GELORA.CO - Jauh sebelum viral di media sosial karena mengaku tak butuh pemerintah karena karyanya Nikuba diremehkan, Aryanto Misel telah dikenal sebagai inovator sejak lama.
Pria lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) itu diketahui telah menghasilkan ribuan karya inovatif di laboratorium rumahnya.
Bahkan, atas pencapaiannya, Aryanto pernah dipanggil Presiden Republik Indonesia keenam, Susilo Bambang yudhoyono (SBY).
Dihadapan SBY, Aryanto mempresentasikan sejumlah hasil karyanya.
Pertemuannya itu bermula ketika dirinya menemukan cairan anti api, bahan bakar organik hingga bola lampu tanpa listrik.
Bikin Cairan Anti Api dari Kulit Singkong
Dikutip dari Kompas.com, saat pemerintah pusing mencari solusi kebakaran hutan di Tanah Air, diam-diam sejak satu dekade lalu, Aryanto Misel (60) telah menemukan cara sederhana mengurangi bencana kemanusiaan itu.
Bermodalkan kulit singkong plus sentuhan inovasi, Aryanto mencoba menjadi bagian kecil dari solusi masalah menahun tersebut.
Aryanto tiba-tiba mengambil gas portabel ketika menerima tamu, di kediamannya, di Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, awal Januari lalu.
Papan berukuran 30 sentimeter (cm) x 5 cm juga digenggamnya.
Belum ada penjelasan tentang itu.
Api super panas berwarna biru dari gas portable sontak ia semburkan ke papan yang ada di tangan kanannya.
Para tamu semakin kaget.
Ajaib, papan berukuran 30 sentimeter (cm) x 5 cm itu tak terbakar.
Aryanto lalu mengulanginya selama beberapa menit.
Semburan api tanpa jarak itu sama sekali tak melumat papan.
Api tak hinggap, apalagi menembus papan.
Hanya bekas hitam yang tersisa di permukaan papan.
Saat disentuh, terasa hangat.
Aroma aneh tercium, seperti sebuah minyak pelumas kendaraan bermotor.
“Ini Ko Hi HPA, minyak antiapi,” ucap Aryanto diikuti batuk.
Dalam bahasa Jepang, lanjutnya, Ko Hi dapat diartikan antirambat api.
Adapun HPA akronim dari hasil penamaan yang diberikan Aryanto sendiri.
Suaranya masih serak saat ditemui.
Itu “oleh-oleh” setelah diserang kepulan asap dari kebakaran hutan di Kalimantan Timur, November 2015 lalu.
Ketika itu, api setinggi dua meter berada sekitar 300 meter di hadapannya.
“Ini saatnya membuktikan ramuan kulit singkong,” bisik Aryanto dalam hati.
Sekat bakar lalu dibuat.
Ilalang, ranting pohon, dan rerumputan ditumpuk memanjang membentuk garis batas mengelilingi areal kebakaran.
Namun, sekat bakar belum mampu menghalau si jago merah kala angin kencang.
Aryanto lalu menyemburkan cairan anti api yang ia buat sendiri di sekat bakar.
Alhasil, hanya sedikit sekat bakar yang dilahap api.
Kebakaran pun tak menjalar lebih luas.
Dijual ke perusahaan
Menakjubkan!
Begitulah tanggapan beberapa orang dari PT Triputra Agro Persada yang mulai memanfaatkan penemuannya tersebut.
“Saya juga kaget. Ternyata bisa,” ujar Aryanto.
Sebelumnya, Aryanto dipanggil untuk memaparkan penemuannya tersebut ke perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit dan karet berskala nasional itu.
Perusahaan itu mendapatkan info penemuan Aryanto dari internet.
Ketika itu, ia bersaing dengan sebuah perusahaan yang juga menawarkan cairan antiapi.
“Tapi, penemuan saya yang dipilih karena lebih ekonomis,” ucapnya.
Untuk per liter, ia memasarkan Rp 10.000.
Setiap liter dapat mengamankan wilayah 10 meter persegi dari terjangan api.
Dalam setahun, ia melepas sekitar 7 ton cairan antiapi itu.
Ia pun membuka pekerjaan baru bagi beberapa tetangganya untuk mengolah kulit singkong.
