GELORA.CO -Berlandaskan jumlah banyaknya pengikut saja, tujuannya mau keroyokan atau mengerahkan massa?
"Kombes Hengki Haryadi ya, gue nggak takut sama dia. Kau kecil Hengki Haryadi. Kau kecil, Hengki Haryadi. Anggota saya ada 1,4 juta.
Ini biar Pak Kapolri, Pak Sigit, biar dengar saya bicara ini," demikian kalimat jumawa dilantangkan Rosario de Marshall alias Hercules via tangkapan video yang menjadi viral.
Dikutip dari kanal News Suara.com, video pernyataan Hercules yang viral di media sosial ini bernada merendahkan dan mengancam. Ia bahkan menegaskan tidak takut dengan mantan Kapolres Metro Jakarta Barat yang dahulu menangkapnya.
Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) ini memberikan pernyataan jumlah anggota yang dijadikan sebuah tolok ukur. Untuk apakah? Dikerahkan untuk melakukan tindakan melawan hukum? Menakut-nakuti bahwa jumlah dominan atau lebih banyak artinya bisa berbuat sesuatu di luar dugaan bila dikerahkan? Sebuah pernyataan tidak langsung bahwa beraninya hanya main keroyokan? Mestinya malah patut disayangkan bila hanya kuantitas yang dipamer-pamerkan tanpa menunjukkan hal berbau positif dan berguna bagi masyarakat luas.
Kekinian, setelah video pengerdilan dan pengancaman itu viral, Hercules sontak menyatakan permohonan maaf. Ia mengaku,berdalih bahwa ucapan yang viral soal jumlah "kekuatan" itu terjadi secara spontan di luar kesadaran.
Lagi-lagi, bisa menjadi bahan kajian yang mana sebaiknya berpikir dahulu sebelum bicara, dibandingkan menuruti keinginan sendiri bicara tanpa pikir panjang.
Akan tetapi, Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi memberikan maaf kepada orang yang telah mengancam dan merendahkannya, meski ia menyandang titel sebagai penegak hukum.
"Tadi sudah disampaikan, sebagai manusia ya kami maafkan. Tapi kalau salah ya kami tangkap," demikian penyataan Kombes Pol Hengki Haryadi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Dalam catatan Kepolisian, Hercules yang terkini viral gara-gara pernyataan mengerdilkan dan merendahkan Kombes Pol Hengki Haryadi itu total sudah tiga kali ditangkap atas kasus pemerasan dan melawan petugas Kepolisian. Yaitu pada 2013 dan 2018.
"Kalau dulu masih ingat, ia keluar tahanan kami tangkap lagi. Pada 2018 kami tangkap lagi kasus pemerasan dan pendudukan lahan," papar Kombes Pol Hengki Haryadi.
Lebih lanjut ia menandaskan bahwa penindakan terhadap aksi premanisme dilakukan pihak Kepolisian karena menimbulkan keresahan di masyarakat. Kombes Pol Hengki Haryadi memastikan tidak memiliki niat, keinginan, latar belakang atau tendensi pribadi.
"Ada yang namanya fenomena silent sound, suara-suara diam, kadang-kadang mereka: korban-korban ini takut untuk melaporkan. Itu dari dulu seperti itu, dan fenomena ini kami temukan juga di daerah-daerah," tukas Kombes Pol Hengki Haryadi.
"Kadang-kadang korban mencabut laporannya, karena diintimidasi. Inilah ciri khas daripada eksesif premanisme. Ini yang menciptakan namanya fear of crime," lanjutnya.
Pernyataan ini bisa menjadi pendukung bagi mereka yang mengalami premanisme. Laporkan dan jangan tinggal diam. Jangan mau dihinggapi rasa fear of crime.
Sumber: suara