GELORA.CO - Kasus antraks kembali dilaporkan menjangkiti puluhan warga di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Tercatat 3 warga Dusun Jati, Candirejo, Kecamatan Semanu, meninggal dunia. Sementara 93 lainnya juga positif terpapar antraks sehingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Penularan antraks ini ditengarai karena warga menyembelih dan mengkonsumsi sapi yang telah mati.
Dikutip dari Tribunnews.com, menyebutkan wilayah Gunungkidul, DIY kerap menjadi langganan penularan antraks.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Wibawa Wulandari mengatakan ada beberapa sapi mati yang disembelih dan dikonsumsi warga.
Bahkan, katanya ada sapi mati yang telah dikubur, kemudian digali kembali oleh warga untuk dikonsumsi dagingnya.
"Sapi sakit mati, kemudian dikubur melalui SOP, sudah kita kuburkan. Tapi sama masyarakat ada yang 1 (sapi) digali lagi kuburnya dan dikonsumsi," kata Wibawa.
Kabid Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Retno Widyastuti mengatakan total ada 6 sapi dan 6 kambing yang positif antraks mati di dusun itu.
Lantaran bangkai sudah tak ditemukan maka yang diperiksa ke laboratorium adalah tanahnya.
"Yang kita periksakan ke lab itu bukan darahnya, bukan dagingnya, tapi tanah yang terkontaminasi darah saat disembelih,"
Kematian ternak itu, katanya terjadi sejak November 2022.
Ia menegaskan tidak ada hewan atau sapi dari dusun tersebut yang disembelih atau keluar dari dusun saat perayaan Idul Adha, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan lokasi penyembelihan, telah disiram formalin sebanyak 3 kali sejak 3 Juni lalu.
Hewan ternak yang belum terpapar, katanya kemudian disuntik antibiotik.
Hewan ternak ini juga tak boleh keluar dari dusun.
"Kita antibiotik sapinya 77 ekor, kambingnya 289, itu internal Jati. Mudah-mudahan terisolir di sana tidak ke lain tempat," katanya.
Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto menegaskan bahwa kebiasaan warga menyembelih hewan yang sakit atau bahkan mati ini diminta dan diimbau untuk dihentikan.
Kebiasaan menyembelih hewan yang sakit ini, biasa disebut warga dengan istilah mbrandu.
"Kepada warga masyarakat yang memiliki ternak terutama kalau sudah ada sakit itu ya jangan disembelih jangan dikonsumsi. Apalagi kalau sudah meninggal masih di-mbrandu bahasanya kalau di Gunungkidul mbrandu," kata Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto, Rabu (5/7/2023).
Pemkab Gunungkidul, katanya telah melakukan sosialisasi ke masyarakat agar tak mengkonsumsi ternak yang sakit atau sudah mati.
"Ternak yang sudah berpotensi sakit atau terpapar penyakit atau bahkan sudah mati jangan dikonsumsi," katanya.
Retno mengatakan menyembelih dan mengkonsumsi hewan ternak yang mati itu jadi penyebab antraks kerap terjadi di Gunungkidul.
"Kalau dipotong itu kan bakteri yang ada di darah itu mengalir keluar berubah menjadi spora. Spora itu yang tahan puluhan tahun, spora," kata Retno.
Dia mengatakan mbrandu memiliki tujuan yang baik untuk membantu warga lain yang kesusahan agar tak terlampau rugi ketika hewan ternaknya sakit. Tapi itu membahayakan.
"Kalau saya tanya memang tujuannya baik membantu warga yang kesusahan biar tidak terlampau rugi itu dibagi-bagi, satu paketnya itu 45 ribu. Dijual. Uangnya dikumpulkan dikasihkan yang kesusahan. Jane itu tujuannya apik. Pas saya di sana bilang kalau mau mbrandu ya mbrandu barang sehat gitu. Barang bermutu jadi tidak membahayakan manusia," katanya.
Mbrandu ini, katanya bermacam-macam.
Terkadang ada hewan yang keracunan lalu saat sakratulmaut disembelih.
"Mungkin pas kasus ini posisi sudah mati. Saya tanya memang semua disembelih sudah mati hewannya itu. 6 sapi dan 6 kambing itu mati semua. Selangnya dari November, ke Mei itu. Kita hanya menemukan cerita saja," katanya.
Korban Meninggal Bertambah
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Maxi Rein Rondonuwu menuturkan, warga Gunungkidul DIY yang meninggal karena antraks bertambah.
Kini dilaporkan ada 3 warga yang meninggal karena penyakit yang bersumber dari hewan itu.
"Ada tiga yang meninggal, kami koordinasi suda dengan dinas kesehatan dan dinas peternakan untuk melakukan tindaklanjut antraks ini," kata Maxi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Menurutnya ketiga warga tersebut meninggal karena mengkonsumsi daging sapi yang mati atau tidak sehat.
Ketiganya merupakan warga dari kecamatan yang sama yakni Semanu.
"Kalau dari gejala meninggal ya kelihatan positif antraks," sambung dia.
Sementara puluhan warga lainnya yang juga terjangkiti Antraks masih terus didalami pemeriksaan laboratoriumnya.
Pihaknya terus melakukan penguatan surveilans, dimana warga yang sakit segera diberi obat di rumah sakit.
Serta, berkoordinasi dengan kementerian pertanian untuk terus mengecek kesehatan hewan ternak warga.
Langganan Antraks
Sebelumnya Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan wilayah Gunungkidul memang kerap menjadi langganan penularan antraks.
"Virus antraks ini menyebabkan sapi sakit mendadak, mati mendadak tiba-tiba itu. Gunungkidul itu daerah endemis antraks," kata Siti Nadia Tarmizi, Selasa (5/6/2023).
Ia memaparkan, kronologi penularan antarks dari hewan ke manusia di Gunungkidul disebabkan karena perilaku warga seperti kurangnya perilaku hidup sehat.
Seringkali sapi yang terkena antraks makan rumput dari tanah yang sebelumnya sudah ada virus antraksnya.
"Ini terjadi karena di dekat situ ada hewan ternak yang dikubur atau saat mengolah tanah di bagian bawah (ada virus antraks) yang terangkat ke atas," ujar dia.
"Karena virus antraks itu sangat kuat di dalam tanah, enggak gampang mati," lanjut Nadia.
Selain itu, kebiasaan warga yang menjual sapi yang sedang sakit dengan harga yang murah.
"Jadi kita harus curiga dan itu selalu kita sampaikan ke masyarakat jangan beli sapi yang biasanya harganya lebih murah," ujar Nadia.
Kemenkes terus mendorong warga untuk melakukan pengecekan kesehatan berkala pada hewan ternak yang ada sebelum dijual atau dikurbankan.
Sumber: wartakota