Limbah yang diambil dari sekitar Cirebon itu akhirnya berbuah manfaat.
Selain digunakan memadamkan api saat kebakaran hutan, penemuannya juga dipakai untuk mencegah kebakaran rumah.
Produk itu telah dikirim ke luar Cirebon, seperti Jakarta.
Cairan antiapi itu mampu meresap 1 sentimeter ke benda yang dioleskan, sehingga api tak merambat.
Pembuatan cairan antiapi
Cairan antiapi itu dibuat dari kulit singkong yang digiling sampai halus.
Terdapat zat potasium dalam kulit singkong yang dapat menstabilkan berbagai senyawa, seperti sitrat yang mengakibatkan reaksi kimia sehingga api mati.
“Saya hanya belajar dari buku tentang Kimia dan Fisika. Itu kesukaan saya. Dan, terus mencoba mempraktikkannya,” ujarnya.
Resep penemuannya bahkan telah dibeli sebuah perusahaan di Jepang dengan harga sekitar Rp 700 juta.
Saat itu, ia membutuhkan uang untuk membuat karya lainnya sehingga terpaksa menjual karyanya.
Tak Penting Diakui, yang penting Bermanfaat
Penemuan kulit singkong antiapi hanyalah secuil dari sekitar 30 karyanya.
Mulai dari minyak angina aroma terapi, karet ajaib pencegah tabung gas elpiji meledak, hingga bahan bakar minyak dari bahan nabati merupakan sederet karyanya.
Kesemuanya berada di bawah bendera usaha AKASHU Inter, akronim dari Allah Kuasa Atas Segala Hasil Usaha, Insya Allah Niat Tercapai.
Ia tak ingin menggali untung sebanyak-banyaknya.
Itu terbukti dari harga karyanya yang murah, mulai di bawah Rp 10.000, dan tidak punya pola pemasaran produk.
“Mau memasarkan di media sosial, saya enggak tahu caranya,” ujarnya terkekeh.
Karya yang dirintis sejak 1987 itu memiliki satu kesamaan: semuanya berasal dari bahan baku organik.
“Saya melawan anorganik. Itu berbahaya,” ucapnya.
Bahan bakar untuk mesin diesel temuannya, misalnya, berasal dari minyak nabati (80 persen) dan selebihnya formula kimia.
Penggunaan bahan bakar itu lebih hemat 40 persen dibandingkan solar sehingga bermanfaat bagi nelayan.
“Dulu ada pemerintah daerah (tanpa menyebutkan nama kabupatennya) yang menggunakan temuan itu. Tapi, ditangkap polisi karena temuan itu disalahgunakan dalam APBD dan dikorupsi,” katanya.
Baginya, karyanya tak perlu mendapat pengakuan dari siapa pun, tapi yang terpenting bermanfaat secara langsung bagi masyarakat.
Yang terbaru, ia mencoba membuat bola lampu tanpa listrik.
“Itu nanti tidak dijual. Tapi, mau alih teknologi kepada masyarakat di Papua yang tak punya listrik,” ujarnya.
Temuannya tersebut berada di rumahnya yang dijadikan laboratorium.
Selama berkarya, ia pernah memaparkan karyanya di sebuah stasiun televisi swasta, hingga dipanggil oleh Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mempresentasikan karyanya.
Tetangga bersemangat
Muhammad Ridwan, tetangga Aryanto, bersemangat menjadi konsumen pertama saat karya bapak dua anak itu lahir.
“Kami para tetangga merasa tertolong,” ucapnya. Di usianya yang lebih dari setengah abad, Aryanto belum ingin pensiun berkarya.
Dari sudut Desa Lemahabang, Cirebon, karya sederhana nan bermanfaat itu lahir, tak pernah mati.
Tak Dianggap Pemerintah, Penemuan Aryanto Akhirnya Dijual ke Jepang
Aryanto Misel rupanya tak hanya sukses menemukan Niku Banyu (Nikuba), yakni mesin yang mampu mengubah air menjadi bahan bakar untuk kendaraan bermesin BBM.
Aryanto rupanya juga telah lama sukses mengembangkan APAR berbahan baku kulit singkong.
Hal tersebut dibuktikan Aryanto dalam wawancara eksklusif bersama Aiman Witjaksono di Kompas TV.
