Kesepakatan Jokowi-Xi Jinping Diam-diam Memiliki Potensi Risiko Laten Ekonomi Indonesia, Apa Saja?

Kesepakatan Jokowi-Xi Jinping Diam-diam Memiliki Potensi Risiko Laten Ekonomi Indonesia, Apa Saja?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


OLEH: ACHMAD NUR HIDAYAT
SEPULUH tahun kemitraan strategis komprehensif Indonesia-China dirayakan dengan pertemuan bilateral di Chengdu, China pada 27 hingga 28 Juli 2023 kemarin.

Pertemuan tersebut atas inisiatif Presiden Xi Jinping yang mengundang presiden dan jajaran kabinetnya menikmati jaringan metro dan kebesaran bangunan di Kota Chengdu, Provinsi Sichuan.





Kota Chengdu dipilih, bukan Beijing karena transportasi di kota tersebut terbilang handal dan kota tersebut memiliki New Century Global Center, bangunan terluas di dunia dengan floor area sekitar 1,7 juta meter persegi.

Kota Chengdu dipilih agar Presiden Jokowi terkesan dengan pembangunan kota, infrastruktur jalan dan kemegahan bangunan terluas di dunia.

Presiden Xi Jinping sangat cerdas karena mengetahui ambisi Presiden Jokowi ingin memiliki IKN, namun belum punya investor dan tata kota barunya.

Seolah China siap menjadi mitra strategis jangka panjang Indonesia dalam membangun IKN, Xi Jinping dan Jokowi sepakat dengan 8 kesepakatan ekonomi.

8 Kesepakatan Ekonomi Tanpa Kehadiran Menteri Urusan Ekonomi

Meski minus kehadiran para Menteri Koordinator Kebijakan Ekonomi, Menteri Keuangan dan Bappenas, kesepakatan tersebut cukup komprehensif.

Di antara kesepakatannya adalah Protokol tentang Persyaratan Pemeriksaan dan karantina untuk Ekspor Serbuk Konjac dari Indonesia ke Tiongkok, Protokol tentang Persyaratan Phytosanitary untuk Ekspor Tabasheer dari Indonesia ke Tiongkok, Rencana Aksi Kerja Sama Bidang Kesehatan, dan Nota Kesepahaman tentang Pusat Penelitian dan Pengembangan Bersama.

Lalu, Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Perencanaan Berbagi Pengetahuan dan Pengalaman terkait Pemindahan Ibu Kota Baru Indonesia, Nota Kesepahaman tentang Peningkatan Kerja Sama Indonesia-Tiongkok "Two Countries, Twin Parks, Nota Kesepahaman tentang Pendidikan Bahasa Tiongkok, dan terakhir Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Ekonomi dan Teknis.

Kesepakatan Ekonomi XI-Jokowi: Banyak Pujian Namun Mengandung Risiko Laten Ekonomi

Pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Republik Rakyat China (RRC) Xi Jinping pada Kamis, 27 Juli 2023, di Hotel Jinniu, Chengdu, China menarik perhatian karena pujian dari pihak pemerintah atas dukungan China terhadap kepemimpinan Indonesia di ASEAN.

Setelah mendengar pujian dari Presiden Jokowi terhadap dukungan China atas keketuaan Indonesia di ASEAN, sangat penting untuk lebih cermat menyelidiki hubungan Indonesia dengan China.

Terlalu bergantung pada China bisa menimbulkan risiko besar bagi Indonesia karena masalah keamanan dan kestabilan yang melibatkan China dalam beberapa tahun terakhir.

Selain itu, klaim Presiden Jokowi tentang "kemajuan konkret" dalam kerja sama Indonesia dan China, terutama setelah G20 di Bali pada tahun sebelumnya, juga menimbulkan banyak keraguan. Ada beberapa pertimbangan kritis mengenai hubungan ini yang mungkin memiliki risiko riil yang harus dihadapi.

Perlu adanya bukti yang lebih transparan dan konkret mengenai manfaat nyata dari kerja sama ini. Indonesia seharusnya tidak boleh mengorbankan kepentingan nasional hanya untuk memenuhi ambisi China menjadi ekonomi berpengaruh di dunia tanpa memastikan kesepakatan bilateral tersebut memberikan keuntungan yang jelas bagi Indonesia.

Misalnya publik melihat kepentingan ekonomi China dalam mendominasi hilirisasi nikel telah merugikan publik karena tenaga kerja yang digunakan bukan mayoritas bangsa Indonesia.

8 Kesepakatan Ekonomi Xi-Jokowi baru tersebut perlu dilihat dengan cermat karena pengalaman sebelumnya kesepakatan ekonomi dengan China telah melahirkan banyak persoalan ekonomi dan sosial seperti utang baru seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan penolakan tenaga kerja pribumi di smelter hilirisasi nikel China di Sulawesi dan Maluku.

Ada tiga kehati-hatian Indonesia dalam kesepakatan ekonomi dengan China tersebut.

Pertama, kehati-hatian dalam menjaga stabilitas kawasan, pemerintah harus tetap kritis dan berhati-hati dalam mengelola dukungan China terhadap Indonesia dalam kepemimpinan ASEAN. Pastikan bahwa kepentingan nasional dan kedaulatan Indonesia tidak terkompromi.

Kedua, pemerintah harus lebih terbuka dan transparan dalam menyajikan bukti konkret mengenai manfaat nyata dari kerja sama dengan China. Diperlukan kajian yang mendalam untuk menghindari potensi risiko yang mungkin timbul dari kesepakatan bilateral.

Ketiga, pemerintah harus memastikan bahwa kemitraan dengan China memberikan keuntungan ekonomi dan sosial yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Prinsip kesetaraan dan kepentingan nasional harus dijunjung tinggi agar keuntungan dari kemitraan ini dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Hubungan Indonesia dengan China harus dihadapi dengan kewaspadaan tinggi dan keberanian untuk memaparkan risiko jangka panjang yang akan dihadapi Indonesia.

Dalam menghadapi potensi risiko tersebut, pemerintah harus bertindak lebih transparan, kritis, dan berpihak pada publik banyak dalam menjalankan kesepakatan dengan China agar Indonesia dapat menjalankan hubungan yang seimbang dan saling menguntungkan tanpa mengorbankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya. 

(Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita