GELORA.CO -Pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI yang mengaku merasa sedih karena budaya santun dan budi pekerti luhur mulai hilang di Indonesia, merupakan bentuk otokritik.
Demikian analisa pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, dalam keterangannya, Kamis (17/8).
“Lunturnya budaya santun dan budi pekerti luhur itu setidaknya jadi introspeksi bagi Jokowi. Itu mengingatkan kepada dirinya, bahwa ada program kerjanya yang tidak berhasil,” kata Jamiluddin.
Menurutnya, “Revolusi Mental” yang menjadi program unggulan Jokowi terbukti hanya sekadar jargon. Padahal program itu bertujuan agar anak negeri tetap berbudaya santun dan berbudi pekerti luhur.
“Kalau ternyata mulai luntur, berarti tujuan revolusi mental tidak tercapai. Artinya program revolusi mental gagal. Jadi, pengakuan Jokowi soal budaya santun dan budi pekerti luhur mulai luntur, itu bagian dari kritik terhadap dirinya sendiri,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan isi hatinya terkait beratnya menjadi presiden. Keluhan itu disampaikan pada forum Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (16/8).
Menurutnya, seluruh limpahan kekesalan masyarakat kepadanya akhirnya sampai ke telinganya. Dari amarah rakyat hingga ejekan.
“Mulai dari masalah rakyat di pinggiran sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnah. Bisa dengan mudah disampaikan," jelasnya.
"Saya tahu, ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Fir’aun, tolol. Ya nda apa, sebagai pribadi saya menerima saja," imbuhnya.
Dia mengaku sedih lantaran budaya budi pekerti luhur bangsa Indonesia mulai luntur, lantaran bebas mengutarakan kalimat kurang sopan secara terbuka.
Sumber: RMOL