Luhut Minta Lahan Sawit Ilegal di Hutan di Ampuni, Partai Buruh: Diskriminasi Kebijakan!

Luhut Minta Lahan Sawit Ilegal di Hutan di Ampuni, Partai Buruh: Diskriminasi Kebijakan!

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Partai Buruh buka suara soal rencana Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menkomarinves) Luhut Binsar Panjaitan melakukan pemutihan atau pengampunan 3,3 juta hektare lahan sawit yang berada di kawasan hutan. Menurut Partai Buruh, pengampunan lahan sawit ilegal itu berpotensi memperuncing jurang diskriminasi kebijakan. 

"Pengampunan sawit korporasi di kawasan hutan menunjukan pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha besar," kata Ketua Bidang Reforma Agraria dan Kedaulatan Pangan Partai Buruh, Angga Hermanda melalui keterangan persnya, Jumat 7 Juli 2023. 

Angga mengatakan, pemerintah semestinya menegakkan hukum, bukan berkompromi dengan korporasi melalui pengampunan. Karena tidak semua kasus yang terjadi dapat diselesaikan secara sama rata dengan pemutihan.  

"Partai Buruh berpendapat pemutihan bukanlah solusi, sebab jenis penguasaan kebun sawit dalam kawasan hutan beragam, tidak bisa disamaratakan," kata Angga. 

Sawit ilegal dinilai sebabkan konflik agraria hingga merusak lingkungan hidup

Apalagi, lanjut Angga, perkebunan sawit korporasi dalam kawasan hutan turut menyumbang angka konflik agraria, merusak lingkungan hidup, dan mengancam keanekaragaman hayati.  

"Partai Buruh tidak anti sawit. Namun anti terhadap sistem pertanian monokultur skala luas, pengelolaan perkebunan yang tidak adil, dan ketimpangan penguasaan tanah yang menyulut konflik agraria," jelas Angga.

Moratorium izin perkebunan sawit, tapi.... 

Angga menyatakan, meskipun pemerintah telah melakukan moratorium izin perkebunan sawit pada 2018-2020, nyatanya di lapangan pertumbuhan area perkebunan sawit terus bertambah. Bahkan, menurut dia, pertambahan area tersebut lebih luas dibandingkan dengan area perizinan yang terdaftar.

Fakta itu, menurut dia, sejalan dengan pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menunjukan luas lahan perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan sudah mencapai 3,3 juta hektare. Sementara 2,6 juta hektare diantaranya diduga tanpa menggunakan proses permohonan kepada pemerintah.  

"Nahasnya penindakan terhadap keterlanjuran tanaman sawit di dalam kawasan hutan ini, terutama yang dilakukan oleh korporasi bukan ditertibkan melainkan diperlunak dengan hanya dikenai sanksi adminsitratif," lanjut Angga. 

Untuk itu, kata Angga, Partai Buruh secara tegas menolak keras rencana pemutihan lahan sawit tersebut dan menuntut tanah 3,3 juta hektare tersebut dijadikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) kepada petani, masyarakat adat, dan masyarakat desa sekitar hutan.  

"Tuntutan ini sesungguhnya akan membantu capaian target 9 juta hektare Reforma Agraria pemerintah, terutama yang berasal dari pelepasan kawasan hutan yang saat ini bisa dikatakan jalan ditempat," kata Angga. 

Rencana pemutihan sawit ilegal

Sebelumnya, hasil audit industri kelapa sawit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukan adanya 3,3 juta hektare lahan sawit yang berada dalam kawasan hutan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan lahan tersebut akan dilegalkan atau diputihkan sesuai dengan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.  

"Ya (diputihkan). Mau kita apa kan lagi? Masa mau kita mau copot (tanamannya). Ya pakai logika saja, kita putihkan terpaksa," ujar Luhut usai konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat pada Jumat, 23 Juni 2023.  

Dia menjelaskan masalah ini harus diselesaikan sesuai mekanisme Pasal 110A dan 110B Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Dalam beleid tersebut, perusahaan yang kegiatan usahanya sudah terbangun di wilayah hutan produksi, bisa mengajukan pelepasan atau pemutihan.  

Artinya, Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, korporasi bisa tetap beroperasi setelah membayar denda administratif. Alhasil, perusahaan yang memiliki lahan sawit di kawasan hutan tersebut menjadi legal asalkan menyetor pajak sesuai yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

Sumber: tempo
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita