GELORA.CO - Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, mengaku pernah mengantarkan 16 orang santri Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun ke tempat hiburan malam atau dugem (dunia gemerlap).
"Saya sendiri saksi hidup, saya pernah mengantar 16 santri itu dugem di tempat pelacuran terbesar di Indramayu," kata Ken Setiawan, saat menjadi narasumber di acara tvOne dalam program Catatan Demokrasi, pada Selasa, 20 Juni 2023, seperti dikutip dari Viva.co.id, Rabu (21/6/2023).
"Bisa saja itu oknum anak-anak nakal, tapi itulah fakta yang terjadi," sambungnya.
Ken menuturkan, pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang tidak menyampaikan secara langsung soal teori yang mempersilahkan santri berbuat hal negatif yang bertentangan dengan ajaran islam. Hal tersebut diketahui Ken pada saat dia menjadi santri di pondok pesantren Al Zaytun sekitar tahun 2000 sampai 2002.
"Panji Gumilang sendiri tidak bilang memang silahkan mencuri, silahkan merampok. Tapi dia mengatakan, harta yang berada di luar kelompok, termasuk orang tua yang belum berbayar itu kafir semua, itu dicuri gak papa. Itu tahun 2000 - 2002 ketika saya ada di dalam," katanya.
Pada saat itu, kata Ken, santri ditargetkan merampok dalam satu bulan harus membawa Rp10 miliar. Jika tidak mencapai target rampokan tersebut, maka santri takut untuk pulang.
"Ketika saya ada di dalam, itu kita setiap hari kerjaan kita merampok. Karena target kita kalau misalnya sebulan itu harus bawa Rp10 miliar, kita dapatnya hanya Rp1 miliar, itu kita gak berani pulang," katanya.
Lanjut Ken, jika santri yang tidak mencapai target rampok bulanan tetap pulang ke Al Zaytun, maka santri itu akan dicambuk hingga berdarah-darah.
"Kalau pulang, lepas baju dicambuk. Kalau belum berdarah, belum berhenti," katanya.
Ken mengatakan perampokan yang dilakukan santri pada zamannya itu secara tertutup. Perampokan itu juga dilakukan jika Pondok Pesantren Al Zaytun membutuhkan dana.
"Pernah satu hari kita dapat diatas Rp1 miliar. Jadi kalau kita butuh dana, kita siapkan tim 5 orang perempuan, palsukan KTP, Ijazah dan Kartu Keluarga. Biasanya juga kita cari komplek elite, kayak Pondok Indah, Permata Hijau Kalibata," katanya.
Ken menjelaskan para santri yang sudah disiapkan untuk merampok di kawasan perumahan elite itu harus memastikan kondisi rumah dalam keadaan sepi. Setelah itu, santri menghubungi petinggi atau pengurus pondok pesantren agar segera datang dan melakukan aksinya.
"Satu hari majikan pergi, anak sekolah langsung telfon. 'abi rumah kosong'. Kita bawa mobil, kalau perlu bawa truk. Harta orang kafir gapapa kita ambil. Jadi kita melakukan kriminal dulu bangga, karena kita menghasilkan banyak," ucapnya.***
Sumber: viva