GELORA.CO - Kasus pencabulan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap istri koruptor yang ditahan di Rutan KPK, ternyata bukan kasus asusila pertama di lembaga anti rasuah tersebut.
Terungkap pula ada pegawai KPK yang melakukan perbuatan mesum dan selingkuh dengan beberapa pegawai KPK lain. Padahal mereka sudah beristri dan bersuami.
Meski begitu Dewan Pengawas KPK menganggap masalah ini bukan hal serius secara moral sehingga para pegawai KPK cabul tersebut hanya disanksi sedang dan tidak dipecat.
Seperti diketahui Dewas KPK mengungkapkan adanya pungutan liar (pungli) di lingkungan rumah tahanan (rutan) KPK. Total nilai pungli diperkirakan mencapai Rp 4 miliar.
Eks penyidik KPK Novel Baswedan menyatakan terungkapnya kasus pungutan liar (pungli) di rutan KPK berawal dari laporan istri tahanan koruptor yang mendapat perlakuan asusila oleh petugas KPK.
Menurut Novel Baswedan kasus pelecehan dan perselingkuhan pegawai KPK adalah masalah moral serius dan mestinya ada sanksi berat yang diberikan yakni pemecatan.
"Jadi bayangkan istri tahanan yang menjadi korban pelecehan dari petugas KPK tentunya ini harus dilihat, ada kondisi orang yang secara psikologis di bawah dan ada orang dalam kondisi di atas. Yang menarik adalah dewan pengawas kemudian hanya memandang ini sebagai masalah sedang bukan masalah serius," kata Novel dalam tayangan di Metro TV, yang dilihat Wartakotalive.com, Minggu (25/6/2023).
Padahal, kata Novel, kalau dilihat sebagai pelanggaran etik, maka ini adalah hal yang sangat mendasar.
"Ketika kemudian masalah moral ini tidak bisa dilihat sebagai hal serius, bagaimana kita bisa melihat hal yang lain," kata Novel.
Menurut Novel, jauh sebelum kasus pelecehan pegawai KPK atas istri tahanan koruptor juga ada kasus perselingkuhan sesama pegawai KPK yang sama-sama sudah beristri bersuami.
Bukan sekali, bahkan pegawai KPK pria itu mesum dan selingkuh dengan beberapa perempuan pegawai KPK lain, yang sudah bersuami.
"Saya tertarik dengan putusan dewan pengawas ini. Bahwa ternyata sebelumnya itu di KPK juga pernah ada pegawai KPK laki-laki, dia sudah punya istri gitu ya. Dan kemudian selingkuh dengan pegawai KPK lain, dan bukan satu, yang masing-masing punya suami," kata Novel.
"Dan kemudian yang bersangkutan tidak diberikan sanksi pemecatan tapi tetap ada di KPK. Cara pandang dewan pengawas inilah, yang saya pandang berbahaya," ujarnya.
Maka kemudian, Novel mengaku menyampaikan soal pelecehan dan perselingkuhan sejumlah pegawai KPK ini dalam cuitannya di Twitter.
"Karena ini sangat ini sangat mengganggu, dan bagaimana kita berharap orang berintegritas ketika moralnya buruk. Dan kemudian Dewan Pengawas memandang ini sebagai hal yang sepele dan kemudian hanya diberikan sanksi minta maaf," katanya.
"Bayangkan kalau kita di posisi tahanan yang istrinya mendapatkan pelecehan. Betapa marahnya dia. Ini masalah kemanusiaan dan tidak bisa dibiarkan," katanya.
Novel mengatakan terkait kasus pelecehan terhadap istri tahanan disertai pemerasan sudah masuk perkara pidana dan bukan lagi tugas Dewas KPK.
"Bagaimana mungkin tugasnya untuk menyidik perkara pidana, kemudian diukur sendiri oleh dewan pengawas yang katanya nggak punya kewenangan. Oleh karena itu menurut saya klaimnya itu nggak masuk akal atau saya bilang mengada-ngada," katanya.
