Bisnis Perjalanan Haji Memang 'Basah', Ada Cuan Triliunan di Balik Terlantarnya Jemaah

Bisnis Perjalanan Haji Memang 'Basah', Ada Cuan Triliunan di Balik Terlantarnya Jemaah

Gelora News
facebook twitter whatsapp


Bisnis perjalanan ibadah haji memang ‘basah’, bisa raup untung triliunan rupiah. Jemaah yang ‘buntung’ terlantar hanya bisa pasrah, pihak travel dan pemerintah kompak menyalahkan Masyariq.

Umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia memimpikan beribadah haji. Di tahun ini saja, setidaknya ada 221.000 jemaah dari Indonesia, terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus.

Untuk mewujudkan mimpinya, tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan para jemaah. Nominalnya beraneka ragam, tiap agen perjalanan atau travel resmi yang ditunjuk oleh pemerintah menyediakan bermacam paket perjalanan ke tanah suci.

Misalnya saja paket perjalanan haji yang ditawarkan Kelompok Bimbingan Haji dan Umrah (KBIHU) Amiroh. Sang pemilik, Nabul Alharamain kepada Inilah.com, mengungkapkan, untuk paket biaya haji khusus berada di kisaran 10 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp150.030.000 per jemaah.

Dari harga itu, jemaah sudah mendapatkan fasilitas seluruh akomodasi mulai dari tiket pesawat, hotel, makan sampai visa. Terkhusus, tak perlu menunggu waktu yang lama untuk berangkat ibadah ke Tanah Suci.

Berbeda dengan paket haji reguler yang mengeluarkan biaya lebih murah, yakni sekitar Rp51 juta per orang. Namun, akomodasi dan fasilitas yang didapat diatur pemerintah dan biasanya menunggu waktu yang lebih lama.

“Kalau reguler, all in pemerintah yang mengatur dari tiket sampai visa itu Kementerian Agama. Kalau yang khusus itu diurus travel. Cuma tetap sih, kalau haji khusus itu dananya tetap perlu setor ke pemerintah atau dipegang BPKH,” jelas Nabil di Jakarta, dikutip Minggu (16/7/2023).

Dari dana yang diihimpun, pihak travel diharuskan menyetor ke Kementerian Agama (Kemenag) sebesar 4 ribu dolar AS per jemaah, untuk haji khusus dan Rp25 juta per jemaah untuk haji reguler. Lalu berapa banyak keuntungan pihak travel dari setiap jemaah?

“Kalau untuk haji khusus kita dapat keuntungan 500 dolar—sekitar Rp7,5 juta—kelebihannya. Kalau haji biasa sama, cuma bedanya ambil keuntungannya itu biaya bimbingan dan pakai rupiah, ya sekitar Rp5 juta,” jawab Nabil.

Dari pengakuan Nabil dapat disimpulkan bahwa keuntungan yang bisa diraup dalam perjalanan haji tahun ini sekitar Rp1,105 triliun hingga Rp1,657 triliun, ini baru dari sisi keuntungan pihak para travel ibadah haji dalam negeri.

Mirisnya, keuntungan fantastis itu tidak menghasilkan hubungan timbal balik yang baik bagi para jemaah. Fakta di lapangan, sebagian jemaah haji Indonesia memang tak terurus dengan baik selama menjalankan ibadah di Tanah Suci, khususnya saat di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).

Beberapa di antara masalah itu adalah jemaah telantar dari subuh hingga siang hari tanpa bekal makanan dan minuman di Muzdalifah, lalu tak kebagian tempat tidur karena penuhnya tenda di Mina, ada pula masalah toilet mampet dan tak keluar air hingga mengakibatkan sebagian jemaah enggan berurusan dengan MCK selama 5 hari.

“Alhamdulillah enggak ada yang minta ganti rugi sih, karena mereka mengerti dan namanya ibadah. Cuma ya pasti ada saja jemaah merasa kecewa dalam pelayanan. Kita juga maklum lah karena memang di luar kendali kita,” ucap Nabil saat disinggung soal banyaknya jemaah haji yang terlantar.

