Denny Indrayana Minta Ketua MK Anwar Usman Mundur, Tak Boleh Tangani Kasus Gibran Jokowi

Denny Indrayana Minta Ketua MK Anwar Usman Mundur, Tak Boleh Tangani Kasus Gibran Jokowi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Guru Besar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana PhD meminta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mundur dari kasus berkaitan dengan Gibran Rakabuming Raka.

Anwar Usman berpotensi melanggar kode etik jika tetap ikut dalam persidangan yang membahas judicial review terkait umur calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Gibran Rakabuming Raka adalah putra Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang kini menjadi Wali Kota Solo.

"Ketua MK Anwar Usman SEHARUSNYA Mundur dari Kasus Yang Terkait dengan Gibran Jokowi," tulis Denny Indrayana dalam akun twitternya, Minggu (27/8/2023).

Wartakotalive.com telah meminta izin kepada Denny Indrayana untuk mengutip pernyataannya tersebut sebagai berita. 

Menurut Denny, Ketua MK Anwar Usman seharusnya mundur dari perkara yang memeriksa konstitusionalitas syarat umur capres dan cawapres.

Denny Indrayana mengingatkan adanya kode etik yang berpotensi dilanggar oleh Anwar Usman.

Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yang tertuang dalam Peraturan MK Nomor 9 Tahun 2006, khususnya Prinsip Ketakberpihakan, pada penerapan butir 5 huruf b mengatur:

"Hakim konstitusi – kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan – harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini: ... b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan".

Maka, meskipun Gibran Jokowi bukan pemohon atau pihak dalam perkara pengujian syarat umur capres-cawapres tersebut, adalah fakta yang tak terbantahkan  bahwa perkara tersebut berkait langsung dengan kepentingan peluang Gibran Jokowi berpotensi maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024.

Apalagi Presiden Jokowi, sang Kakak Ipar Anwar Usman, telah secara resmi memberikan keterangan Presiden dalam persidangan di MK, yang pada intinya, tidak menolak permohonan syarat umur diturunkan menjadi 35 tahun, dan memberi peluang Gibran Jokowi menjadi cawapres tersebut.

"Mahkamah Konstitusi mengadukan saya ke Kongres Advokat Indonesia karena diduga merusak kehormatan dan kewibawaan Mahkamah dalam soal twit perkara sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup," ujar Denny.

"Mari kita lihat, bagaimana sembilan hakim konstitusi bersikap atas potensi benturan kepentingan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam memeriksa perkara syarat umur capres dan cawapres."

Saya berpandangan, masih ikut sertanya Anwar Usman memeriksa perkara tersebut, bukan hanya melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi, lebih jauh sikap tidak etis Ketua MK yang demikian berpotensi lebih merusak kemerdekaan, kehormatan, dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi. 

Orang Kuat di Belakang Gugatan ke MK

Sebelumnya diberitakan Wartakotalive.com, PDI Perjuangan menduga ada sosok berkuasa yang sedang bermanuver mengubah Undang-Undang (UU) Pemilu.

Orang tersebut punya kepentingan jangka pendek, yaitu agar bisa mendapatkan calon presiden yang sedang diincar.

Saat ini Mahkamah Konstitusi sedang menggelar sidang uji materi terhadap UU Pemilu, yang menyangkit soal batasan usai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden.

Gugatan tersebut dilayangkan oleh beberapa pihak termasuk Partai Solidaritas Indonesia yang saat ini dekat dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

PSI mengajukan gugatan agar batasan usia bakal calon presiden dan wakil presiden diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

Banyak yang menduga upaya itu dilakukan untuk memberi karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka yang tak lain putera presiden Joko Widodo yang juga Wali Kota Solo.

Seperti diketahui Gibran masuk radar Partai Gerindra sebagai salah satu calon pendamping Prabowo di Pilpres 2024.

Sebagai catatan, Gibran genap berusia 35 tahun pada 1 Oktober mendatang.

Manuver tersebut sudah dibaca PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengingatkan agar semua pihak taat dengan UU Pemilu terutama menyangkut batasan usai dalam pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Berbagai manuver-manuver kekuasaan memang mencoba banyak dilakukan, tapi pedoman yang paling elementer terkait Pemilu adalah kita konsisten kepada peraturan perundang-undangan yang ada," kata Hasto di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, akhir pekan lalu.

Hasto juga menegaskan, bahwa aturan yang sudah berlaku saat ini tidak diubah di tengah jalan menuju Pemilu 2024.

Sehingga, aturan soal batas usia Capres-Cawapres bisa dijalankan bersama-sama.

"Bagi PDI-P, peraturan yang ada saat ini berlaku saat ini, itulah yang kita jalankan bersama-sama," ujar Hasto.

Selain itu, Politisi asal Yogyakarta ini mengingatkan bahwa kewenangan membuat atau mengubah aturan terkait batas usia cawapres ada di tangan legislatif yakni DPR, bukan kewenangan MK.

"Dari hasil diskusi dengan para ahli hukum tata negara terkait batas usia itu adalah bagian dari open legal policy yang dimiliki oleh DPR RI," jelas Hasto.

Demi Kepentingan Politik

Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menilai, bahwa peryataan Hasto itu tak bisa dianggap sebagai sebuah klakar semata.

Adi menyebut kapasitas Hasto sebagai Sekjen partai yang memenangi Pemilu dua kali berturut-turut. Sehingga, tahu betul siapa yanh dimaksud soal kekuasaan yang berkepentingan dalam gugatan di MK tersebut.