Menurutnya beberapa penyampaian pimpinan KPK ataupun Dewan Pengawas mengecilkan permasalahan.
Novel mengatakan yang dilakukan pegawai KPK terhadap para tahanan KPK bukanlah pungli tetap pemerasan.
"Bagaimana mungkin yang sifatnya pemerasan dan suap disebut pungli. Ini kan seperti contoh kalau ada orang yang juru parkir di jalan gitu, mengambil uang, memungut uang sesederhana itu dianggapnya. Padahal ini masalah yang sangat serius," kata Novel.
Sebab Novel menilai Rutan KPK adalah kunci keberhasilan dari penyidikan dan penuntutan.
"Diantaranya, orang ditahan kan agar tidak menghilangkan barang bukti dan banyak lagi yang dilakukan. Kalau Rutannya kemudian justru bermasalah, ini masalah serius. Tapi kemudian dikecilkan dengan cerita-cerita itu, begitu juga dengan masalah asusila," ujarnya.
Novel menduga mungkin Dewas KPK menilai kasus pelecehan dan asusila karena suka sama suka, sehingga dianggap bukan masalah terlalu berat untuk pemidanaan.
Padalah kata Novel, Dewas KPK itu kewenangannya bicara soal etik dan moral.
"Kalau kemudian orang berzina, orang berselingkuh, dianggap sebagai masalah yang biasa-biasa saja, cukup selesai dengan minta maaf terus dianggap kasusnya selesai, ini masalah. Belum lagi dewan pengawas ternyata juga tidak melaporkan kepada penegak hukum," kata Novel.
Menurut Novel semua ini bukan hanya terkait dengan Dewas saja tapi juga pimpinan KPK.
"Pimpinan KPK tidak mungkin tidak tahu dan prosesnya pasti melalui mereka," ujarnya.
Video Call Sex
Eks penyidik KPK Novel Baswedan menyatakan terungkapnya kasus pungutan liar (pungli) atau pemerasan serta suap di rutan KPK berawal dari laporan istri tahanan koruptor yang mendapat perlakukan asusila oleh petugas KPK.
"Awal mula kasus Rutan KPK karena ada laporan dari istri tahanan KPK yang mendapat perlakuan asusila oleh petugas KPK," kata Novel lewat akun Twitternya, yang dikutip Sabtu (24/6/2023).
Novel mengatakan peristiwa itu terjadi usai dirinya keluar dari KPK.
Ia menyebut Dewas KPK tidak transparan dalam mengungkap kasus tersebut.
Bahkan, Novel mengatakan mereka menutupi fakta tindak asusila yang dilakukan petugas KPK terhadap istri tahanan.
"Ada yg mau tahu apa sanksi bagi pegawai KPK yg terima uang dari para tahanan dan berbuat asusila thd istri Tahanan KPK? Dihukum oleh Dewas KPK dgn sanksi pelanggaran etik sedang dan diminta utk minta maaf secara terbuka dan tdk langsung," ujar Novel.
Menurutnya hukuman itu sangat ringan dan terkesan melindungi.
"Ayo DEWAS KPK, terus lindungi Pimpinan KPK dan oknum2 pegawai KPK. Anda pasti bisa.. para pendukungmu pasti bangga..," katanya.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menjelaskan pihaknya menerima laporan dugaan asusila yang dilakukan pegawai rumah tahanan (rutan) KPK terhadap istri tahanan.
Menurutnya laporan itu sudah ditindaklanjuti oleh pihaknya.
Bahkan, kata Haris laporan itu sudah naik ke sidang etik dan sudah ada putusan.
"Ya (menerima laporan asusila dari istri tahanan) dan sudah selesai diputus dalam sidang etik," ujar Haris dalam keterangannya.
Haris juga membenarkan kalau dugaan adanya pungutan liar di rutan KPK ini berawal dari laporan asusila.
"Ya," kata Haris singkat.