"Saya membuat alat pemadam api bahan bakunya dari serbuk kulit singkong," ungkap Aryanto.
"Bapak ini nemuin semua," ujar Aiman disambut tawa Aryanto.
"APAR, Alat Pemadam Api Ringan," ujar Aryanto menyerahkan sebuah APAR berwarna merah miliknya.
"Tak ada bahan lain? semuanya organik dari kulit singkong?" tanya Aiman.
"Iya benar," ujar Aryanto.
"Kenapa kulit singkong bisa jadi pemadam api?" tanya Aryanto.
"Di dalam kulit singkong itu terdapat namanya potasium sitrat. Potasium sitrat kitu untuk melawan api, nah ini kalau diaplikasikan sistem kerjanya juga bukan menutup oksigen, (tapi) memutus mata rantai pembakaran," jelas Aryanto.
Membuktikan keampuhan karya Aryanto, Aiman Witjaksono memintanya untuk menguji APAR serta bom pemadam api buatannya.
Aryanto kemudian melakukan demonstrasi proses pemadaman api dengan menggunakan APAR serta bom pemadam api di halaman rumahnya.
Drum yang dibelah setengah awalnya diisi bensin dan disulut api oleh Aryanto.
Api yang berkobar kemudian disemprotkan APAR berbahan singkong miliknya.
Hanya berselang beberapa detik, api yang semula berkobar hingga setinggi sekira dua meter itu pun padam.
Begitu juga ketika Aryanto mendemonstrasikan bom pemadam api.
Hanya dalam waktu satu detik, api yang berkobar langsung padam.
Bom pemadam api itu sukses memadamkan api meski masih tersisa bensin di dasar drum.
"ini patennya saya jual ke Jepang," ujar Aryanto.
"Kenapa dijual ke Jepang pak? kenapa nggak ke Indonesia," tanya Aiman lagi.
Mendengar pertanyaan tersebut, Aryanto santai menjawab.
Diungkapkannya, inovasi miliknya tak diterima di Indonesia, baik pihak swasta maupun pemerintah.
"Indonesia nggak ada yang nerima," ujar Aryanto.
"Nggak ada yang nerima?" tanya aAiman lagi menegaskan.
"Nggak ada yang nerima, barang begini bagusnya nggak nerima," ujar Aryanto lagi.
"Karena?" tanya Aiman cepat.
"Karena, kan kalau ada barang murah kan nggak mau pemeringtah kita," ujar Aryanto.
"Berapa harganya?" tanya Aiman.
"Harganya satu Rp 200.000," balas Aryanto.
"Kalau yang APAR yang biasa itu berapa?" tanya Aiman lagi.
"Itu sampai Rp 275 (ribu) sampai 300 ribu," jelas Aryanto.
Hanya Belajar dari Buku Kimia SMP
Pria kelahiran Semarang 30 Agustus 1955 tersebut membuat pemadam api tersebut sejak tahun 2002 dan sudah dipasarkan ke Jepang.
Untuk di Cirebon, karyanya baru dikenal beberapa tahun terakhir.
Bahkan, karyanya tersebut baru menjadi bagian dari Bumdes Lemahabang tahun ini.
"Ya, kalau bumdes itu saya ada kerja sama dalam memasarkannya," kata Aryanto dikutip dari Tribun Jabar.
Sampai saat ini sudah ada 120 penemuan yang berhasil Ia ciptakan sejak tahun 1987.
Ia membuat semua karyanya hanya belajar dari buku Kimia dan Fisika yang ia tekuni sejak SMP.
Pelajaran Kimia menjadi pelajar favoritnya sejak duduk di kursi SMP.
Gas pemadam api tersebut dibuat dari kulit singkong yang dicuci dan dijemur kemudian digiling sampai halus.
Setelah halus kulit singkok diputihkan dan dimasukkan le dalam tabung.
Ia mengatakan, kulit singkong itu mempunyai kandungan potasium sitrat yang berfungsi untuk melawan api.
Satu tabung gas yang berukuran sekitar 30 cm x 5 cm anti api tersebut dibanderol Rp 200 ribu.
Selain hobi, Ia juga menciptakan karyanya untuk memajukan Desa Lemahabang.
