OLEH: SALAMUDDIN DAENG
PRESIDEN boleh menambah utang pemerintah berapa pun jumlahnya, terserah presiden. UU mengatur batas maksimum 3 persen GDP (Gross domestic product/produk domestik bruto). Tapi pada saat darurat Covid-19 tidak ada batasan.
Utang sebesar-besarnya boleh. Sementara darurat akan ada terus. Bisa jadi dalam waktu dekat.
Sah-sah saja. Namun jika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) masih ada, maka tentu rakyat dapat meminta pertanggungjawaban presiden ke mana uang-uang hasil utang ini dibawa atau diangkut?
Menurut data Bank Indonesia (BI), sekarang utang pemerintah dari komponen Surat Utang Negara (SUN) nilainya mengerikan, yakni Rp4.518 triliun. Padahal saat Jokowi naik ke tampuk kekuasaan sekitar November 2014 lalu SUN sebesar Rp1.112 triliun.
Naiknya berapa ini? Sebesar Rp3.406 triliun atau naik 289 persen. Belum pernah dalam sejarah Indonesia menambah utang segede ini dalam satu masa pemerintahan.
Utang pemerintah dari komponen utang luar negeri pemerintah bagaimana? Nambahnya juga tak kalah besar. Sekarang utang luar negeri mencapai 203,4 miliar dolar AS atau Rp3.051 triliun. Tahun 2014 lalu 129 miliar dolar AS atau naik 56,7 persen selama pemerintahan ini. Naiknya sangat besar, yakni Rp1.105 triliun.
Nah sekarang utang pemerintah Jokowi yang harus ditanggung APBN ke depan totalnya mencapai Rp7.569 triliun. Pie carane bayar? Apalagi kurs rupiah makin buruk.
Sebelum Jokowi berkuasa kurs rata-rata 8.000 rupiah per dolar AS, sekarang 15.000 rupiah per dolar AS. Tahun depan bisa 20.000 rupiah per dolar AS. Ingat Amerika lagi tarik uang 1,5 triliun dolar. Bisa gawat ini.
Berapa tambahan utang dari dua komponen di atas selama masa pemerintahan Jokowi. Tidak main-main tambahannya mencapai Rp4511 triliun. Ini pemerintahan setahun lagi dan bisa saja menambah lagi utang 1.000-an triliun lagi. Nambah utang sih enak, bayarnya bagaimana?
Kalau pemerintahan ini bubar begitu saja tahun depan, bagaimana pemerintahan berikutnya membayar utang ini?
Kalau pemerintahan sekarang tidak tanggung jawab atas penggunaanya. Kalau masih ada MPR tentu bisa dievaluasi ini uang dipakai untuk apa? Bentuk pertanggungjawaban presiden apa?
Itu bisa menjadi pelajaran bagi pemerintahan ke depan. Jika utang ugal-ugalan lagi, maka MPR bisa memecatnya. Negara kita tidak kehilangan kewaspadaan jika nanti yang juga antek para rentenir global.
(Penulis adalah peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)