GELORA.CO - Juru bicara Anies Baswedan Hendri Satrio (Hensat) mengaku tidak ada yang salah dengan politik identitas yang kemungkinan besar bakal dimainkan calon tertentu pada Pilpres 2024 mendatang.
Menurutnya politik identitas yang ditakutkan sejumlah pihak itu justru menjadi hal yang wajar di Indonesia. Dia mengatakan di negara yang mayoritasnya adalah umat muslim ini, par calon presiden bakal melakukan berbagai cara untuk menggaet pemilih muslim, salah satu cara paling efektif adalah lewat politik identitas.
"Politik identitas. Indonesia ini kan niscayaan politik identitas, sebagian besar pemilik suara ini adalah umat muslim, maka wajar kalau capres, parpol, semuanya ngejar suara umat muslim. Caranya gimana, mereka berpakaian seperti umat muslim, berlagu berlaga seperti umat muslim supaya apa, supaya dapat,"kata Hensat dalam sebuah wawancara dengan Refly Harun dilansir Populis.id Selasa (4/7/2023).
Dia kemudian menyinggung logo Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memakai ka’bah sebagai lambang resmi parpol tersebut. Dia bilang itu adalah bagian dari politik identitas.
"Salah enggak, ya gak salah. Kalau dibilang salah, tunjuk partai yang namanya PPP kurang politik identitas apa dia, dia pasang Ka'bah di logo dia," ucapnya.
Tak hanya logo dan atribut partai politik Hensat juga mengungkit pernyataan ketua umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo yang menyebut masyarakat Tionghoa akan mendukung Calon Presiden (Capres) pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Kemarin kan Pak Hary Tanu tuh ngomong, Tionghoa tegak lurus, beberapa kawan Tionghoa ngomel juga, terus ada beberapa wartawan nanya 'Bang itu rasis bukan', saya bilang bukan, itu adalah contoh politik identitas," ungkap Hensat.
Hensat mengatakan, selama tidak dipelintir dan digunakan sesuai fungsinya politik identitas sama sekali tidak menyalahi peraturan.
"Politik identitas itu tidak salah selama tidak menggunakan reward dan punishment. Maksudnya gini, kalau pilih Mang Iwan, masuk surga, pilih nggak pilih bang Iwan masuk neraka, itu reward punishment. Itu jangan tuh. Tapi kalau dipake gitu aja ya gapapa," paparnya.
"Orang bahasanya masih Jawa pilih Jawa, Sunda pilih Sunda, tapi jangan begini, kalau Anda Jawa, Anda nggak pilih Jawa, saya keluarkan dari keluarga, ya jangan begitu. Itu yang nggak boleh,” tambahnya memungkasi.
Sumber: populis