GELORA.CO - Kader PDI Perjuangan dari Kabupaten Purbalingga, baru-baru ini menggegerkan publik. Pasalnya kader PDIP yang juga Ketua DPRD Kabupaten Purbalingga, Bambang Irawan diadukan ke Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Muasalnya adalah kader PDIP itu diduga memiliki utang sebesar Rp 550juta kepada seorang pengusaha asal Banyumas, Anthon Donovan dan tak kunjung melunasinya sejak tahun 2007. Melalui kuasa hukumnya, Djoko Susanto menulis surat aduan kepada Megawati tertanggal 17 Mei 2023.
Dia meminta Megawati dapat membantu menyelesaikan perkara yang melibatkan salah satu kadernya tersebut.
“Besar harapan kepentingan rakyat ini dapat tersalurkan, agar nama besar PDI-P tidak tercoreng akibat ulah oknum,” tulis Djoko, sebagaimana dikutip Minggu (27/8/2023).
Djoko menjelaskan, sengketa ini bermula ketika kliennya, Anthon Donovan, menerima tawaran proyek pembangunan pabrik rambut palsu dari Bambang pada tahun 2007 silam.
Anthon sepakat membangun pabrik yang berlokasi di Kelurahan Karangsentul, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah itu dengan nilai Rp565 juta.
Sebagai tanda jadi, Bambang menyerahkan uang muka kepada Anthon sebesar Rp 15 juta. Namun hingga menjelang selesainya proyek, Bambang tak juga memberikan kekurangan bayar.
“Sudah hampir jadi, tapi uang tak kunjung datang," kata Anthon didampingi kuasa hukumnya.
Bahkan Anthon mengaku sempat mendatangi pemilik pabrik, yakni Mister Song dan diketahui bahwa pembayaran proyek tersebut telah lunas.
“Begitu saya kejar ke pemilik pabrik, katanya sudah lunas, tapi tidak sampai ke saya,” ujarnya.
Dugaan wanprestasi ini pun akhirnya dibawa ke meja hijau dan selesai dengan upaya mediasi pada tahun 2010.
Dalam akta perdamaian Nomor 11/Pdt.G/2010/PN.Pbg, Bambang telah membayar sebesar Rp220 juta. Sehingga utang Bambang kepada Anthon tersisa Rp330 juta.
Pihak Bambang sepakat untuk melunasi hutangnya dengan sistem cicil sebesar Rp55 juta setiap bulan dalam kurun waktu enam bulan. Pihak Bambang juga bersedia menanggung denda keterlambatan Rp2 juta per hari jika melewati batas waktu pembayaran pada tanggal 17 tiap bulannya.
Akta perdamaian tersebut ditandatangani oleh masing-masing kuasa hukum dan dikuatkan oleh majelis hakim perdata Pengadilan Negeri (PN) Purbalingga pada tanggal 2 September 2010.
“Sudah bayar dua kali, tapi mulai cicilan ketiga, keempat tidak dibayarkan sampai sekarang. Intinya saya minta uang saya kembali, tidak ada yang lain,” tegasnya.
Gugat Balik
Sementara itu, sebelumnya kuasa hukum Bambang Irawan, Endang Yuliawati mengatakan, keputusan hakim perdata atas hasil mediasi pada tahun 2010 tersebut cacat hukum.
Menurutnya, dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 2 Ayat 2, pelaksanaan mediasi tidak boleh diwakilkan oleh kuasa hukum dan harus langsung dihadiri oleh pihak-pihak yang berperkara.
“Atas dasar itu, disebutkan dalam Perma yang sama Pasal 2 ayat 3 bahwa putusan hakim tentang akta perdamaian harus batal demi hukum,” terangnya.
Gugatan untuk menganulir akta perdamaian tersebut telah diajukan Endang dan telah digelar sidang perdana di PN Purbalingga pada Kamis (10/8/2023).
“Akta perjanjian tersebut sangat mencekik klien kami. Apalagi klien kami sama sekali tidak tahu tentang proses penyusunannya karena diwakili dan ditandatangani oleh kuasa hukum, bukan oleh pihak yang berperkara langsung,” katanya.
Pada tahun 2021, Bambang dan Anthon sebenarnya sudah melakukan serangkaian mediasi baik di pegadilan maupun pribadi.
Dalam mediasi tersebut, Bambang sudah menyanggupi membayar utang pokok sebesar Rp330 juta sekaligus denda kerugian sesuai appraisal suku bunga bank yang berlaku.
“Dari hasil hitungan tersebut, klien kami bersedia membayar utang sekaligus bunga dan ganti rugi sekitar 1 miliar lebih. Tapi pihak Anthon menolak dan tetap kukuh menuntut pembayaran penuh bunga ganti rugi sebesar Rp 4 miliar,” katanya.
Tuntutan tersebut, kata Endang, jauh di luar kewajaran. Sebab, Bambang diminta membayar bunga dengan nilai fantastis Rp 4 miliar dari utang pokok yang hanya Rp 330 juta.
Selain itu, upaya Anthon dan kuasa hukumnya melayangkan surat kepada Megawati, dinilai Endang, memiliki tujuan yang tidak baik.
“Kami tidak mau dipelintir-pelintir seperti itu. Kami tidak lepas dari tanggung jawab. Kami sudah mau membayar bahkan dengan nilai yang jauh dari pokok, tapi pihak sana tidak mau menerima,” pungkasnya.
Untuk diketahui, sidang perdana atas perkara kasus perdata Anthon dan Bambang diketuai oleh Hakim Ketua Hariyadi. Dalam sidang sebelumnya, telah dibacakan gugatan sekaligus jawaban dari tergugat.
Sumber: tvone