GELORA.CO - Pertamina berencana menghapus Pertalite. Badan Usaha Milik Negara atau BUMN ini pun mengusulkan pengalihan sasaran BBM bersubsidi dari Pertalite ke Pertamax Green 92.
Pertamax Green 92 merupakan hasil campuran Pertalite dengan kandungan 7% bioetanol alias E7.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, usulan mengganti Pertalite dengan Pertamax Green 92 merupakan implementasi paket kebijakan yang tertuang dalam ‘Program Langit Biru Tahap II’.
Melalui program tersebut, perseroan mengusulkan Pertamax Green 92 sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan atau JBKP menggantikan Pertalite. “Ketika ini menjadi program pemerintah, harganya akan diatur. Tidak mungkin JBKP hanya diserahkan ke pasar,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (30/8).
Pertamina menilai konsumsi Pertamax Green 92 dapat mendorong upaya pengurangan emisi dari sektor transportasi. Ini merupakan upaya Pertamina mendukung Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Regulasi tersebut mengamanatkan kendaraan yang diproduksi sejak Oktober 2018, tidak lagi menggunakan bensin dengan oktan di bawah 91.
Melalui program ‘Langit Biru Tahap Dua’, Nicke optimistis investasi di sektor bioenergi domestik akan meningkat.
Hal itu juga didukung lewat instrumen Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati atau Biofuel.
Regulasi yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 16 Juni itu mengamanatkan penambahan area lahan baru perkebunan tebu 700 ribu hektare yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu ralgrat, dan lahan kawasan hutan.
“Dari sana ada tambahan 1,2 juta kiloliter untuk campuran gasoline,” ujar Nicke.
Pertamina juga meminta dukungan Komisi VII DPR untuk membebaskan tarif cukai etanol yang menyentuh Rp 20 ribu per liter. Ini guna mendukung program ‘Langit Biru Tahap Dua’.
Perseroan mendorong Komisi Energi DPR memberikan fasilitas stimulus pembebasan pajak impor etanol. “Kalau kami hitung kontribusi, jika dikenakan cukai Rp 20 ribu per liter, maka akan meningkatkan biaya Rp 1.500 per liter,” ujar Nicke.
Sumber: katadata