Fakta Suku Polahi, Tradisi Perkawinan Sedarah hingga Miliki 3 Tuhan dengan Kekuatan Super

Fakta Suku Polahi, Tradisi Perkawinan Sedarah hingga Miliki 3 Tuhan dengan Kekuatan Super

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Indonesia memiliki ribuan suku dan budaya. Salah satunya yakni Suku Polahi. 

Suku Polahi tergolong salah satu dari sekian banyak suku terasing di Indonesia. Masyarakat Suku Polahi memiliki tradisi perkawinan sedarah dan 3 Tuhan. 

Masyarakat Polahi tinggal di daerah pedalaman hutan Sulawesi, tepatnya di pedalaman hutan Boli Yohuto, Pagu Yaman, dan Suawa di provinsi Gorontalo.

Untuk menemukan keberadaan Suku Polahi  dibutuhkan waktu cukup panjang dengan berjalan menyusuri hutan yang lebat. 

Mengutip akun youtube Larasati Channel, Suku Polahi tinggal di tempat yang cukup terasing, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mencapainya. 

Konon, orang -orang polahi berasal dari sekumpulan orang yang melakukan pelarian ke pedalaman hutan pada zaman pemerintahan Belanda di Indonesia. 

Selain itu, warga polahi melakukan pelarian dengan tujuan untuk menghindari membayar pajak. 

Masyarakat suku Polahi hidup secara nomaden. Mereka tinggal dalam gubuk-gubuk kayu sederhana supaya mudah untuk ditinggalkan.

Ketika ada anggota keluarga suku polahi yang meninggal dunia, maka akan dikuburkan di tempat itu, kemudian mereka akan meninggalkan tempat itu. 

Suku Polahi pindah untuk mencari lokasi baru lagi dengan membawa peralatan masak, pakaian, piring, gelas, dan alat lain yang bisa dipakai.

Rasa takut yang mendalam terhadap jenazah menjadi penyebab masyarakat Polahi untuk meninggalkan rumah mereka.

Menurut informasi dari berbagai sumber bahwa populasi masyarakat Suku Polahi kurang lebih 500 orang. 

Dari jumlah tersebut diperkirakan sebanyak 200 orang menetap di Pagu Yaman, sedangkan 300 orang menetap di Suawa. 

Tingkat Pendidikan Suku Polahi 

Karena tempat tinggalnya berada di pedalaman hutan yang terpencil, tingkat pendidikan masyarakat masih rendah. 

Tempat tinggal suku polahi yang terpencil tersebut, membuat warganya mengalami keterbelakangan karena tidak mendapatkan pendidikan formal yang layak. 

Perkawinan Sedarah

Menurut Ensiklopedia P2k Stekom, Suku Polahi sering berpindah-pindah tempat, lalu membangun gubuk-gubuk baru. 

Dengan pola hidup demikian, masyarakat Polahi hanya saling berkomunikasi dengan kelompoknya.

Hal tersebut kemudian yang melahirkan tradisi pernikahan sedarah atau antar saudara.

Kawin dengan saudara kandung sudah menjadi hal yang biasa dalam suku Polahi. 

Sebagai contoh, sesepuh pada salah satu kelompok Polahi yaitu "Kelompok 9" merupakan seorang kakek dengan tiga bersaudara, dua saudara lain adalah perempuan.  Kakek itu mengawini kedua saudara kandungnya ini sekaligus. 

Istri yang satu tak mempunyai anak, sedangkan satu lagi mempunyai enam anak, dua laki-laki dan empat perempuan. 

Kemudian anaknya mengawini anaknya lagi, sehingga anaknya juga menjadi menantunya. 

Meski hidup mengasingkan diri dan memiliki tradisi berbeda dengan masyarakat pada umumnya, masyarakat Polahi terbilang terbuka dengan masyarakat di luar lingkupnya.

Incest atau perkawidan sedara sebenarnya dilarang baik dari sudut pandang agama, maupun karena alasan medis. 

Menurut medis, perkawidan sedara dapat menghasilkan keturunan yang cenderung cacat. 

Anak hasil dari perkawinan sedarah diduga akan mengalami beberapa kelainan, baik secara fisik maupun mental. 

Namun anehnya, hal ini tidak pernah dijumpai pada Suku Polahi.  Anak -anak yang lahir dari perkawinan sedara tetap lahir. Dalam kondisi normal dan tidak memiliki cacat sama sekali. 

Anak -anak mereka juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik. 

Kepercayaan 3 Tuhan

Keunikan lain dari Suku Polahi adalah kepercayaan yang dimilikinya. Masyarakat Polahi memiliki 3 Tuhan yang disembah.

Meski begitu, mereka tidak pernah berselisih atau berdebat terhadap masing-masing kepercayaan. 

 Suku Polahi tergolong relijius, selalu patuh dan taat pada tiga Tuhan tersebut. 

Sosok Tuhan yang pertama bagi masyarakat polahi adalah Polohuta.

Pulohuta digambarkan sebagai sosok yang hidup serta memiliki kuasa atas tanah. 

Konsepnya berasal dari nenek moyang. Pulohuta adalah sepasang suami istri. Bila masyarakat Polahi hendak membuka lahan di hutan, maka mereka akan meminta izin dahulu kepada Pulohuta. 

Selain memegang kuasa atas tanah, Pulohuta juga memegang kuasa atas hewan di hutan. 

Bentuk penghormatan orang Polahi kepada Pulohuta adalah jika mereka mendapat hewan buruan, bagian tertentu dari tubuh hewan itu diiris seperti telinga, mulut, dan lidah, kemudian ditaruh di tunggul kayu untuk dipersembahkan kepada Pulohuta. 

Pulohuta digambarkan sebagai sosok yang hidup dan berkuasa atas tanah. 

Tuhan yang kedua dinamakan Lati.

Lati digambarkan sebagai sosok makhluk hidup yang menghuni pohon-pohon besar serta di air terjun. 

Ukuran tubuhnya digambarkan kecil-kecil seukuran boneka dalam jumlah banyak. Lati merupakan pemegang kuasa atas pohon. 

Bila Polahi ingin menebang pohon besar atau mengambil madu lebah hutan yang terdapat di atasnya, Polahi membakar kemenyan, merapal mantera dengan tujuan menyuruh Lati pindah ke pohon lain

Kemudian Tuhan yang ketiga adalah Lausala.

Lausala dalam narasi Polahi layaknya manusia super. Tokoh antagonis yang digambarkan sebagai sosok yang haus minum darah. 

Lausala ternyata bukan hanya dideskripsikan sebagai tokoh laki-laki, sebab ada juga perempuan tua yang disebut-sebut sebagai Lausala. 

Suku Polahi membuat beberapa gambaran untuk meyakinkan bahwa Lausala itu benar-benar ada. 

Orang Polahi meyakini Lausala memiliki mata merah, membawa pedang yang menyala dan ia bisa pindah dengan cepat dari balik bukit ke bukit yang lain.

Menurut orang polahi, jika ada anjing menggonggong itu salah satu pertanda hadirnya Lausala.

Sumber: disway
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita