GELORA.CO - Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang tengah menjadi perbincangan publik karena banyak menuai kontroversi.
Mulai dari ajaran agama Islam yang ajarkan di Ponpes Al Zaytun diduga menyimpang hingga dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia atau NII KW9. Bahkan terbaru ada dugaan tindak pidana di Ponpes Al Zaytun.
Hal itu disampaikan langsung Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD beberapa waktu lalu. Sebagai tindaklanjut Mabes Polri membentuk tim khusus untuk mendalami dugaan penistaan agama yang dilakukan pimpinan Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang.
Pemerhati pesantren M. Najih Arromadloni mengungkapkan beberapa temuan dari penelitian non formal yang dilakukannya terhadap Ponpes Al Zaytun.
Hal itu ia sampaikan saat hadir sebagai narasumber dalam program Catatan Demokrasi tvOne. Salah satunya indikasi Ponpes Al Zaytun dengan NII KW9. Keterangan itu didapatnya setelah interaksi dengan beberapa mantan pengurus dan alumni di Ponpes Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.
"Ini sebetulnya kalau kita tilik sejarahnya, Al Zaytun ini kan perkawinan dari NII dan ajaran isa bugis," ungkapnya yang dilansir Youtube ReligiOne. Ia menuturkan bahwa Isa Bugis ini punya murid bernama Musadeq yang mendirikan Al-Qiyadah dan sebagai penerusnya muncul Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara).
"Kenapa Isa Bugis sudah ditindak, kemudian Musadeq juga sudah ditindak, tapi Panji Gumilang kok tetep berlarut-larut, ini kan persoalan yang harus kita sayangkan," ujarnya.
Padahal sudah hampir 30 tahun, jika merujuk pertama kali Pesantren Al Zaytun didirikan, antara 1996 hingga 1998. Menurutnya hal ini terjadi karena tidak ada ketegasan dari Pemerintah.
"Kalau kita lihat juga sekarang Al Zaytun ini bukan samar-samar lagi, faktanya sudah terang benderang. Bahkan Panji itu sudah mempropagandakan ajarannya ke publik," tambahnya.
Hal ini menjadi hal serius, karena jika telah masuk tahap mempropagandakan, efeknya akan ada konsekuensi yang luas. Untuk itu, ia berharap adanya campur tangan dari pemerintah yang dapat menindak tegas dan menyelidiki.
Ponpes Al Zaytun dan Gerakan NII KW9 Lebih lanjut M. Najih Arromadloni mengungkapkan bahwa kelompok Al Zaytun sangat pintar untuk berkamuflase.
"Orang melihat ada bendera merah putihnya, menyanyikan Indonesia Raya, meskipun stanzanya berbeda, lalu ada pendeta yang ikut sholat, ini kan sebetulnya bagian dari kamuflase," katanya.
"Al Zaytun sendiri sebetulnya adalah penjelmaan baru atau re-branding, atau reorganisasi dari NII kan," ujarnya. Menurutnya, NII mengubah strategi dengan cara bermetamorfosis. "Dulu ada Kartosuwiryo, Daud Beureueh, ada Jaelani, kemudian dilanjutkan sekarang oleh Panji Gumilang," jelasnya.
Lanjut ungkap Najih Arromadloni bahwa pemberontakan atau upaya mendirikan Negara Islam Indonesia melalui jalur persenjataan sudah gagal pada tahun 1962.
Maka mereka kemudian berupaya bergerak melalui kegiatan-kegiatan sosial, misalnya yang dibangun adalah MIM (Masyarakat Indonesia Membangun).
Lebih lanjut Najih menyebut bahwa kurikulum yang digunakan Ponpes Al Zaytun ada dua, yakni kurikulum resmi dan hidden kurikulum. "Ada unsur memang bahwa santrinya ini adalah orang-orang NII, anak-anak orang NII dan ada juga orang luar," ucapnya.
Untuk orang luar tidak diajarkan kurikulum NII, bahkan konon ketika beberapa orang pengen ikut baiat pun ditolak.
"Maksudnya ketika ada anak santri yang bukan orang tuanya bukan NII, ingin baiat NII, itu tolak oleh Panji gumilang," terangnya. "Jadi memang Panji Gumilang membuat satu sistem yang semacam itu, ada cluster-cluster yang yang boleh diketahui oleh umum, mana yang tidak boleh diketahui," tambahnya.
Lalu apakah sistem tersebut untuk membedakan anak-anak NII dengan santri biasa? "Mungkin dulu posisinya mungkin 50 persen 50 persen kali. NII 50 persen, yang non NII 50 persen.
Kalau sekarang mungkin sudah 90 persen, 90 persen santri di Al Zaytun itu keluarga dari NII, anak-anak TNI yang umum sudah sedikit sekali itu." tutupnya.
Sumber: tvOne