GELORA.CO - Guru besar Universitas Airlangga (Unair) Profesor Henri Subiakto ikut menyoroti langkah politik Guntur Romli yang memilih hengkang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) setelah partai politik besutan Haji Giring Ganesha itu memberi lampu kuning untuk mendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 mendatang.
Menurut Profesor Henri, langkah Guntur Romli bakal diikuti masyarakat yani selama ini menjadi loyalis PSI, mereka jelas kecewa lantaran partai politik itu dinilai berkhianat kepada Ganjar Pranowo yang semula mereka dukung.
"Walau katakanlah perubahan PSI ini adalah dampak kekecewaan hubungannya dengan PDIP, tapi sebaiknya PSI komit pada arah politik konstituennya tanpa terganggu dengan sikap PDIP," ujar Henri dalam sebuah cuitan di akun twitternya dilansir Senin (7/8/2023).
Dalam cuitan itu, Henri juga menyentil PDI Perjuangan yang selama ini diketahui tak pernah mengakui dukungan PSI terhadap Ganjar Pranowo. Padahal sebelum mendeklarasikan Ganjar sebagai calon presiden di Pilpres 2024, PSI sudah terlebih dahulu mengumumkan dukungannya buat Gubernur Jawa Tengah itu.
"Kesan sombong, kaku, merasa paling solid, merasa paling berhak, hingga tdk butuh partai kecil, dan Kesombongan lain, hanya akan merugikan Ganjar dan PDIP sendiri," ucapnya.
Henri mengatakan PDIP menjadi partai pemenang Pemilu dua kali berturut-turut bukan karena kinerja partai yang sangat baik, mereka terpilih karena keberadaan Jokowi yang diusung sebagai capres. Tanpa Jokowi Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu juga belum tentu menjadi partai penguasa selama dua periode belakangan ini.
"Pak Jokowi yang sangat dekat dengan rakyat, membawa pengaruh positif secara signifikan terhadap suara PDIP. Apalagi sekarang yang puas dengan kinerja Pemerintah Jokowi lebih dari 80 persen," lanjut dia.
Henri mengingatkan, kekuatan PDIP di legislatif hanya 20 persen. Jika Ganjar ingin menang pada 2024 mendatang, dia harus mengambil simpati pendukung Jokowi yang berjumlah 80 persen.
"Diakui PDIP itu partai yang pendukungnya hingga di grassroot loyal dan fanatik. Tapi bermodal 20 persen tidak akan menang jika hanya mengandalkan konstituen PDIP lalu kurang erat merangkul pendukung Jokowi," katnaya lagi.
"Kalau PDIP tetap kaku dan arogan kasihan Ganjar. Harusnya PDIP memberi hak yang besar ke Ganjar. Hak untuk memilih cawapresnya. Hak konstitusional memilih kabinetnya. Dan harus disampaikan ke publik oleh pak Ganjar nanti," sambung dia.
Herni lanjut menuturkan, tidak semua penentu harus dari seorang Megawati. "Konsep petugas partai itu urusan mekanisme ke dalam, untuk jadi ikatan moral komitmen ke dalam," imbuhnya.
"Tapi tidak elok diumumkan keluar, untuk menunjukkan PDIP lebih tinggi dari kadernya yang jadi presiden. Konsep yang bagus untuk partai bisa jadi terkesan arogan karena disampaikan terbuka dan berulang," katanya.
Henri menilai, Ketum PDIP memang harus dihormati dan jadi pemersatu faksi-faksi di Partainya. Megawati merupakan simbol Nasionalis penerus Soekarno, figur penentu dan pemutus kebijakan partai.
"Tapi harus diingat, rakyat Indonesia itu mayoritas tidak suka dengan bu Mega. Terutama umat Islam. Megawati pernah maju Pilpres dua kali kalah di 2004 dan 2009. Ini terkait cara komunikasi, faktor histori, kebijakan dan faktor sosial politik," bebernya.
Sebagai putri Fatmawati yang punya akar dari keluarga Islam Muhammadiyah di Sumatera, lanjut Henri, Megawati tidak dekat di hati mayoritas muslim, terutama di tanah ibunya Sumatera.
"Dulu ada Taufik Kiemas yang luwes bisa jadi jembatan, idealnya Puan menggantikan peran ayahnya yang asli Sumatera dan dekat dengan politik Masyumi. Tapi Puan lebih mirip fotocopy ibunya dari pada bapaknya. PDIP benar-benar kehilangan tokoh yang mampu merangkul kaum muslimin saat pak Taufik tiada. Kekakuan sekaligus Kelemahan PDIP inilah yang membuat banyak orang kurang nyaman," tandasnya.
Adapun PSI, lanjutnya, y ang awalnya tegak lurus politiknya ke Presiden Jokowi, sekarang malah dengan Prabowo membuka komunikasi dan terkesan bisa jadi koalisi.
"Jadilah kontroversi, yg menyebabkan kekecewaan orang-orang seperti Guntur Romli. Atau jangan-jangan apa yang dilakukan PSI ini atas sepersetujuan Jokowi, ikut-ikut terkesan bermain politik dua kaki. Kita tunggu saja nanti," tuntasnya.
Sumber: populis