"Siapa orang yang punya kepentingan soal ini, aktor kekuasaan, pola manuver dan seterusnya, pastinya Hasto sudah mengetahuinya. Cuma tak diungkap secara vulgar siapa orangnya itu. Yang jelas berada di dalam kekuasaan," kata Adi saat dihubungi Tribun Network, Senin (7/8).

Adi juga berpandangan bahwa gugatan batas usia Cawapres ini sangat jelas terlihat demi kepentingan politik.

Pasalnya, dia menyebut usulan ambang batas di MK itu hanya ditujukan kepada satu nama. Bahkan, hanya secara khusus hanya ditujukan soal angka 35 tahun.

"Gugatan ke MK ini sangat jelas demi kepentinga politik jangka pendek untuk pilpres 2024 mendatang. Karena mengusulkan ambang batas minimal memention angka 35 tahun. Jelas ini mengarah pada satu nama," ungkap Adi.

"Karena kalau mau bicara ideal soal hak politik, mestinya batas minimum Cawapres bisa dimulai sejak umur 17 tahun bersamaan dengan hak pilih yang dimiliki seseorang," sambung dia.

Adi juga menilai, sindiran Hasto ini ditujukan kepada kekuasaan di balik uji materi batas usia Cawapres ke MK. Sehingga, dengan begitu publik akan bisa membaca maksud sosok yang dimaksud oleh Hasto tersebut.

"Hasto hanya nyindir halus soal manuver kekuasaan di balik uji materi ke MK. Ini semacam warning bahwa publik sudah mulai tahu siapa yang bermain di balik ini semua," kata Adi.

Demokrat: Itu Ditujukan ke Gibran

Sementara, Partai Demokrat menyebut gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden di MK, sebagai bentuk politik cari muka sekaligus politik dinasti.

Hal itu dikarenakan timbul spekulasi gugatan tersebut untuk memberi jalan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka untuk maju di pilpres 2024.

"Terlepas dari polemik apakah kompetensi, rekam jejak dan jam terbang Gibran memadai atau tidak, terbaca dengan jelas ini adalah bentuk politik cari muka serta politik dinasti," kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani

"Ini persekongkolan jahat yang bersifat patologis bagi demokrasi," imbuhnya.

Adapun gugatan itu ingin mengubah batas usia minimal capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

Dinamika tersebut bisa dipahami dan akan menjadi diskursus publik yang berkontribusi pada peningkatan derajat dan kualitas demokrasi, jika motif dan semangatnya, benar-benar untuk mencari dan menemukan batas usia ideal untuk menjadi pemimpin nasional sebagai capres dan cawapres.

"Namun publik mengetahui dan menangkap semangat dari dinamika ini tidak demikian, melainkan merujuk atau diperuntukkan pada Gibran bin Jokowi agar bisa dinominasikan sebagai cawapres pada Pilpres 2024 mendatang," ucap Kamhar.

Sebab itu, Demokrat meyakini hakim MK memiliki kenegarawanan untuk memutuskan gugatan itu.

"Kami percaya Hakim MK pun bisa mendeteksi persoalan yang sama, dan kami menaruh kepercayaan pada kualitas kenegarawanan

Hakim MK serta komitmennya terhadap demokrasi sehingga bisa mengambil keputusan yang tepat dengan menolak ini," tandasnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga angkat bicara mengenai uji materi batas minimum usia calon presiden dan calon wakil presiden dari 40 ke 35 tahun.

Uji materi itu disebut-sebut untuk meloloskan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang merupakan Putra sulung Jokowi, pada kontestasi Pilpres 2024.

Presiden meminta untuk tidak berspekulasi mengenai adanya uji materi tersebut.

"Jangan menduga-duga. Jangan berandai-andai," kata Jokowi Jumat lalu. Menurut Presiden uji materi tersebut urusan Yudikatif bukan eksekutif. Oleh karena itu tidak ada intervensi terhadap uji materi tersebut.

"Saya nggak mengintervensi itu urusan yudikatif," katanya.

Sedangkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menjamin proses gugatan soal usia calon presiden dan calon wakil presiden yang tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengganggu tahapan pemilu.

Ketua Divisi Teknis dan Penyelenggara Pemilu Komisi KPU Idham Holik menegaskan tahapan pemilu berjalan seperti biasa dan semestinya sesuai Lampiran I Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2023

"Tahapan pemilu berjalan lancar, tak terganggu sama sekali dengan judicial review tersebut," kata Idham, Senin (7/8/2023).

Lebih lanjut, Idham mengatakan KPU tak berhak mengomentari terkait materi uji materiil di MK. "Karena hal tersebut salah satu hak yang dijamin oleh konstitusi," ujar Idham.

Namun begitu, lanjutnya, KPU menghormati hak uji materiil warga negara, sekelompok warga negara atau lembaga/organisasi di MK.

Sebagaimana hak itu dijamin oleh Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) huruf a UU No. 24 Tahun 2003.

"Kita hormati pemohon dan kita wajib tunggu Putusan MK atas setiap uji materiil. Putusan MK bersifat final dan mengikat," tandasnya.

Seperti diketahui ada beberapa pihak yang menggugat atas persyaratan usia capres cawapres ini ke MK.

Dalam Perkara 55/PUU-XXI/2023 pihak yang menggugat yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Wabup Sidoarjo Ahmad Muhdlor, dan Wakil Bupati Sidoarjo Muhammad Albarraa.

Dalam Perkara 51/PUU-XXI/2023 pihak yang menggugat yakni Ketua Umum Partai Garuda (Ketum) Ahmad Ridha Sabana, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Garuda Yohanna Murtika.

Kemudian dalam Perkara 29/PUU-XXI/2023 pihak yang menggugat adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Ketiga perkara ini menggugat Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang berbunyi:

Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.

Sumber: wartakota
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita