OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO
PERBEDAAN sikap dalam Pilpres 2024 membuat Partai Nasdem semakin tersingkir dari koalisi pemerintah. Surya Paloh sebagai nakhoda partai menolak mengikuti arah tujuan Presiden Joko Widodo. Sebaliknya, mereka justru mengusung kandidat yang dikenal sebagai antitesa sang presiden, yaitu Anies Baswedan.
Berbeda dengan partai koalisi lain yang masih menunggu arahan dan seolah menjanjikan “tegak lurus” dengan presiden, Nasdem seperti biasa melakukan inisiatif awal dalam mengusung capres. Hal yang sebenarnya sama dilakukan saat mendukung Jokowi, Nasdem menempatkan diri di barisan terdepan. Dan memang begitulah Nasdem, selalu awal dalam memberi dukungan calon karena merasa yakin sang calon akan membawa semangat restorasi dan menang.
Di satu sisi, Surya Paloh telah berulang kali menyatakan kesetiaan partainya dalam mengawal pemerintahan Joko Widodo hingga berakhir pada 2024. Namun demikian, dia menekankan bahwa urusan pilpres sepenuhnya adalah kewenangan partai. Atas alasan itu, Partai Nasdem tidak ikut terlibat saat partai-partai koalisi melempar wacana untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi. Nasdem juga tidak mau menyerahkan kedaulatan partai kepada Jokowi dalam menentukan siapa yang akan didukung untuk pilpres.
Nasdem tegas menyatakan mereka mendukung Anies Baswedan. Bahkan kemudian menggalang partai non-koalisi untuk bersama-sama mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Tidak tanggung-tanggung, koalisi bersama dengan Demokrat dan PKS itu dinamai Koalisi Perubahan. Teranyar ditambah akhiran “untuk Persatuan” di akhir nama koalisi. Ada pesan bahwa Nasdem ingin melakukan perubahan atas apa yang telah dikerjakan Jokowi dan hasilnya belum memuaskan bagi mereka. Mereka juga menggandeng partai-partai yang selama ini tidak diajak Jokowi masuk kabinet.
Genderang Perang Dimulai
Kemarin, Minggu (16/7), Partai Nasdem menggelar Apel Siaga Perubahan. Ratusan ribu kader diklaim datang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Menarik dari gelaran ini adalah, Presiden Joko Widodo tidak diundang Nasdem. Alasannya, karena acara digelar untuk konsolidasi internal partai.
Namun demikian, seluruh ketum koalisi pendukung Anies datang. Agus Harimurti Yudhoyono dan Ahmad Syaikhu tampak berpose bareng Surya Paloh dan Anies Baswedan, seolah pertanda siap melakukan perubahan negeri. Sementara dari partai luar koalisi, ada elite dari Partai Golkar yang hadir. Partai yang dulu menjadi cikal bakal Nasdem dan saat ini belum menyatakan kepada siapa dukungan pilpres akan diberikan.
Apa yang diprediksi sejumlah kalangan tampak jadi kenyataan. Surya Paloh memanfaatkan panggungnya untuk menabuh genderang perang dengan Presiden Joko Widodo. Ada sejumlah kalimat dari Surya Paloh yang diarahkan kepada mantan walikota Solo tersebut.
Mula-mula sindirannya bersifat umum. Katanya, Indonesia saat ini semakin jauh dari budaya kegotongroyongan dan semangat kebersamaan. Indonesia berubah menjadi bangsa yang individualistik mengutamakan semangat keakuan, negara yang menghargai nilai-nilai transaksional-materialistik, dan serba pragmatis.
Lalu secara spesifik mengulas alasan Nasdem mendukung Joko Widodo saat Pilpres 2014. Pengakuan Surya Paloh, dirinya terkesan dengan Revolusi Mental yang diusung Jokowi. Dia setuju bahwa masalah mental adalah masalah yang besar bagi bangsa Indonesia. Gagasan ini, sambungnya, senapas, sebangun, dan sejalan dengan gerakan perubahan yang dimotori Nasdem.
“Dan itulah kenapa pada 2014, dengan seluruh energi kita dukung Jokowi sebagai presiden,” tegas Surya Paloh.
Namun, sambungnya, Nasdem kecewa lantaran hingga 10 tahun memimpin, Jokowi seperti gagal dalam melakukan gerakan revolusi mental tersebut.
Sementara dukungan kepada Anies, diberikan Nasdem karena mantan Mendikbud itu dianggap sosok yang menghormati pluralisme. Nasdem tidak ingin pluralisme hanya putus di bibir saja, tapi ingin jadi praktik kehidupan nyata. Penilaian ini tentu berbeda dengan yang digemborkan para pendengung bayaran atau BuzzerRp di media sosial. Di mana Anies dianggap sebagai “Bapak Politik Identitas”, karena kemenangan pada Pilkada 2017 dinilai turut melibatkan Aksi 212 yang menentang penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Jokowi Rombak Kabinet
Hanya butuh satu hari bagi Presiden Joko Widodo untuk membalas Surya Paloh. Pada hari ini, dia merombak komposisi Kabinet Indonesia Maju. Sorotan tertuju pada pos Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), yang sebelumnya diduduki Sekjen Nasdem, Johnny G. Plate. Lazimnya, pos itu dikembalikan kepada Partai Nasdem.
Tapi yang terjadi, Jokowi justru menempatkan Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) Arie Budi Setiadi sebagai Menkominfo pengganti Johnny Plate. Surya Paloh memang sempat ditanya soal pengganti Menkominfo. Secara diplomatis dia mengatakan bahwa itu adalah hak prerogatif Nasdem. Partainya tidak akan mengajukan nama jika memang tidak diminta oleh presiden.
Artinya, Jokowi sama sekali tidak mempersilakan Surya Paloh untuk mengajukan nama calon Menkominfo. Terbukti, Jokowi justru memilih orang dekatnya untuk menempati posisi tersebut.
Kini, Nasdem hanya menyisakan dua kader di kabinet. Dia adalah Siti Nurbaya sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Adapun nama terakhir terancam senasib dengan Johnny G. Plate karena sedang ada kasus di kementeriannya yang digarap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kini publik menunggu episode selanjutnya dari ketegangan Surya Paloh vs Jokowi. Siapakah yang mampu menjadi king maker Pilpres 2024. Apakah Jokowi dengan segala perangkat kuasanya, atau Surya Paloh dengan kekuatan partai dan media yang dimilikinya?