Sindir Pedas Tugas BUMN, Said Didu Heran: Kok Sekarang Malah Jadi 'Pembunuh' UMKM?

Sindir Pedas Tugas BUMN, Said Didu Heran: Kok Sekarang Malah Jadi 'Pembunuh' UMKM?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menyoroti kepailitan PT Istaka Karya (Persero), sebuah BUMN, sehingga menimbulkan dampak yang menyedihkan bagi para vendor yang masih menunggu pembayaran hutang mereka.

Hal tersebut ditanggapi Said Didu melalui akun Twitter pribadi miliknya. Dalam cuitannya, Said Didu menyinggung salah satu tugas dari BUMN. Said Didu pun heran saat ini BUMN justru bak 'pembunuh' UMKM.

"Salah satu tugas BUMN adalah membantu UMKM - kok sekarang malah jadi 'pembunuh' UMKM," ujar Said Didu dikutip Suara Liberte dari akun Twitter pribadi miliknya @msaid_didu, Selasa (25/7).


Sementara itu, salah satu kisah terkait kepailitan tersebut tersebar di media sosial Twitter oleh akun @partaisocmed.


Unggahan tersebut berupa video yang menunjukkan Triyatno, salah satu vendor yang menjadi korban, menahan tangis dan emosi saat berbicara tentang penderitaannya di depan anggota dewan. 

Kisahnya menggugah perasaan banyak orang karena rumahnya bahkan disita oleh perbankan karena dia tidak dapat membayar cicilan pinjaman yang diambilnya untuk modal usaha.


Triyatno telah meminjam uang dari bank saat bekerja sama dengan perusahaan BUMN PT Istaka Karya dalam proyek pengerukan jalan tol, sesuai instruksi dari pemerintah.

Namun, sayangnya, hak-haknya sebagai vendor tidak dipenuhi oleh perusahaan BUMN tersebut, sehingga dia terjebak dalam kesulitan finansial yang berlarut-larut.

"Saya sudah mengerjakan kewajiban yang diberikan oleh Istana tapi hak kami tidak dipenuhi pak sampai kemarin tanggal 8 rumah saya disita pak," ujarnya dalam video yang diunggah @partaisocmed, Senin (24/7/23).


Tak hanya itu, Triyatno juga meminta para pemangku kebijakan, termasuk anggota DPR, untuk membantu para vendor yang belum dibayar oleh PT Istaka Karya. Dia berharap agar Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir mendengarkan keluhan dan kesulitannya serta menyelesaikan masalah ini dengan adil.

"Mohon bantu pak saya minta hak saya pak. Tanggal 8 rumah saya disita sama bank pak," ucap Triyatno.

"Sampaikan ke pak Jokowi dan Erick Thohir. Saya sudah mengerjakan proyek-proyek tersebut tetapi tidak dibayar bayar. Saya itu hutang-hutang ke bank akhirnya. Kasian anak istri saya pak, aku mohon," lanjutnya.

Dalam keterangan yang dia berikan, Triyatno mengungkapkan bahwa masih ada dana sebesar Rp700 juta yang belum dibayarkan kepadanya oleh perusahaan BUMN tersebut. 


Selain itu, dia juga sebelumnya harus berutang ke bank sekitar Rp300 juta karena keterlambatan pembayaran dari perusahaan tersebut.


Kisah pahit Triyatno hanyalah salah satu dari banyak cerita tragis yang dihadapi oleh para vendor yang menjadi korban kepailitan PT Istaka Karya.

Adapun pada tanggal 15 Maret 2023, para vendor yang tergabung dalam Persatuan Korban Istaka Karya juga melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, untuk menuntut tanggung jawab dari pemerintah terkait pembayaran hutang perusahaan BUMN kepada para vendor dan subkontraktor.


Terpisah, dilansir dari Replubika, sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir diketahui telah resmi membubarkan tiga BUMN yakni PT Industri Gelas (Persero) atau Iglas, PT Kertas Kraft Aceh (Persero) atau KKA, dan PT Industri Sandang Nusantara (Persero).

Erick mengatakan masih terdapat empat BUMN lain yang akan dibubarkan yakni PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Istaka Karya (Persero), PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PANN dan PT Kertas Leces (Persero).

"Kita sedang reviu beberapa perusahaan lain yang ada di Danareksa dan PPA, dari 7 BUMN, 3 BUMN sudah selesai, ada 4 BUMN yang masih dalam proses," ujar Erick saat konferensi pers tentang pembubaran BUMN di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (17/3).


Selain itu, Erick mengatakan, pembubaran tiga BUMN lantaran sudah sejak lama tidak beroperasi. Erick menilai kondisi tersebut sangat tidak baik, bagi perusahaan, karyawan, dan negara.

"Tidak mungkin perusahaan sudah tidak operasi didiamkan, apalagi tidak ada kepastian untuk karyawannya, ini juga tidak baik. Kalau (perusahaan) tidak masuk dalam grouping atau bagian dari bisnis model yang kita konsolidasikan, memamg kita sangat terbuka perusahaan seperti ini untuk kita bubarkan," ungkap Erick.

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita