Mahfud MD Lebih Layak Jadi Cawapres Anies Dibanding Yenny Wahid

Mahfud MD Lebih Layak Jadi Cawapres Anies Dibanding Yenny Wahid

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pegiat media sosial Lukman Siamndjuntak menilai Menkopolhukam Mahfud MD lebih layak menjadi calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan dibanding  putri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid.

Pasalnya Yenny Wahid mempunyai sejumlah kekurangan untuk menjadi cawapres Anies Baswedan, yaitu gagal mengambil alih PKB dan membesarkan partai bentukannya, Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB).

Selain itu,  Yenny Wahid terlihat anti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), karena ia pernah hanya mengizinkan kader dari PKBIB pindah ke luar parpol selain PKB dan PKS, dan kemudian rekam jejaknya mendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Yenny kurang menjual sebagai cawapres Anies, yang bersangkutan gagal ambil alih PKB dari Cak Imin, gagal besarkan PKBIB, anti PKS & rekam jejak dukung Ahok-Jokowi," ungkap Lukman.

Sehingga menurutnya yang lebih cocok mendampingi Anies untuk mengambil suara Nahdatul Ulama (NU) yaitu Mahfud MD atau Wakil Sekretaris BPET MUI Gus Najih.

"Mahfud MD lebih layak kalau mau ambil suara NU (Jatim) meski kadang statemennya "menyengesengsangrangkan" atau bisa juga Gus Najih," ucapnya dikutip WE NewsWorthy dari Twitter pribadinya, Kamis (13/7).

Sementara itu, Yenny Wahid sempat menjawab kabar kemunculan namanya menjadi calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan pada Pemilu 2024 mendatang. Ia pun mempertanyakan apakah memang Anies sudah pasti bisa mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres).

"Memangnya mas Anies Baswedan sudah pasti bisa nyalon belum tentu juga. Memangnya Pak Prabowo sudah pasti bisa nyalon belum tentu juga, ini semua masih jauh, Belandanya masih jauh, santai dulu ngopi-ngopi wae," ujar Yenny di UGM, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). 

Ia pun menganalogikan politik Indonesia seperti jualan barang. Suatu barang akan sulit terjual jika tidak ada perusahaan yang mau menjual barang tersebut.

"Kalau politik itu tidak bisa hanya kita yang menentukan, karena di Indonesia itu kaya jualan barang, barangnya ada, perusahaannya nggak ada, susah mau jualan, tapi ada juga PT-nya ada, barangnya dianggap nggak layak jual, akhirnya harus cari barang di luar itu," kata dia. 

Sumber: newsworthy
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita