GELORA.CO - Pilpres 2024 potensi mengulangi dua kali suksesi nasional sebelumnya yang hanya diikuti dua kontestan. Pada dua kali pilpres yang tarung Jokowi melawan Prabowo Subianto, pada Pilpres 2024 terbuka kemungkinan Ganjar Pranowo Vs Prabowo.
Peneliti BRIN, Lili Romli menganggap kemungkinan tersebut terbuka melihat pergerakan parpol-parpol sekarang ini. Ada kegamangan dipicu rendahnya elektabilitas ketum parpol sementara parpol butuh efek ekor jas untuk mampu menempatkan wakil di parlemen.
"Bisa jadi dengan kondisi seperti itu, ada dua poros saja, seperti pada pilpres 2019," kata Lili, di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Kemungkinan pilpres hanya diikuti Ganjar dan Prabowo bisa dibaca dari penjajakan parpol-parpol. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) maupun Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), tak mampu mendapatkan amunisi tambahan dengan bergabungnya partai lain.
Gerindra dan PKB yang tergabung dalam KIR hingga kini belum deklarasi capres secara resmi. Sementara PKB aktif cawe-cawe dengan Golkar maupun PDIP.
KIB yang secara de facto sudah ditinggal PPP yang merapat ke PDIP mendukung Ganjar Pranowo seolah lanjut segan, bubar gengsi. Golkar dan PAN masih mencari tempat berlabuh kendati gabungan kursi keduanya di parlemen sudah memenuhi ambang batas mengusung capres-cawapres.
KPP mengalami tren penurunan elektabilitas. Nasdem, Demokrat dan PKS butuh sosok cawapres yang bisa diterima secara internal dan mampu memperkuat elektabilitas Anies. Belakangan, Demokrat membuka komunikasi dengan PDIP.
Manuver PDIP membuka komunikasi dengan partai-partai di luar kerja sama pengusung Ganjar Pranowo turut menentukan. PDIP aktif berkomunikasi dengan PKB bahkan Demokrat. Kalau Golkar, PAN dan PKB pada akhirnya bergabung praktis dengan poros PDIP praktis menyisakan Prabowo menjadi salah satu kandidat terkuat. Sedangkan Anies, potensi ditinggal anggota KPP melihat rendahnya tren elektabilitas.
"Selain PDIP, partai-partai yang lain tidak cukup untuk maju sendiri, mengharuskan untuk koalisi. Sedangkan parpol-parpol menginginkan agar ketuanya sebagai cawapres, sementara elektabilitasnya relatif kecil. Atas dasar itu, capres yang ada ingin agar cawapresnya yang memiliki elektabilitas, yang bukan dari para ketum partai," kata Lili.
Dia menyayangkan apabila pilpres kembali diikuti dua pasangan calon saja. Sebab, dengan kondisi sekarang ini seharusnya parpol percaya diri mengusung ketum menjadi pasangan capres-cawapres hingga menghadirkan tiga atau empat kontestan.
"Sesungguhnya, mestinya, bisa tiga atau empat pasangan. Golkar dengan PAN, PKB dengan Gerindra, Nasdem dengan PKS dan Partai Demokrat, serta PDIP dengan PPP," ujarnya.
Sumber: akurat