban yang lain di Indonesia korban ada treatment-treatment khusus baik bantuan ekonomi, jadi pendekatannya menyembuhkan luka," imbuhnya.

Tawarkan jadi WNI lagi

Presiden Joko Widodo pernah menawarkan kepada dua korban peristiwa 1965-1966 untuk menjadi warga negara Indonesia (WNI). Kedua mantan WNI tersebut saat ini telah menjadi warga Rusia dan Ceko pasca-peristiwa 1965-1966.

Dua korban peristiwa 1965-1966 itu adalah Jaroni Soejomartono (80) dari Ceko dan Sudaryanto Yanto Priyono (81) dari Rusia. Keduanya tadinya merupakan mahasiswa asal RI yang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ekonomi di Ceko dan Institute Koperasi Moskow di Rusia.

Soejomartono dan Sudaryanto mulanya menceritakan awal mula dirinya bisa hidup dalam pengasingan dan tidak bisa kembali Indonesia.

Dicabut Paspornya

Soejomartono mengaku dicabut paspor dan kewarganegaraannya usai menolak mengakui bahwa kudeta di Indonesia didalangi oleh Presiden ke-1 RI Sukarno.

"Buat saya pribadi itu sangat tidak masuk akal sebab Bung Karno waktu itu sudah menjadi presiden dengan dukungan yang kuat," kata Soejomartono.

Alhasil, sejak itu, Soejomartono yang saat itu berumur 22 tahun dan 16 mahasiswa RI lainnya pun terpaksa tinggal di Ceko.

"(Kewarganegaraan) Dicabut semua karena tidak mau menandatangani persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru," imbuh dia.

Hal serupa juga disampaikan Sudaryanto. Dia mengaku dicabut paspor dan kewarganegaraannya usai menolak mengutuk Bung Karno. Pemerintah Rusia disebutnya lantas memberikan jaminan untuk tinggal dan bekerja di Moskow.

"Setelah terjadi peristiwa 65 karena saya juga tidak memenuhi syarat screening karena pada saat itu dilakukan karena di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno. Ini yang langsung tidak saya terima dan akhirnya dalam seminggu sesudahnya saya (menerima) surat pemberitahuan bahwa paspor saya sudah dicabut dan saya kehilangan kewarganegaraan," tutur Sudaryanto.

Tawaran Presiden Jokowi

Jokowi lantas menawarkan kepada Soejomartono dan Sudaryanto apakah ingin menjadi WNI lagi. "Pak Daryanto sama Pak Soejo ingin jadi warga negara Indonesia lagi nggak?" tanyanya.

Sudaryanto pun menjawab bahwa hal itu sudah direncanakan. Namun, istri, anak, dan cucunya saat ini tinggal di Rusia.

"Oh punya keluarga. Istri dari Rusia? Wah bawa ke Indonesia kan belum tentu mau kan ya?" tanya Jokowi lagi.

"Belom tentu tapi kalau diyakinkan saya kira bisa," jawab Sudaryanto.

Sebuah Kejutan

Sementara, Soejomartono mengaku belum memiliki rencana untuk kembali menjadi warga Indonesia. Sebab, pemulihan hak untuknya merupakan sebuah kejutan yang sebelumnya tidak pernah dia bayangkan.

"Saya belum punya rencana karena situasi yang semacam ini, ini buat saya kejutan. Saya tidak mengira bahwa bisa terjadi langkah-langkah di dalam saya masih hidup. Terus terang saja ini adalah suatu saat yang bersejarah bukan saja buat saya, saya sih sudah tidak bukan apa lagi-lagi, yang terutama yang buat generasi muda maju ke depan," tutur Soejomartono.

Mendengar jawaban Sudaryanto dan Soejomartono, Jokowi memastikan akan dengan senang hati menerima keduanya untuk kembali menjadi WNI.

"Jika ingin kembali jadi WNI saya gembira dan kita semua saya kira gembira," pungkas Jokowi.

Tak Pernah Khianati

Pemerintah akan menyatakan sejumlah eksil di luar negeri yang menjadi korban peristiwa HAM berat masa lalu tidak pernah mengkhianati negara. Salah satu di antaranya korban peristiwa G30S PKI pada 1965.

"Korban yang seperti ini orang yang sekolah bukan terlibat gerakan 30 September hanya disekolahkan saja sekarang masih ada di luar negeri, menurut Menkumham tadi masih ada 39 orang. Nanti ini akan kita cek satu per satu, meskipun mereka memang tidak mau pulang. Tidak mau pulang tetapi mereka ini akan kita nyatakan sebagai warga negara yang tidak pernah mengkhianati negara," kata Mahfud setelah rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi terkait tindak lanjut rekomendasi penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu.

Sumber: surabayapagi
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita