Apakah Politik 'Dua Kaki' Jokowi Dapat Dikatakan Merugikan Pencapresan Besutan Ketum PDIP?

Apakah Politik 'Dua Kaki' Jokowi Dapat Dikatakan Merugikan Pencapresan Besutan Ketum PDIP?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Tak dapat di pungkiri bahwa pemberitaan yang mencap adanya anomali cuaca ganda yang dimainkan oleh presiden Joko Widodo atau Jokowi didalam sikapnya terhadap dua capres yang sedang hitz saat ini. Secara umum sikap Jokowi  tersebut dapat memicu sikap relawan pendukung Ganjar Pranowo sedikit tergoncang.

"Di tingkat elite relawan pendukung Bacapres Ganjar Pranowo mungkin tidak, tapi ceritanya akan beda ditingkat akar rumput sedikit banyak menimbulkan dualisme berpikir. Karena sikap ambiguitas yang di melodramakan presiden Jokowi. Tak heran rakyat Indonesia bingung mau pilih yang mana? Akhirnya menimbulkan apatisme sosial di Pilpres 2024 nanti," ucap Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen kepada wartawan di Jakarta (03/08).

"Pilpres 2024 ini seperti buah simalakama buat presiden Joko Widodo, antara menolong partai politik asalnya berkiprah kedunia politik atau menyelamatkan keberlangsungan trah politiknya atau keberlanjutan program pembangunan yang sudah dimulai, disatu pihak siapa Calon Presiden yang dapat dikontrol kedepannya jika terpilih? Antara Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto,"  ungkap Silaen.

"Kalau diluar Bacapres itu maka pasti tidak ada jaminan bahwa program pembangunan yang sudah atau sedang berjalan diteruskan, bisa- bisa mangkrak semua. Bila sampai mangkrak maka akan dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap prosedur yang berlaku maka akan terjadi ' penyeledikan dan penyidikan' terhadap program tersebut kok bisa ada. Ini akan masuk ranah hukum, bila ditemukan cacat prosedur dan proses," tebak Silaen.

"Jadi pasca Jokowi lengser ke prabon maka akan banyak muncul proses korektif terhadap semua kebijakan pemerintah dimasa kepemimpinan presiden Jokowi. Tentu bila sudah tidak ber-'kuasa' akan ditinggalkan para barisan 'penjilat dan penikmat' kekuasaan semasa Jokowi berkuasa, seperti pribahasa 'ada gula dikrebutin semut'," beber Silaen.

"Presiden Jokowi bukan lagi 'siapa- siapa' kecuali mantan presiden powerless. Apalagi selama kepemimpinannya banyak lawan- lawan politiknya disingkirkan. Ini akan slalu di ingat oleh lawan politiknya. Mengenai para 'penjilat dan penikmat' akan berlalu seiring 'gula- gula' kekuasaan hilang," tandasnya. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita