Oleh: Heru Subagia*
BENAR-benar sebuah kejutan dan drama politik yang sangat spektakuler. Pertemuan politik langka mendadak bisa terwujud. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani di Hutan Kota Plataran, Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Minggu (18/6).
Wajah media dua hari ini banyak dihiasi senyum tipis-tipis foto bersama Puan dan AHY. Media sedang ramai mengulas dua tokoh muda berbakat, nampak jelas jika keduanya menjadi viral. Momen pertemuan politik yang konon 20 tahun ditutupi oleh bekunya dendam diantara bapak (SBY) dan ibunya (Mega).
AHY dan Puan sepakat membuka jalur rekonsiliasi politik nasional. Langkah positif bagi kenyamanan politik tanah air khususnya menjelang Pemilu 2024. Pertemuan yang digelar di GBK tersebut (18/6) bisa dikatakan menjadi platform baru berpolitik santun dengan mengedepankan dialog dan mendahulukan toleransi untuk bisa menerima sebuah perbedaan, bahkan mengesampingkan luka politik lama yang cukup meresahkan.
Puan dan AHY menjadi wakil bagi generasi muda, menjadikan debut dan ikon baru bagaimana framing baru bagi anak muda terjun politik yang baik dan ideal. Puan sendiri sedang menjadi Ketua DPP PDIP, jabatan prestisius di partai di mana partai tersebut sedang menjadi bagian utama pendukung pemerintah.
Sementara AHY adalah Ketua Umum Partai Demokrat yang pernah menikmati kekuasaan selama dua kali pemilu di tahun 2004-2009 dan 2009-2014.
Baik Puan dan AHY bukan anak sembarang. Mereka adalah anak dari mantan presiden RI. Megawati Soekarnoputri adalah Presiden menggantikan Gus Dur sementara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah mantan presiden yang terpilih langsung dalam dua kali pemilu 2004 dan 2009.
Dalam konteks politik, pertemuan Puan dan AHY bisa dijadikan sebagai komunikasi antara dua dinasti politik kubu Megawati dan SBY. AHY dan Puan sengaja dijodohkan dalam sebuah perkawinan politik.
Beberapa pertimbangan terjadinya perkawinan politik ini adalah bagian reaksi politik menghadapi berbagai isu dan kejadian politik di tanah air. Isu paling seksi adalah pemilu 2024. Dua isu dan agenda besar yang akan di gelar di tahun 2024.
Apa korelasi pemilu 2024 dan terjadinya perkawinan politik Puan dan AHY?
Yang sangat jelas erat hubungan dengan nama Jokowi dan Ganjar Pranowo. Dua tokoh sentral tersebut adalah publik figur yang moncer menjadi tokoh nasional melalui kendaraan dan juga kerja sama politik dukungan menjadi presiden dan gubernur.
Jokowi 2 kali menjadi presiden diusung partai utama oleh PDIP dan Ganjar Pranowo menjadi Gubernur Jateng juga memakai kendaraan politik PDIP sebagai tiket menjadi Gubernur Jateng 2 periode.
Perlu ditegaskan juga Ganjar Pranowo dan Jokowi bukan berasal dari bangsawan atau ningrat atau mantan anak presiden. Mereka berdua adalah rakyat biasa, besar dan berkembang secara mandiri dan kemudian diambil dan diasuh oleh PDIP menjadi pemimpin nasional yang hebat.
Permasalahan akut yang menjadi ancaman turun temurun adalah munculnya figur kepemimpinan nasional selevel presiden pada akhirnya akan memunculkan kelahiran dinasti baru.
Ini yang jadi momok dan trauma khusus bagi partai atau koalisi partai yang sudah mendorong dan menjadikan individu non partai pada akhirnya menjadi kekuatan baru bahkan akan menjadi pesaing serta musuh baru berikutnya.
Pertemuan AHY dan Puan ada indikasi jika dua dinasti politik SBY dan Megawati akan menghambat dan juga mengadang embrio dinasti baru dari Jokowi bahkan juga Ganjar Pranowo menjadi bagian sasaran khusus.
Megawati dan SBY sadar jika Jokowi akan segera melahirkan bayi baru yang akan menjadi bagian kartel politik dinasti Jokowi. Bagaimana awal pemerintahan Jokowi menjadi presiden, terang-terangan menolak keterlibatan anak serta keluarga untuk terjun ke politik.
Namun pada akhirnya, Jokowi memberikan restu seorang Kaesang yang masih lugu untuk terjun di Pilkada Depok. Belum lagi Gibran yang selalu di momong oleh Prabowo Subianto dan sempat juga ditowel menjadi wakil presiden Prabowo.
Kemudian ada menantunya yang sedang menjadi Walikota Medan dan sudah digadang-gadang berjaga di Pilkada Di Sumatera Utara sebagai Calon Gubernur.
Puan dan AHY menjadi politisi muda dan seharusnya di tahun politik 2024 sudah berjaga kendati terlalu instan menjadi orang nomor satu atau dua di Indonesia. Namun, kendala besar sedang dihadapi oleh dua anak mantan presiden tersebut. Di saat bersamaan, muncul tokoh di luar elite partai seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Pencapresan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan menjadi tamparan paling keras bagi putra dan putri pemilik partai. Harusnya Puan sudah menjadi bagian calon presiden dari PDIP, begitu juga AHY juga sudah mengantongi tiket Pencapresan.
Sialnya, dua tokoh muda ini harus terpental dari pencapresan. Puan akhirnya kalah dan rekomendasi PDIP untuk Capres justru diberikan pada Ganjar Pranowo, sementara AHY terlunta-lunta di Koalisi Perubahan. Posisi AHY kendati sebagai ketua umum partai secara formal belum mendapatkan dukungan untuk mendampingi Anies Baswedan.
Survei lembaga politik sangat kejam meniatkan elektabilitas pemegang partai ditempatkan di level 2 persen. AHY dan Puan hanya masuk dalam nominal bursa calon wakil presiden bukan calon presiden.
Ini bagian penghinaan politik terberat dan wajar jika AHY sangat tergoda dengan penawaran dan juga kode untuk segera tinggalkan Koalisi Perubahan yang dimotori oleh PKS dan Nasdem tersebut.
Kesimpulannya Jika dalam perjodohan politik AHY dan Puan menjadi simbol politik pembendungan bagi elite baru atau wajah baru yang akan manggung di politik nasional. Mereka sadar jika peta politik atau konfigurasi politik saat ini posisi AHY dan Puan hanya menjadi ban serep para capres yang justru terlahir dari rahim elite partai.
Tokoh yang menjadi sasaran utama politik bendung adalah Jokowi dan keturunannya juga Ganjar Pranowo dan gerbong politiknya. Ganjar Pranowo setidaknya sudah mendapat warning dari awal jika PDIP setengah hati untuk memberikan kesempatan menjadi calon presiden.
Jika kelak Ganjar Pranowo sukses menjadi Presiden 2024-2029 kemungkinan besar hanya akan menjabat satu periode kecuali Ganjar Pranowo dalam periode pertama jabatan sebagai presiden menjadi anak nakal dan durhaka PDIP dengan membentuk gerbong atau kartel politik baru atau membentuk partai baru sekaligus.
Periode Pemilu 2029-2033 bukan milik Ganjar Pranowo atau capres lainnya, tetapi milik Puan Maharani dan juga milik AHY atau keduanya berduet dalam pelaminan Capres 2029-2033.
*) Penulis adalah Ketua DPD PAN Kabupaten Cirebon