GELORA.CO - Pakar Geologi dan Geoteknik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Danny Hilman Natawidjaya, memastikan aktivitas pertambangan, seperti pengeboran, tidak memicu terjadinya gempa. Dia juga menyebut, tidak ada larangan ihwal pembangunan konstruksi di patahan bumi.
Hal ini disampaikan Danny Hilman saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan terhadap Izin Lingkungan yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
"Tindakan pengeboran maupun kegiatan peledakan dalam suatu kegiatan pertambangan tidak dapat memicu terjadinya gempa," katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima Rabu (12/7/2023).
Dalam sidang itu, majelis hakim mempertanyakan dasar pernyataan Danny Hilman. Ketua Kelompok Kerja Geologi di Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGeN) ini menjelaskan, gempa tektonik terjadi karena akumulasi energi elastic di dalam lempeng bumi. Bahkan, katanya, para ahli kegempaan dalam mengkaji potensi gempa justru melakukan pengeboran persis di titik zona patahan/sesar.
Hakim juga mempertanyakan apakah waktu terjadinya pergeseran lempengan dapat diperkirakan.
"Itu yang perlu dipelajari karena terdapat siklus alam, dengan teknologi modern yang dimiliki saat ini sekalipun, masih sangat sulit untuk memprediksi secara akurat," kata Danny Hilman.
Menjawab pertanyaan dari kuasa hukum penggugat mengenai gempa picuan, Danny menjawab bahwa gempa picuan terjadi sebagai akibat dari gempa yang terjadi lebih dulu di lokasi lain.
Kembali ditegaskan aktivitas manusia tidak akan dapat memicu terjadinya gempa, termasuk kegiatan pertambangan tidak dapat mempengaruhi potensi atau memicu terjadinya gempa di suatu titik. Gempa picuan bergantung pada seberapa besar energi yang sudah terakumulasi secara alamiah dalam zona patahan gempa.
Danny Hilman juga mengatakan, tidak ada larangan untuk membangun konstruksi di atas patahan. Hal ini juga berkaca pada banyaknya perusahaan di Indonesia yang sudah mendirikan bangunan di wilayah yang berpotensi gempa, termasuk bendungan dan terowongan bawah tanah, yang dekat dengan patahan atau sesar.
Hanya saja, peneliti ahli utama di BRIN ini menegaskan, pembangunan itu dilakukan dengan syarat konstruksi tersebut dibangun sesuai standar kualitas bangunan dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah, untuk memastikan kekuatan struktur bangunan mampu mengantisipasi potensi gempa.
Sumber: indozone