Indonesia Pasca-Jokowi

Indonesia Pasca-Jokowi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


    
OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO
PILPRES 2024 tinggal hitungan bulan. Ada tiga nama bakal calon presiden (bacapres) yang sudah muncul di publik. 

Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo. Ketiganya kini sedang merakit kendaraan untuk bisa ikut menjadi peserta balapan menuju tahta RI 1.

Lalu apa yang akan mereka kerjakan saat terpilih?





Nyaris pertanyaan ini tidak pernah mendapat jawaban pasti. Tidak tergambar apa yang terjadi ketika nanti Prabowo, Anies, atau Ganjar memimpin negeri. Apakah Indonesia bisa semakin maju atau mundur, menjadi sulit untuk dianalisis.

Alasannya, karena publik justru disajikan dengan pagelaran gotak-gatik-gatuk pasangan capres-cawapres. Bahwa si A akan cocok berpasangan dengan si B, si C bisa kalah jika dipasangkan dengan si D, dan si E sulit maju karena dijegal.

Belum lagi isu tentang siapa yang akan menjadi representasi penerus Presiden Joko Widodo. Masing-masing mengklaim bahwa mereka adalah calon penerus apa yang sudah dikerjakan Jokowi, dengan klaim itu diharapkan Jokowi memberi dukungan sehingga jalan menuju kemenangan semakin mudah didapat.

Ada juga isu tentang jegal sana sini, sana mau ke sini, sini mau ke sana, dan sana-sini lainnya yang tidak substantif. Semua itu tidak sedikitpun memberi jawaban atas apa yang akan terjadi di Indonesia pasca-Jokowi.

Apa saja tantangan Indonesia?

Utang menjadi masalah utama negeri ini. Di era Jokowi, utang bertumpuk hingga berkali lipat. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang Indonesia per 30 April 2023 sudah mencapai Rp7.849,89 triliun. Rasio utang mencapai 38,15 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka yang oleh pemerintah saat ini masih dianggap aman.

Para bacapres yang muncul harus menjabarkan konsep tentang apa yang akan dilakukan dengan utang tersebut. Akankah meneruskan berutang seperti Jokowi, hingga batas 60 persen PDB? Atau akan berpikir cara menghentikan utang, sehingga rakyat bisa mendapatkan lebih banyak subsidi. Setidaknya BBM dengan harga terjangkau masih bisa diberikan kepada rakyat.

Kedua, soal tantangan ekonomi global. Menkeu Sri Mulyani baru saja menjelaskan bahwa situasi perekonomian global tahun 2023 lebih buruk ketimbang 2022. Padahal di tahun ini sudah banyak negara yang bebas dari pandemi Covid-19. Katanya, masalah ekonomi global itu dipengaruhi oleh beberapa masalah yang dihadapi dunia, mulai dari dari geopolitik hingga rantai pasok.

Dunia dihadapkan pada situasi distrupsi rantai pasok karena permintaan tidak mampu tercukupi oleh produsen. Selain itu, kondisi perang Rusia dan Ukraina juga semakin memburuk dan mendorong inflasi dunia menanjak.

Dengan kondisi demikian, para bacapres harus bisa menjabarkan jurus-jurus jitu mereka agar perahu Indonesia tetap bisa berlayar. Jangan sampai Indonesia karam di tengah situasi global karena mereka tidak punya jurus tepat.

Ketiga, tantangan geopolitik. Indonesia berada pada posisi yang tidak bisa disebut aman dalam percaturan global. Salah satu contohnya, konflik Laut China Selatan (LCS) potensial menyeret Indonesia dalam konflik. Indonesia harus berani tegas menyatakan kedaulatan di Laut Natuna Utara (LNU) dan menolak 9 garis putus China yang didasarkan klaim sepihak.

Pemimpin ke depan harus bisa mewujudkan berdikari ala Bung Karno. Jangan sampai Indonesia merasa utang budi karena banyak perusahaan nikel China beroperasi di tanah air, sehingga wilayah kedaulatan bisa seenaknya diduduki negeri komunis itu.

Keempat, tantangan korupsi. Tindak rasuah di negeri ini sudah kian mengkhawatirkan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hampir setiap bulan melakukan penangkapan tersangka. Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) juga mulai aktif menangkapi koruptor.

Komitmen antikorupsi harus bisa diperlihatkan Prabowo, Ganjar, maupun Anies. Masing-masing harus segera membersihkan namanya dari jeratan kasus korupsi. Tanpa pembersihan dari diri sendiri, mustahil pemberantasan korupsi akan tegak. Bagaimanapun Presiden adalah pemimpin orkestrasi pemberantasan korupsi negeri ini. Tanpa komitmen tinggi dan diri yang bersih, mustahil orkestrasi bisa dipimpin dengan baik.

Stop Politik Citra

Mungkin masih banyak lagi tantangan yang akan dihadapi Indonesia di tahun 2024 hingga 2029 nanti. Apapun itu, para calon pemimpin harus memperlihatkan resep-resep apa yang akan dimasak saat nanti terpilih. Dengan begitu, rakyat akan menilai, siapa sebenarnya yang bisa membawa Indonesia menuju jalan selamat.

Jangan lagi sibuk bermain citra. Semua harus kompak bahwa rakyat perlu dicerdaskan dalam berpolitik. Tidak perlu lagi mencitrakan diri merakyat hingga masuk gorong-gorong. Sebab nyatanya tampilan citra bukan lagi indikator pemimpin merakyat atau tidak. Seorang pemimpin akan dinilai merakyat ketika kebijakan yang diambil benar-benar menyejahterakan rakyat.

Percuma bercitra merakyat jika ujungnya subsidi BBM dihapus, subsidi pupuk hilang, dan subsidi-subsidi lain yang meringankan hidup rakyat digerogoti demi membayar utang.

Untuk itu, sudah saatnya arena balap 2024 diisi dengan diskusi mengenai gagasan dan ide-ide yang ditawarkan para bacawapres. Apa yang akan mereka lakukan untuk Indonesia pasca-Jokowi?
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita