GELORA.CO - Ketika didatangi Puspom TNI dan berujung KPK meminta maaf dan mengaku khilaf, keberadaan Ketua KPK Firli Bahuri menjadi sorotan.
Dimana Ketua KPK Firli Bahuri tidak ada di kantor saat KPK memproses hasil operasi tangkap tangan (OTT) pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) atau Basarnas.
Baru-baru ini terkuak keberadaan Ketua KPK Firli Bahuri yang diungkap oleh Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.
Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengkritik Ketua KPK Firli Bahuri yang tidak di kantor saat KPK memproses hasil operasi tangkap tangan (OTT) pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) atau Basarnas.
KPK menggelar OTT pada Selasa (25/7/2023) dan menciduk pejabat Basarnas dari kalangan militer pada Selasa (25/7/2023).
Sebanyak 11 orang kemudian dimintai keterangan selama 1x24 jam, termasuk pejabat Basarnas tersebut, yakni Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Namun, OTT itu belakangan menjadi persoalan karena KPK dinilai melanggaran prosedur lantaran menangkap dan menetapkan pihak militer sebagai tersangka.
Saat penetapan tersangka itu, Firli sedang dinas di luar kantor.
Baca juga: KPK Meminta Maaf pada Panglima TNI, Kini Serahkan Kasus Marsekal Madya Henri ke Puspom TNI
Baca juga: KPK Tetapkan Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Tersangka, Danpuspom: Kami Keberatan!
“Mengapa justru malah pergi, melakukan kegiatan yang bukan tugas pimpinan KPK seperti meresmikan gedung, dan bermain badminton,” kata Novel dilansir Tribun-Medan.com dari Kompas.com, Jumat (28/7/2023).
Novel mengingatkan, pimpinan KPK seharusnya bisa memahami skala prioritas.
Melansir dari Tribun Sulut, Firli meresmikan Gedung Olaraga (GOR) WKI Richard Mainaky bersama Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey dan kapolda setempat di Kombos, Manado, Sulut, Rabu (26/7/2023).
Berdasarkan laporan Tribun Sulut, setelah meresmikan gedung, Firli bermain badminton bersama atlet bertalenta.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut tim penyelidiknya khilaf karena menciduk pejabat Basarnas dari kalangan militer yang diduga menerima suap.
Pejabat dimaksud adalah Letkol Adm Afri Budi Cahyanto selaku Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas.
KPK kemudian menetapkan Afri dan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka.
Menurut Tanak, seharusnya KPK menyerahkan Henri dan Afri kepada pihak TNI. Ia kemudian menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan jajarannya.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya Anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (28/7/2023).
Kompas.com telah menghubungi Ketua KPK Firli Bahuri untuk meminta tanggapan terkait kritik Novel.
Namun, hingga berita ini ditulis, Firli belum merespons. KPK menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan orang kepercayaannya, Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas. Ia juga merupakan prajurit TNI Angkatan Udara (AU) berpangkat Letkol Adm.
Mereka diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023 dari berbagai pihak.
KPK juga menetapkan tiga pihak swasta sebagai tersangka Sebagian dari terduga penyuap itu adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Mereka memberikan uang sekitar Rp 5 miliar kepada Henri melalui Afri karena ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan peralatan di Basarnas.
Pengusutan dugaan korupsi di Basarnas diungkap ke publik setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023).
Sementara itu, Henri menyatakan siap bertanggung jawab atas kebijakannya sebagai Kepala Basarnas.
Ia mengaku uang yang diterima melalui Afri bukan untuk kebutuhan pribadi melainkan kantor.
“Tujuannya memang untuk itu,” ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com.
Dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, pihak TNI menilai KPK tidak melakukan penetapan hukum Henri dan Afri tidak sesuai prosedur.
Sementara itu sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta maaf ke Panglima TNI.
KPK juga mengaku khilaf telah menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap.
KPK juga serahkan kasus Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi ke Puspom TNI.
Adapun hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai rapat bareng Danpuspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko beserta jajaran perwira tinggi TNI lainnya.
"Pada hari ini KPK bersama TNI yang dipimpin oleh Danpuspom TNI di atas tadi sudah melakukan audiens terkait dengan penanganan perkara di Basarnas dan yang dilakukan tangkap tangan oleh tim dari KPK," kata Johanis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," tambahnya.
Johanis mewakili tim penyidik KPK lantas meminta maaf kepada Panglima TNI Yudo Margono atas peristiwa ini.
Sumber: tribunnews