Dalam dokumen salinan putusan yang dikeluarkan Dewas KPK dengan nomor: 01/DEWAS/ETIK/04/2023 yang dikutip berbagai sumber menyebutkan Dewas KPK pertama kali menerima laporan tindak asusila pegawai KPK pada akhir Januari 2023.
Pelapor dalam kasus itu ialah adik dari salah satu tersangka kasus jual-beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Pemalang. Kasus korupsi di Pemalang ditangani KPK sejak Agustus 2022 dengan 7 tersangka.
Adik dari tahanan KPK itu melaporkan kasus ini ke bagian Pengaduan Masyarakat melalui surat elektronik. Tahanan itu ditahan di rumah tahanan KPK cabang POM Guntur
Dia melaporkan staf rutan KPK berinisial M, laki-laki berusia 35 tahun asal Indramayu.
Sebab M kerap menghubungi istri dari kakaknya.
Diketahui M merupakan petugas registrasi di Rumah Tahanan KPK cabang Gedung Merah Putih atau biasa disebut Rutan K4.
Karena pekerjaannya itu, dia bisa mendapatkan nomor telepon keluarga tahanan yang berkunjung.
Baca juga: Denny Indrayana Beri Info Anies Baswedan Segera Jadi Tersangka KPK
Dia juga bertugas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari keluarga tahanan, termasuk mengenai prosedur kunjungan.
Mulai dari sana, si pegawai KPK itu disebut kerap berkomunikasi melalui telepon maupun panggilan video dengan istri tahanan koruptor.
Dalam panggilan video itu keduanya diduga beberapa kali melakukan hal tidak senonoh sampai 10 kali selama Agustus hingga Desember 2022.
Keduanya juga pernah satu kali bertemu di Tegal untuk jalan-jalan.
Si staf KPK mengaku menjalin komunikasi karena sedang ada masalah di rumah tangganya.
Sementara, istri tahanan mengaku terpaksa menuruti permintaan itu karena khawatir akan berpengaruh pada kondisi suaminya yang tengah menjadi tahanan.
Awalnya, pelapor menaruh curiga sejak September 2022 karena melihat kakak iparnya sering menerima telepon diam-diam serta berkomunikasi secara berbisik.
Pelapor juga melihat istri tahanan KPK itu dan pegawai KPK M berbincang ketika menunjungi suaminya saat registrasi besuk di K4.
Namun ia menganggap hal itu wajar karena M adalah pihak yang mendata kunjungan.
Pelapor baru mengetahui hubungan istri tahanan dan M pada 5 Januari 2023.
Saat itu, iparnya itu menitipkan ponselnya karena dilarang membawa ponsel ke dalam rutan menemui sang suami.
Ia pun membuka handphone perempuan itu dan diketahui istri tahanan itu dan M sering melakukan panggilan video sejak September 2022.
Ada nama kontak dinamai Pusat HP.
Pelapor curiga karena ada panggilan video call berdurasi panjang hingga 20 menit beberapa kali.
Bahkan, mereka bertelepon pada dini hari sekitar pukul 3 atau 4 pagi. Ketika dicecar, perempuan itu menyangkal.
Namun pelapor mengancam akan melaporkan ke suaminya dan mertua jika tidak mengaku.
Pada 10 Januari 2023 istri tahanan KPK itu akhirnya mengakui adanya hubungan dengan M.
Perempuan itu mengaku sering berkomunikasi melalui video call sampai memperlihatkan bagian sensitif tubuhnya.
Ia mengaku melakukannya karena apa permintaan M.
Baca juga: Kepemimpinan Firli Bahurli Tercoreng, Dewas KPK Temukan Pungli Koruptor Rp 4 M di Rutan
Dia mengaku takut apabila tidak dituruti akan berpengaruh dengan suaminya yang sedang ditahan.
"Hal ini sudah dilakukan sebanyak sekitar 10 kali sejak September 2022 sampai Januari 2023,” menurut keterangan pelapor dan korban dalam dokumen putusan Dewas KPK.
