GELORA.CO - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Ong Yenny dan seorang karyawan swasta, Handrey Mantiri menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dua pemohon itu menilai pasal larangan kampanye di tempat ibadah dan penjelasannya di UU 7/2017 tentang Pemilu kontradiktif sehingga merugikan hak konstitusional mereka.
Dalam sidang perdana yang digelar, Kamis (6/7), duo penggugat yang didampingi tim kuasa hukum dari Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) PDIP itu meminta MK mempertegas soal aturan larangan kampanye di tempat ibadah itu.
Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu menyatakan, "Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang: h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat Pendidikan."
Namun, menurut pemohon, materi pasal itu justru bertentangan dengan bagian penjelasan. Pada penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu tercantum, "Fasilitas pemerintah, tempat Ibadah, dan tempat Pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan."
Salah satu anggota kuasa hukum pemohon, Donny Istiqomah mengatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu telah menghalangi atau mengurangi hak para Pemohon untuk mendapatkan keadilan substantif dalam memilih.
"Dampaknya buat pemohon secara konstitusional. Potensi kerugiannya, pertama, untuk Ong, ini agamanya Buddha dalam konteks kampanye di tempat ibadah itu setidaknya ada ketidakadilan," ujar Donny dalam sidang seperti dikutip dari situs MK.
Khawatir pada izin kampanye di fasilitas pemerintah dan umum
Donny juga menyoroti soal aturan soal kampanye di fasilitas pemerintah. Ia mengatakan Ong khawatir pemerintah sulit netral kepada semua peserta pemilu jika aturan tersebut berlaku.
"Dibukanya peluang penggunaan fasilitas pemerintah dikhawatirkan presiden atau kepala daerah memberi fasilitas kepada partai politik peserta pemilu yang menjadi pengusung dan pendukungnya saja," tutur Donny.
Donny mengatakan penggunaan fasilitas umum sebagai tempat kampanye akan membuat penguasa tak netral hingga menimbulkan persepsi negatif terhadap proses politik.
"Dengan demikian, kampanye pemilu perlu diadakan di ruang-ruang yang netral dan non-religius untuk mendorong partisipasi maksimal dari seluruh anggota masyarakat," kata Donny.
Terkait tempat pendidikan yang menjadi area kampanye, Ong menilai aturan tersebut berpotensi membuat pendidik tak netral. Padahal, kata dia, tempat pendidikan bertugas mencerdaskan bangsa.
"Para pendidik seharusnya bersikap netral atau tidak berpihak kepada kekuasaan politik tertentu. Kampanye di tempat pendidikan jelas berpotensi membagi institusi-institusi pendidikan ke dalam berbagai aliran politik," ucapnya.
Dalam petitum, para pemohon juga meminta MK menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf f UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Sumber: cnn