Nikuba Dijual ke Luar Negeri, Aryanto: Saya Nggak Butuh Pemerintah
Tak hanya APAR berbahan kulit singkong, Aryanto diketahui juga sudah menjual paten Nikubanya ke industri otomotif di kota Milan, Italia pada 16 Juni 2023.
Alat yang mampu mengubah air menjadi bahan bakar untuk kendaraan itu dijual ke luar negeri karena tak dianggap oleh pemerintah Indonesia.
Aryanto Misel mengatakan bahwa dirinya tidak membutuhkan pemerintah maupun Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Pernyataan tersebut ia utarakan dalam sebuah wawancara dengan stasiun TV berita nasional yang rekamannya beredar di media sosial.
Alasan penemu Nikuba tidak butuh pemerintah dan BRIN
Dalam video yang beredar di media sosial, Aryanto membeberkan alasannya mengapa ia tidak membutuhkan pemerintah dan BRIN terkait Nikuba yang sudah dilirik negara lain.
Dikutip dari Kompas.com, Aryanto awalnya mengatakan bahwa ia merasa tidak sayang bila teknologi untuk mengembangkan Nikuba jatuh ke tangan negara lain.
Sebabnya, ia membutuhkan dana untuk melanjutkan riset dan tidak mau didanai oleh pihak manapun.
Setelah itu, ketika ditanya soal langkah yang bisa dilakukan pemerintah dan BRIN atas Nikuba, Aryanto berujar bahwa ia tidak membutuhkan kedua pihak ini.
Ia beralasan dirinya sudah 'dibantai' oleh pemerintah dan BRIN dan berencana menjual Nikuba Rp 15 miliar ke industri otomotif di Milan.
"Wah, saya nggak butuh mereka, Pak. Nggak butuh saya sudah 'dibantai' habis. Nggak mau," ujar Aryanto. "Itu (Nikuba) mau saya tawarkan Rp 15 miliar," tambahnya.
Lantas, apa jawaban BRIN soal pernyataan Aryanto?
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko soal pernyataan Aryanto yang menyatakan dirinya tidak membutuhkan pemerintah dan BRIN.
Handoko mengatakan bahwa BRIN akan menggelar pertemuan dengan media untuk merespons pernyataan Aryanto.
"Nanti Rabu akan ada tamu media di BRIN," kata Handoko kepada Kompas.com, Senin (10/7/2023).
Saat ditanya apakah BRIN masih akan menawari Aryanto untuk bekerja sama mengembangkan BRIN, Handoko tidak memberi jawaban.
Terpisah, keterangan BRIN yang diterima Kompas.com, Senin (10/7/2023), menyampaikan bahwa pertemuan BRIN dengan media untuk merespons pernyataan Aryanto bakal dihelat Kamis (13/7/2023).
"Betul (ada agenda membahas pernyataan Aryanto) untuk menjawab semua ini. Nanti kami agendakan untuk temu media. Hari Kamis," kata keterangan tersebut.
BRIN: kami tidak memberi pengakuan
Diberitakan \sebelumnya, Handoko mengatakan, pihaknya tidak dalam posisi memberi pengakuan atas suatu temuan saat ditanya soal ketertarikan negara lain terhadap Nikuba.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa BRIN dapat memfasilitasi masyarakat yang memiliki ide inovasi. Fasilitas tersebut diberikan BRIN kepada masyarakat melalui Fasilitasi Inovasi Akar Rumput (FIAR).
"Tetapi bukan memberi pengakuan," tandas Handoko, Kamis (6/7/2023).
"Yang terpenting, BRIN mendorong inventor atau inovator untuk bisa membuktikan secara ilmiah agar bisa diterima oleh komunitas," sambungnya.
Sebelumnya, pada Rabu (5/7/2023), Handoko juga sudah mengajak Aryanto untuk mengembangkan Nikuba secara bersama-sama.
Pasalnya, Nikuba adalah bahan bakar berbasis hidrogen yang memiliki banyak variasi dan temuan.
Ia menjelaskan, dalam ranah sains diperlukan kehati-hatian hingga temuan dapat dibuktikan secara saintifik.
"Kalau di sains, kita harus cukup berhati-hati, jadi kita akan melihat bersama-sama, kita kembangkan sampai terbukti secara saintifik bisa diterima oleh komunitas ilmiah," ujar Handoko.
Sumber: wartakota