GELORA.CO - Disetujuinya anggaran pelaksanaan Pemilu 2024 sebesar Rp76,6 triliun dicurigai sarat kongkalikong. Indikatornya, pengesahan anggaran pemilu serentak yang nilainya fantastis di DPR, berjalan mulus.
Peneliti Formappi, Lucius Karus meyakini hal tersebut terjadi lantaran adanya permainan anggaran. DPR-KPU bermain sebelum anggaran diketok.
"Bukan dugaan sih, itu permainan anggaran," kata Lucius, selepas acara diskusi bertajuk, "Menyoal Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Penyelenggara Pemilu 2024" yang digelar, di Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Lucius mengatakan, permainan anggaran itu sudah termasuk dalam kategori korupsi. Sebab, DPR telah menggunakan menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi.
"Padahal itu sebenarnya mini korupsi lah yah, korupsi kecil-kecilan, memanfaatkan kekuasaan untuk kemudian mendapatkan keuntungan pribadi gitu yah," ujarnya.
Menurutnya, anggaran besar itu bisa disahkan karena setiap anggota dewan ikut mencicipi anggarannya. Bahkan, dengan nominal yang sangat fantastis.
"Terkait dengan anggaran pemilu, saya kira salah satu yang membuat DPR menjadi tidak kritis terhadap penggunaan anggaran dari KPU dan Bawaslu, karena mereka mendapatkan jatah yang sangat besar dari anggaran sosialisasi," ujarnya.
Lucius mengaku mengetahui betul bagaimana perputaran uang yang didapat anggota dewan dari KPU dalam kegiatan sosialisasi. Menurutnya, itu angka yang besar dan wajar jika DPR mengesahkan anggaran yang besar.
"Saya tahu betul berapa uang yang didapat oleh satu anggota di satu titik untuk pelaksanaan sosialisasi. Waktu itu saya mendapatkan informasi sekitar Rp300 juta per satu titik, coba teman-teman kalikan saja itu sudah Rp300 juta satu titik, satu anggota DPR satu tahun mendapatkan 10 titik jatahnya,"
"10 titik dikali Rp300 juta dikali 50 anggota DPR Komisi II, berapa? Dan itu bisa jadi money politik juga karena saat itu mereka yang datang mendengar itu diberikan amplop yah. Jadi bukan hanya narasumber yang pulang dari ruangan itu bawa amplop begitu," sambungnya.
Sumber: akurat