Muncul Matahari Kembar di PDIP, Ada yang Loyal ke Jokowi, Kader Senior Coba Lepaskan Belenggu Megawati

Muncul Matahari Kembar di PDIP, Ada yang Loyal ke Jokowi, Kader Senior Coba Lepaskan Belenggu Megawati

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga melihat kunjungan Budiman Sudjatmiko ke kediaman Prabowo Subianto tidak sekedar kunjungan. Menurutnya kunjungan itu menyiratkan dukungan untuk Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.

"Kader PDIP yang secara tersirat mendukung Prabowo Subianto kian bertambah. Sebelumnya dukungan itu dinyatakan Effendi Simbolon, sekarang giliran Budiman Sudjatmiko," kata Jamiluddin kepada wartawan, Kamis (20/7/2023).

Jamiluddin mengatakan penegasan Budiman semakin menguatkan adanya perpecahan di internal PDIP dalam mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Menurutnya kekinian kader senior PDIP semakin berani menunjukkan sikap berbeda dengan capres yang diputuskan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.


Ia menduga kader PDIP secara terbuka memberikan sikap berbeda dengan Megawati disebabkan dua hal. Pertama, sebagian kader senior sudah tidak lagi sepenuhnya mematuhi keputusan Megawati.


"Kelompok ini sudah dapat keluar dari belenggu superior Megawati. Karena itu, mereka dapat melihat keputusan Megawati lebih jernih dan kritis. Akibatnya, mereka tidak lagi mengaminkan semua keputusan Megawati, termasuk keputusan Ganjar Pranowo sebagai capres," tutur Jamiluddin.

Sebab kedua, diduga Jamiluddin lantaran muncul matahari kembar di PDIP. Dua matahari tersebut adalah Megawati dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Keberadaan matahari kembar itu mengakibatkan tingkat keloyalan kader terbagi, ada yang loyal ke Megawati tetapi ada pula yang loyal kepada Jokowi.


"Bisa jadi, kader PDIP yang tidak mendukung Ganjar lebih loyal ke Jokowi. Mereka lebih menunggu arahan Jokowi daripada mengikuti keputusan Megawati," kata Jamiluddin.

Nantinya, keberadaan matahari kembar itu bukan tidak mungkin melemahkan kepemimpinan Megawati di PDIP.

"Sebagian kader PDIP tidak lagi tegak lurus atas keputusan Megawati. Akibatnya mesin partai tidak maksimal mengamankan keputusan Megawati," kata Jamiluddin.

"Kalau hal itu benar terjadi, maka peluang Ganjar menang pada Pilpres 2024 akan kecil. Keinginan PDIP hattrick bisa jadi hanya tinggal mimpi," sambungnya.


Indikasi Perpecahan

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC), Khoirul Umam melihat ada indikasi perpecehan di internal PDI Perjuangan menyisul kunjungan Budiman Sudjatmiko ke kediaman Prabowo Subianto.

Menurutnya kedatangan Budiman pada Selasa (18/7) ke Kertanegara itu mengindikasikan kian terpecahnya barisan internal PDIP yang tengah mengusung Ganjar Pranowo.


"Di saat yang sama, statement Budiman yang menggarisbawahi tentang pentingnya pemimpin militer, senior dan berpengalaman mengadapi ketidakpastian global, juga menyiratkan secara jelas dukungan politiknya pada pencapresan Prabowo di Pilpres 2024 mendatang," tutur Umam dalam keterangannya, Kamis (20/7/2023).


Umam mengatakan manuver Budiman berkunjung ke Ketua Umum Partai Gerindra tampaknya betul-betul di luar kontrol PDIP.

Umam memandang Budiman melakukan manuver sebagai reaksi atas upaya pihak-pihak tertentu di internal PDIP yang mencoba meminggirkan peran Budiman di PDIP.


"Hal itu diindikasikan oleh tidak diberikannya posisi pencalegan yang layak bagi Budiman, dan dirinya juga tidak dilibatkan dalam tim pemenangan pencapresan Ganjar Pranowo. Karena itu, Budiman merasa tidak punya beban dan memilih untuk menjadi 'partikel bebas' yang seolah tidak ingin didikte oleh aturan organisasi konstitusi partai PDIP," kata Umam.

Umam berujar merapatnya Budiman ke Prabowo sekaligus menunjukkan sinyal semakin kuat konsolidasi kalangan mantan aktivis 98 di lingkaran Prabowo.

"Hal ini tentu unik sekaligus ironis. Unik karena Prabowo akhirnya bisa meyakinkan simpul-simpul jaringan kekuatan yang dulu sangat efektif mendegradasinya di Pilpres 2014 dan 2019. Tapi juga ironis karena sejarah Reformasi 1998 juga mewariskan tanggung jawab moral perjuangan kepada jaringan aktivis 98 yang kini bertransformasi jadi politisi dan sel-sel relawan itu," tutur Umam.



"Tentunya manuver ini akan memantik kekecewaan besar dari masyarakat yang masih peduli sejarah reformasi, namun nature politik hari ini memang telah berubah," tandasnya.

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita