GELORA.CO - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat dipertanyakan kenetralannya setelah masyarakat menemukan jutaan pemilih suara yang tidak wajar dalam untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Melansir Republika pada Minggu (18/6/2023), KPU menyebut ada pihak-pihak yang berupaya mendelegitimasi gelaran Pemilu 2024. Pernyataan itu disampaikan usai muncul tuduhan bahwa terdapat 52 juta pemilih tidak wajar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS).
"KPU menyadari bahwa menjelang pemilu akan banyak tuduhan terhadap KPU atas data yang aneh sebagai salah satu upaya mendelegitimasi penyelenggaraannya," kata Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos lewat keterangan resminya, Minggu (18/6/2023).
Betty mengatakan, publik harus meyakini bahwa tuduhan 'data aneh' itu tidak valid dan mengada-ada. Sebab, KPU selama ini selalu terbuka ketika memutakhirkan data pemilih dalam setiap tahapan.
"Demikian juga publik bisa memberikan pantauan secara langsung melalui website yang tersedia," kata Koordinator Bidang Data dan Informasi KPU RI itu.
Betty pun menjelaskan proses pemutakhiran data pemilih yang pihaknya lakukan sejak akhir tahun 2022. KPU awalnya menerima Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri pada akhir 2022. Total terdapat 206.462.766 orang dalam DP4.
DP4 itu selanjutnya disinkronisasi dengan data pemilih terakhir yang dimiliki KPU. Lalu, data hasil sinkronisasi itu dicek ulang di lapangan supaya orang-orang yang terdaftar sebagai pemilih benar-benar mereka yang memenuhi syarat.
Pengecekan dilakukan oleh Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) dengan dengan melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) ke setiap rumah calon pemilih mulai 14 Februari 2023 hingga 16 Maret 2023.
Berdasarkan hasil proses coklit di seluruh Indonesia itu, KPU RI pada 18 April 2023 menetapkan DPS yang terdiri atas 205.853.518 orang. Penetapan dilakukan setelah data hasil coklit direkapitulasi dan ditetapkan secara terbuka oleh KPU kabupaten/kota dan KPU provinsi.
Betty mengatakan, pihaknya memberikan salinan digital data DPS itu kepada peserta rapat pleno penetapan DPS. Artinya, Bawaslu dan partai politik mendapatkan salinannya. Betty menegaskan, dalam salinan data tersebut tidak terdapat data pribadi pemilih seperti nomor NIK.
Data pemilih yang masuk DPS itu, lanjut dia, juga ditempel di kantor desa/kelurahan. Masyarakat juga bisa mengecek apakah dirinya sudah masuk DPS atau belum lewat kanal cekdptonline.kpu.go.id.
Setelah menetapkan DPS, lanjut Betty, jajaran KPU kembali melakukan perbaikan data untuk mengoreksi data ganda dan data invalid. Hingga Jumat (16/6/2023), kata dia, perbaikan data ganda dan invalid sudah 99 persen. Setelah rampung 100 persen, KPU kabupaten/kota akan menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada 20-21 Juni 2023.
Sebelumnya, Rabu (14/6/2023), sekelompok orang yang menamakan diri Perkumpulan Warga Negara Untuk Pemilu Jurdil mengklaim menemukan data tak wajar dalam DPS Pemilu 2024. Kelompok yang baru muncul ini menyebut ada 52 juta pemilih 'tidak wajar' yang masuk dalam DPS.
Juru bicara kelompok itu, Dendi Susianto mengatakan, 52 juta pemilih tidak wajar tersebut terdiri atas pemilih belum cukup umur, pemilih berusia di atas 100 tahun, pemilih ganda, dan pemilih dengan nama hanya satu atau dua huruf. Paling banyak (35 juta lebih) adalah pemilih yang alamatnya tertulis RT 0 dan RW 0.
"Data aneh ini harus dibersihkan karena berpotensi keliru dan dapat dimanfaatkan orang tak bertanggung jawab untuk melakukan kecurangan," kata Dendi. Dia mengaku menemukan pemilih aneh tersebut setelah menganalisis data DPS yang didapat dari partai politik.
Sumber: kontenjatim