Sikap pasrah dan ‘nrimo’ ini seringkali didasari atas pola pikir jemaah yang memandang kendala yang mereka hadapi merupakan ujian dan cobaan yang harus dijalani dalam melaksanakan ritual keagamaannya. Padahal ini anggapan yang keliru. Karena jika bicara bisnis, kepuasaan jemaah sebagai konsumen harus diutamakan.

Setop saling menyalahkan

Sengkarutnya pelaksanaan ibadah haji tahun ini menjadi sorotan publik. Baik pemerintah atau agen perjalanan haji, sama-sama tak mau disalahkan atas permasalahan ini.

Wakil Ketua Umum, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Azhar Gazali, menegaskan bahwa persoalan tersebut berada pada kelalaian Masyariq, pihak yang ditunjuk pemerintah Arab Saudi sebagai panitia.

Sekadar catatan, Masyariq merupakan perusahaan yang menyediakan layanan haji lengkap bagi seluruh jemaah dari Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, dan Filipina selama musim haji 2023.

Azhar meminta pemerintah Saudi ke depan harus berhati-hati dalam menunjuk pihak ketiga sebagai panitia haji. Sebab, keresahan yang terjadi di Saudi kemarin tidak hanya dirasakan oleh jemaah Indonesia, namun juga jemaah seluruh dunia.

“Makanya banyak video beredar Menteri Agama marah-marah karena memang itu kenyataan di lapangan. Bukan pemerintah yang salah bertindak, bukan, yang memang harus bertanggung jawab adalah pihak ketiga yang ditunjuk Saudi yang melakukan tidak maksimal dalam melayani jemaah. sehingga banyak masalah di maktab,” kata Azhar kepada Inilah.com, dikutip Minggu (16/7/2023).

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memang sempat marah besar kepada perusahaan penyedia layanan haji Saudi (Masyariq). Ia bahkan menolak keras tawaran kompensasi dari Masyariq atas tindakan wanprestasi yang mereka lakukan.

“Saya kira ini menjadi perhatian kita bersama agar penyelenggaraan ibadah haji di masa yang akan datang berjalan lebih baik lagi,” katanya usai menghadiri Haflat Al-Hajj Al-Khitamy di Mekkah, Sabtu (1/7/2023).

Akan tetapi, selain Masyariq, kinerja Pemerintah Indonesia juga tak bisa dilepaskan dari faktor berantakannya pelayanan kepada sebagian jemaah haji.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka mengungkap Kemenag hanya bermodalkan baik sangka saat menerima tambahan kuota haji dari Arab Saudi, tanpa ada sikap kritis untuk mempertanyakan detail penyesuaian pelayanan.

“Sebelumnya Kementerian Agama berpikir, bahwa itu akan ada penambahan Maktab karena penambahan kuota, ternyata tidak ada,” kata Diah mengkritik.

Sebenarnya penyelenggaraan perjalanan haji akan berjalan baik apabila dikelola oleh lembaga yang kuat, sekaligus diusung oleh SDM yang jujur, amanah, kompeten, dan berorientasi pada pemberian pelayanan serta perlindungan kepada jemaah haji, bukan cari keuntungan bisnis.

Kemenag perlu terus-menerus melakukan penghitungan kembali biaya yang diperlukan untuk komponen-komponen kegiatan ibadah haji. Di samping itu juga harus meninjau kembali ketentuan atau kebijakan yang sudah tidak relevan dengan situasi dan kondisi di lapangan.

Perhatian, pembenahan, dan pengawasan yang lebih baik juga harus dilakukan terhadap pihak swasta, baik itu agen perjalanan dalam negeri ataupun Masyariq, yang memang selama ini meraih untung besar dari bisnis perjalanan ibadah haji.

Sumber: inilah
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita