GELORA.CO - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus, Ketua IM57+Institute, M Praswad Nugraha, menilai langkah Brigjen Asep Guntur Rahayu yang dikabarkan mundur dari jabatannya sebagai Direktur Penyidikan sekaligus Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK sebagai langkah yang terhormat.
"Tindakan Direktur Penyidikan sekaligus Plt. Deputi Penindakan yang mengundurkan diri karena pimpinan menyalahkan penyelidik sebagai tindakan yang sangat terhormat," kata Praswad lewat keterangan dikutip, Sabtu (29/7/2023).
Asep dikabarkan mundur beberapa jam setelah Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan ada kekhilafan penyelidikan pada proses penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap Rp 88,3 miliar di Basarnas. Atas hal itu KPK dikatakan Tanak menyampaikan maaf ke TNI dan Panglima TNI.
Atas pernyataan itu, Praswad menilai para pimpinan KPK harusnya merasa malu, karena dinilai cuci tangan dan lari dari tanggung jawabnya.
"Pimpinan seharusnya malu atas tindakan yang dilakukan dengan terkesan lepas tangan," tegasnya.
Hal itu ditegaskannya karena dalam proses penatapan tersangka melalui persetujuan pimpinan KPK.
"Proses penetapan tersangka tidak dapat dilakukan melalui mekanisme yang bersifat tersendiri tanpa adanya ekspose perkara dengan persetujuan Pimpinan KPK," tegas Praswad.
"Penyelidik KPK bertindak atas perintah dan atas nama pimpinan KPK, setelah menemukan dua alat bukti yang cukup wajib melaporkan kepada Pimpinan KPK utk selanjutnya di tetapkan tersangka atau tidak. Penetapan Tersangka sepenuhnya adalah kewenangan Pimpinan KPK, bukan kewenangan Penyelidik, atau Penyidik KPK," jelasnya.
Pimpinan KPK Minta Maaf
Johanis Tanak usai bertemu dengan Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung menyampaikan permohonan maaf ke TNI dan Panglima TNI.
Henri dijadikan tersangka setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan atau OTT kepada Afri dan sejumlah orang lainya pada Selasa (25/7/2023).
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI. Dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," kata Tanak di hadapan.
Tanak menyinggung soal Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 soal pokok-pokok peradilan. Di dalamnya ada empat peradilan, umum, militer, tata usaha negara, dan agama.
"Nah peradilan militer tentunya khusus anggota militer. Peradilan umum tentunya untuk sipil ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer," kata Tanak.
Dia tak merinci lebih jauh soal kekhilafan tim KPK dalam perkara ini, namun dia menyebut mereka memohon maaf.
"Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Tanak.
Sumber: suara