Viral Masjid di Yunnan China Dihancurkan dan Aksi Protes Muslim Bentrok dengan Polisi

Viral Masjid di Yunnan China Dihancurkan dan Aksi Protes Muslim Bentrok dengan Polisi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Minoritas Muslim China di Provinsi Yunnan menolak penghancuran paksa sebagian masjid lokal oleh rezim komunis. Penolakan tersebut mengakibatkan bentrokan antara minoritas Muslim dengan pasukan polisi bersenjata.

Beberapa video viral di media sosial menunjukkan bahwa pengunjuk rasa berkumpul di pintu masuk Masjid Najiaying di Kota Nagu Kota Yuxi di Provinsi Yunnan barat daya China pada 27 Mei. 

Sejumlah besar polisi khusus yang dilengkapi pentungan dan tameng anti huru hara membentuk tembok manusia yang mengelilingi pintu masuk masjid untuk melarang orang masuk.

Dilansir dari The Epoch Times, Senin (5/6/2023), sebuah rekaman video menunjukkan beberapa pengunjuk rasa mencoba untuk menerobos garis polisi dan menghentikan penghancuran di dinding luar masjid abad ke-14 itu.

Polisi menggunakan cara kekerasan untuk membubarkan massa, yang menyebabkan bentrokan sengit antara kedua belah pihak. Garis polisi mundur sekali, dan tim pembongkaran juga mundur untuk sementara.

Diskusi tentang insiden tersebut di platform media sosial Tiongkok dengan cepat disensor. Seorang pengguna bernama Ma Ju telah memposting pembaruan insiden tersebut dengan rekaman video di Twitter, yang telah menarik perhatian dan laporan media besar Barat. 

Di salah satu postingannya, Ma mengatakan otoritas Partai Komunis China (PKC) mengirim sejumlah besar petugas polisi untuk ditempatkan di seluruh kota.

Kendaraan pelindung sinyal dari berbagai perusahaan telekomunikasi dipasang untuk mematikan koneksi ponsel dan internet di daerah tersebut.

“Lebih dari 30 orang ditangkap hari ini, dan beberapa orang diambil kembali dari polisi oleh pengunjuk rasa lainnya,” tulis Ma dalam posting Twitter 27 Mei. 

Unggahan tersebut berisi video seorang pria yang diborgol dengan memar di dadanya, dan seorang wanita terdengar mengeluh tentang bagaimana dia diperlakukan.

Pada 28 Mei, sebuah video memperlihatkan bahwa di bawah pengawalan polisi bersenjata, tim teknik terus memasuki kawasan Najiaying, mempersiapkan pembongkaran paksa.

Polisi Tiongkok setempat mengeluarkan pemberitahuan pada 28 Mei, yang menyebutkan bahwa sebuah insiden yang “sangat mengganggu tatanan sosial terjadi di Kota Nagu pada 27 Mei” dan memberikan waktu bagi pengunjuk rasa untuk menyerahkan diri  hingga 6 Juni.

Ma menulis di Twitter pada 29 Mei: “Saya pasti telah melakukan sesuatu dengan benar. Dalam beberapa hari terakhir, saya telah menerima banyak pesan pribadi Twitter yang mengancam akan membunuh saya.” Kata dia seraya melampirkan contoh ancaman dalam pesan tersebut. 

Yang Na (nama samaran), seorang pria Muslim Tionghoa dengan teman-temannya di Najiaying, mengatakan kepada The Epoch Times pada 29 Mei bahwa konflik dimulai ketika umat Islam menolak permintaan dari otoritas komunis agar masjid dibangun kembali dengan gaya Tionghoa.

“Mereka (otoritas China) ingin menghancurkan beberapa bagian masjid dan membangunnya kembali (dengan gaya China). Kedua gaya itu tidak cocok, justru akan membuatnya tampak jelek,” kata Yang.

Masjid Najiaying telah berdiri lebih dari 600 tahun. Masjid ini selesai direnovasi pada 2004. Masjid Najiaying memiliki bangunan empat lantai, memiliki kubah dan empat menara seremonial. Masjid ini juga dapat menampung lebih dari 3.000 orang. Pihak berwenang berencana untuk menghapus kubah dan menara masjid.

Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas PKT telah menuntut “sinisasi” agama, mengharuskan masjid yang baru dibangun memiliki kubah bergaya istana Tiongkok sebagai pengganti kubah masjid bergaya Islam.

Menurut Yang ada lebih dari 10 ribu penduduk di Najiaying, kebanyakan adalah Muslim Hui. “Sejak pagi tanggal 27 Mei, polisi khusus memblokir semua jalan di Kotapraja Najiaying, tidak ada yang bisa masuk, hanya keluar,” kata Yang.

Saat itu, setidaknya 1.000 polisi khusus memasuki kota dengan senjata dan amunisi. Mereka mencoba masuk ke masjid, tetapi pengunjuk rasa lokal tidak mengizinkan mereka.

“Tuntutan kami hanyalah agar tidak ada yang dibongkar. Kami tidak melanggar hukum. Sekarang kami, umat Islam, bertekad untuk mati untuk itu, dan tidak ada lagi yang bisa kami lakukan. Jika beberapa orang lagi ditangkap, pertumpahan darah pasti akan meletus. Sekarang telah meningkat ke tingkat pengiriman polisi anti huru hara, menggunakan cara untuk menangani perusuh pada kami,” ujar Yang.

Yang menambahkan bahwa pihak berwenang sekarang telah memblokir berita tersebut. “Mereka tidak mengatakan apa yang terjadi dalam pemberitahuan polisi tetapi hanya bahwa itu mengganggu ketertiban sosial. Jika ada yang memposting pesan online, mereka akan menelepon dan mengancamnya. Saya menerima telepon dari polisi, mengancam saya untuk tidak memposting apa pun tentang insiden itu,” ungkap Yang.

Selain itu, pemerintah telah memasang kamera di masjid sebelum kejadian dan mengirim agen rahasia berpura-pura menjadi Muslim menghadiri ibadah untuk mencari informasi.

The Epoch Times menelepon lebih dari selusin ponsel lokal dan telepon kabel di Najiaying pada 29 Mei. Sebagian besar menunjukkan bahwa panggilan telah dijawab, tetapi tidak ada audio yang masuk. Telepon pemerintah Kabupaten Tonghai tidak dapat dihubungi.

Perhatian Internasional

Media Barat dan Timur Tengah telah melaporkan insiden tersebut dan mem-posting ulang video bentrokan tersebut. Ma menulis unggahan di akun Twitternya pada 30 Mei menjelaskan bahwa kondisi saat ini baik-baik saja dan tidak ada penangkapan massal dan pertumpahan darah belum terjadi.

Juru bicara Kongres Uighur Sedunia, Dilshat Rishit, mengatakan pada 29 Mei bahwa masyarakat internasional harus mengakui tujuan PKT untuk mencabut hak orang atas kepercayaan spiritual mereka.

“PKC telah memperluas kebijakan ekstrem untuk memberantas kepercayaan spiritual dan menghancurkan masjid di Xinjiang melawan Uighur ke seluruh China,” kata Rishit.

Council on American-Islamic Relations, organisasi advokasi dan hak sipil Muslim terbesar di Amerika Serikat, meminta pemerintahan Biden pada 30 Mei untuk mengambil tindakan guna mencegah China menghancurkan sebagian masjid tersebut dan terus menekan minoritas Muslim dan praktik ibadah umat Islam di daratan China

Sumber: republika
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita