GELORA.CO - Juru bicara Anies Baswedan yang juga Anggota Tim 8 Koalisi Perubahan, Sudirman Said angkat bicara soal sorotan dan sejumlah catatan terhadap Jakarta International Stadium (JIS) oleh pemerintah pusat-
Menurut Sudirman, kini muncul pertanyaan mengapa pemerintah sulit sekali mengakui stadion JIS menyeruak di tengah publik.
“Kok pemerintah pusat seperti terus mencari-cari kekurangan? Masyarakat pasti memiliki pertanyaan yang sama, apa salahnya mengakui ada karya anak bangsa yang bermutu tinggi?” kata Sudirman dalam keterangannya, dikutip Kamis (6/7/2023).
Padahal dikatakan Sudirman banyak lembaga internasional, lembaga profesi dan pemain sepak bola internasional yang memberikan apresiasi pada kualitas stadion JIS. Sudirman tidak menampik jika kemudian ada pandangan di masyarakat bahwa polemik terkait JIS bernuansa politis. Pasalnya JIS merupakan peninggalan Anies Baswedan selama menjabat Gubernur DKI Jakarta.
“Persepsi demikian mau tidak mau terbentuk karena sudah didahului dengan berbagai peristiwa yang sejenis. Seperti yang terjadi pada Formula E semasa Anies, yang dipersulit, dikritik dan tidak diberi dukungan sponsor. Namun begitu Anies selesai (menjabat), menjadi program yang diminati banyak pihak dan banjir sponsor,” kata Sudirman.
Sudirman menyebut, selain Formula E, hal serupa juga terjadi pada trotoar dan jalur pesepeda yang dibongkar.
"Juga cerita sodetan Kali Ciliwung yang mengada-ada. Semuanya bukan didasari argument teknis dan profesional, tetapi didasari perspektif politik," kata Sudirman.
Sudirman juga melihat adanya aroma politis untuk meredukai keberhasilan Anies lewat pernyataan Menpora Dito Ariotedjo yang menyebut ada lima stadion berstandar FIFA di Indonesia, namun JiS tidak termasuk yang disebut.
“Apakah karena JIS yang membangun Anies lantas dipermasalahkan? Mengapa tidak memasalahkan stadion-stadion yang lain? Apakah JIS sedemikian bermasalah, sehingga tidak layak diajukan sebagai salah satu venue?” kata Sudirman.
Menurutnya penilaian terhadap JIS dikembalikan kepada FIFA untuk mengakhiri polemik.
“Serahkan segala sesuatu pada ahlinya," kata Sudirman.
Sudirman menyoroti juga rumput JIS yang disebut Menteri PUPR Basuki Hadimujono belum berstandar FIFA. Ia mengatakan pihaknya menghargai niat pemerintah untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan fasilitas olahraga, terlebih yang akan menjadi ajang perhelatan internasional.
“Tetapi akan elok bila aspek kompetensi dan otoritas menjadi pegangan. Dalam hal ini, bila mau menilai apakah sesuai standar FIFA atau tidak, ya sebaiknya penilaian dilakukan oleh FIFA sendiri, bukan oleh pejabat pemerintah," kata Sudirman.
Apalagi terkait urusan rumput stadion yang dianggap tidak sesuai standar. Menurutnya sorotan pemerintah pusat terhadap rumput JIS justru menimbulkan pertanyaan di publik.
"Publik bertanya, mengapa pejabat negara mendengarkan pandangan dari kontraktor rumput. Bukankah ini sinyal adanya benturan kepentingan, yang menjurus perilaku koruptif?" ujarnya.
Inspeksi Berlebihan
Juru bicara Anies Baswedan Surya Tjandra menilai inspeksi yang dilakukan pemerintah ke Jakarta International Stadium (JIS) sangat berlebihan.
Anggapan berlebihan itu seiring inspeksi yang menurut Surya hanya difokuskan ke rencana perbaikan rumput stadion. Padahal menurut dia rumout JIS serupa dengan rumput yang digunakna di banyak stadion internasional.
Ia memandang rencana pemerintah melalui Kementerian PUPR untuk renovasi rumput JIS yang memakan biaya hingga Rp 6 miliar dianggap berlebihan. Ia menganggap rencana renovasi JIS tersebut sebagai bagian dari rencana politisasi dibanding untuk pelaksanaan tuan rumah Piala Dunia U17.
“Bahkan tiba-tiba ada yang jadi ahli rumput hanya untuk menunjukkan kekurangan JIS. Jelas ini hanya ditujukan untuk politisasi capres Anies Baswedan” tulis Surya dalam keterangan dikutip Rabu (5/7/2023).
Dalam keterangannya, Surya turut menyoroti sikap dua menteri di pemerintah yang langsung mengundang kontraktor rumput untuk memeriksa rumput JIS. Padahal, kata Surya, seharusnya yang bisa menilai rumput JIS layak atau tidak adalah FIFA.
Ia mengatakan menjadi tidak etis ketika pihak yang memiliki kepentingan bisnis justru diminta untuk memberikan evaluasi.
“Yang jelas punya kepentingan bisnis. Jadi apa hasil evaluasinya bisa dipercaya? Secara metode kok bisa rumput yang di-sampling, justru yang di luar garis batas pertandingan?” kata Surya.
Ia merasa ada keanehan ketika proses evaluasi dan yang belum selesai, tetapi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sudah mebawa kontraktor dalam inspeksi JIS.
"Lebih parah lagi, baru sekali berkunjung tiba-tiba sudah keluar nilai proyek Rp 6 milyar. Ini mau perbaiki JIS atau mau cari proyek rumput?” kata Surya.
Berdasarkan informasi dan kabar yang diterima, Surya menyampaikan PT Jakarta Propertindo (JakPro) tidak diikutsertakan dalam inspeksi JIS. Kunjungan ke JIS justru diambil alih pemerintah pusat yang langsung menggandeng PT Karya Rama Prima.
“Jadi niatnya seperti memang mau bikin drama, bukan survei teknis. Sementara PT KRP kan kebanyakan bikin lapangan golf, lihat saja semua proyeknya lapangan golf. Satu lapangan bola terkenal cuma Gelora Bung Karno, jadi saya bingung kenapa dia bisa dapat GBK ya?” kata Surya.
Surya menjelaskan pembangunan JIS sepenuhnya dilakukan tenaga kerja anak bangsa dengan dibantu konsultan Buro Happold yang juga membangun Tottenham Hotspurs Stadium, di Inggris. Karena itu desain JIS tentu mengikuti standar dan FIFA Stadium Guideline yang juga digunakan di Tottenham Hotspurs Stadium.
Mengenai fasilitas parkir yang menjadi catatan JIS, Surya menegaskan bahwa FIFA stadium guideline tidak menyebut batas minimal parkir yang harus disediakan. Arahan umumnya adalah penggunaan transportasi publik dan modal split.
“JIS sendiri saat ini memiliki 1.200 parkir yang diprioritaskan untuk tim, penonton dengan disabilitas, VVIP dan undangan khusus. JIS juga didukung kantong parkir yang berada di area sekitar, seperti RS Sulianto Saroso, Kemayoran dan Ancol,” kata Surya.
Menurut Surya pemerintah perlu segera berhenti melakukan politisasi terhadap JIS. Ia menegaskan sikap politisasi JIS tidak hanya bertentangan dengan akal sehat, tetapi juga potensi penghamburan keuangan negara.
"Jangan sampai hanya karena syahwat kekuasaan yang berlebihan, kita merusak demokrasi dan terutama mendiskreditkan karya anak bangsa sendiri," tulis Surya.
Sumber: suara