GELORA.CO - Kasus penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka korupsi tender proyek di Basarnas memicu tarik ulur antara hukum TNI dengan hukum sipil melalui KPK.
Adapun polemik tersebut bermula ketika Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi ditetapkan KPK melalui (OTT) pada Selasa (25/7/2023).
Sontak, TNI melalui Danpuspom TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko menyatakan keberatan mereka dan mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jumat (28/7/2023).
TNI keberatan lantaran Henri diproses melalui hukum sipil, padahal ia merupakan Perwira TNI aktif.
Lantas, timbul polemik di tengah publik yakni perdebatan apakah Henri hanya bisa diusut melalui hukum militer, atau KPK memiliki wewenang khusus sebagai lembaga antirasuah untuk mengusut sang Kabasarnas.
Kacamata hukum TNI terhadap kasus Henri
Agung datang ke Kantor KPK berbekal dasar hukum perundang-undangan untuk mengecam langkah KPK menetapkan Henri sebagai tersangka melalui hukum sipil.
Adapun dasar hukum yang ditekankan oleh Agung yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Aturan tersebut menegaskan bahwa yang berwenang untuk memproses seorang prajurit TNI kala diduga melanggar hukum hanya atasan yang berhak menghukum (Ankum), Polisi Militer, dan Oditur Militer,
Agung meminta agar KPK menaati prosedur tersebut lantaran TNI memiliki aturan baku untuk mengadili para anggotanya.
"Kami punya ketentuan sendiri punya aturan sendiri namun pada saat pers konpers ternyata statement itu kelur bahwa Letkol ABC (Afri Budi Cahyanto) maupun Kabasarnas (Henri) ditetapkan sebagai tersangka," ucap Agung di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (28/7/2023).
Alhasil, Henri dan Afri harus diadili melalui mahkamah militer dan lembaga sipil seperti KPK tak memiliki wewenang untuk mengusut kedua perwira militer itu.
KPK sebenarnya punya 'senjata' buat usut Henri dan Afri
Kendati TNI telah menyatakan hanya elemen militer yang bisa mengusut Henri dan Afri, KPK ternyata punya wewenang istimewa yang dapat memiliki kedudukan hukum yang kuat.
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2022 tentang KPK memberikan status independensi bagi KPK.
UU KPK Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 memberikan wewenang bagi KPK untuk mengusut seluruh pejabat tanpa pandang bulu, termasuk militer sekalipun.
Sebelumnya, pada Pasal 1 Undang-undang KPK bahkan memasukan TNI ke kategori pejabat negeri yang dapat diusut oleh KPK.
Pasal 65 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia juga sebenarnya menyebutkan bahwa prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
Sumber: suara