Selain itu, pelapor mengaku pernah dimintai uang oleh pihak rutan KPK dengan alasan untuk kelancaran tahanan di rutan.
Ia mengirimkan uang sebesar Rp 72,5 juta melalui 10 kali transfer bank sepanjang 2022. Antara lain:
-Agustus sebesar Rp 22,5 juta transfer melalui BCA
-September sebesar Rp 15 juta transfer melalui BCA
-Oktober sebesar Rp 15 juta transfer melalui BCA
-November sebesar Rp 10 juta transfer melalui BCA
-Desember sebesar Rp 10 juta transfer melalui BCA.
Namun M membantah keterangan pelapor soal permintaan uang dari rutan sebesar Rp 72,5 juta.
Ia mengaku hanya meminjam Rp 700 ribu dari istri tahanan itu dan sudah dikembalikan.
Selain itu, ia membenarkan ihwal panggilan video asusila dengan perempuan itu.
Sementara itu, dalam kesaksiannya istri tahanan membenarkan M pernah meminjam uang kepadanya sebesar Rp 700 ribu. Tetapi pinjaman tersebut sudah dikembalikan.
Terkait laporan ini, Dewas memutuskan bahwa staf KPK berinisial M itu bersalah melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf n Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021.
Keputusan itu dibuat pada April 2023. Dewas menghukum pegawai KPK itu dengan sanksi sedang, ditambah permintaan maaf secara terbuka dan tidak langsung.
Dewas KPK juga merekomendasikan pejabat pembina kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan lanjutan guna menjatuhkan sanksi disiplin.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pimpinan langsung meneken surat perintah penyelidikan untuk mengusut kasus pungli di Rutan KPK berdasar temuan Dewas KPK.
Dia mengatakan dari penyelidikan awal telah diketahui bahwa uang diberikan secara tidak langsung, melainkan diberikan secara berlapis untuk menyamarkan jejak transaksi kepada pegawai yang terlibat.
“Dugaannya itu memang tidak langsung kepada rekening pegawai-pegawai yang diduga, melainkan diduga menggunakan layer-layer,” kata Ghufron, di kantornya, Jakarta, Rabu, 21 Juni 2023.
Dia mengatakan pungli dilakukan dengan imbalan si tahanan dapat memasukan ponsel, serta uang tunai ke dalam rutan.
Menurut dia, kasus ini diduga melibatkan pegawai seperti penjaga rutan hingga bagian perawatan rutan. Ghufron enggan menjawab ketika ditanya adanya dugaan tentang kepala rutan yang terlibat kasus ini.
“Berkaitan dengan siapa saja yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi atau dalam bentuk pungli ini, masih proses penyelidikan,” kata dia.
Sekretariat Jenderal KPK juga membentuk tim khusus yang bertugas mengusut pelanggaran disiplin dari kasus pungli ini.
“Kami telah membentuk Tim Khusus dalam rangka pemeriksaan atas dugaan pelanggaran disiplin pegawai KPK pada Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK, dengan melibatkan pegawai dari lintas unit,” kata Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa.
Cahya mengatakan tim tersebut memiliki dua tugas. Pertama adalah tugas jangka pendek yakni menangani peristiwa pungli itu secara khusus.
Sementara jangka menengah adalah upaya perbaikan tata kelola rumah tahanan.
Cahya mengatakan pengelolaan rutan KPK melibatkan tidak hanya pihak internal KPK yakni Kedeputian Bidang Penindakan dan eksekusi, serta Biro Umum.
Namun, juga pihak eksternal sebagai pengampu, yaitu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut Cahya, KPK akan melakukan pembebasan sementara dari tugas jabatan terhadap para pihak yang diduga terlibat.
“Agar para pihak dapat berfokus pada proses penegakan kode etik, disiplin pegawai, maupun hukum yang sedang berjalan, baik di Dewan Pengawas, Inspektorat, maupun Direktorat Penyelidikan,” katanya.
Sumber: wartakota