GELORA.CO - Sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyalahkan tim penyidik/penyelidik dalam operasi tangkap tangan (OTT) pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dinilai keterlaluan.
Mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan mengatakan, OTT yang dilakukan tim penyelidik/penyidik KPK dan menciduk anak buah Kabasarnas dari kalangan TNI sudah benar.
"OTT sudah benar, tetapi pimpinan KPK salahkan penyelidik itu keterlaluan," kata Novel saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/7/2023).
Menurut Novel, pimpinan KPK seharusnya sudah mengetahui bahwa OTT terkait dugaan suap di Basarnas bisa menjerat beberapa anggota TNI yang ditugaskan di lembaga itu.
Namun, kata Novel, justru ada pimpinan KPK yang pergi dan melakukan kegiatan lain, seperti meresmikan gedung badminton saat penetapan tersangka.
Adapun pimpinan KPK yang meresmikan gedung badminton saat ada penanganan OTT yakni Ketua KPK Firli Bahuri.
"Melakukan kegiatan yg bukan tugas pimpinan KPK seperti meresmikan gedung, dan bermain badminton," kata Novel.
Ia mengkritik keras sikap pimpinan KPK yang justru menyalahkan penyelidik/penyidik itu.
Menurut dia, setiap kasus yang ditangani lembaga antirasuah sudah melalui proses yang detail oleh pimpinan dan pejabat struktural KPK.
"Ekspose dihadiri oleh pimpinan KPK. Diawali dengan penyelidik melaporkan fakta-fakta, ditangapi oleh pimpinan, penyidik, penuntut dan pejabat struktural penindakan KPK," ujar Novel.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut tim penyelidiknya khilaf karena menciduk pejabat Basarnas dari kalangan militer yang diduga menerima suap.
Pejabat dimaksud adalah Letkol Adm Afri Budi Cahyanto selaku Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas.
KPK kemudian menetapkan Afri dan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka.
Menurut Tanak, seharusnya KPK menyerahkan Henri dan Afri kepada pihak TNI.
Ia pun kemudian menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan jajarannya.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggita TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (28/7/2023).
Sebelumnya, KPK menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan orang kepercayaannya, Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas. Ia juga merupakan prajurit TNI Angkatan Udara (AU) berpangkat Letkol Adm.
Mereka diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023 dari berbagai pihak. KPK juga menetapkan tiga pihak swasta sebagai tersangka
Sebagian dari terduga penyuap itu adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Mereka memberikan uang sekitar Rp 5 miliar kepada Henri melalui Afri karena ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan peralatan di Basarnas.
Pengusutan dugaan korupsi di Basarnas diungkap ke publik setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023).
Sementara itu, Henri menyatakan siap bertanggung jawab atas kebijakannya sebagai Kepala Basarnas.
Ia mengaku uang yang diterima melalui Afri bukan untuk kebutuhan pribadi melainkan kantor.
“Tujuannya memang untuk itu,” ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com.
Dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, pihak TNI menilai KPK tidak melakukan penetapan hukum Henri dan Afri tidak sesuai prosedur.
Sumber: kompas