GELORA.CO - Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan, disebut tengah merosot elektabilitasnya oleh sejumlah lembaga survei. Namun, Anies tidak perlu khawatir, lantaran mantan Gubernur DKI Jakarta itu bisa saja mendulang kesuksesan seperti Recep Tayyip Erdogan yang kembali memenangi Pilpres Turkiye.
Sebelum Pilpres Turkiye tahun ini, Erdogan selalu kalah berdasarkan hasil survei. Faktanya, dia tetap dipercaya masyarakat untuk kembali memimpin negeri 2 benua itu.
Disampaikan pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, elektabilitas Anies juga sempat kalah dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 melawan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Toh Anies tetap mampu menjadi orang nomor wahid di ibukota kala itu.
“Hal itu sudah terjadi saat Pilgub DKI Jakarta 2017. Saat itu lembaga survei mengunggulkan Ahok. Namun hasil akhirnya Anies yang menang,” kata Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (1/6).
Jamiluddin menambahkan, lembaga survei saat ini sarat oleh kepentingan kelompok tertentu. Tidak heran jika pilihan rakyat yang akhirnya menang dalam gelaran pemilu tanpa rujukan dari hasil lembaga survei.
“Jadi, bias-bias kepentingan telah mengacaukan hasil survei. Lembaga survei tak kuasa menggunakan kaidah-kaidah survei lagi karena ada kekuatan yang tak dapat mereka lawan,” jelasnya.
“Kalau lembaga survei sudah tidak taat asas, tentu hasilnya sudah tidak apa adanya lagi. Hal ini tentunya akan membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga survei melorot,” imbuhnya.
Lanjut Jamiluddin, penurunan kepercayaan publik terhadap lembaga survei sudah terjadi belakangan ini. Di mana masyarakat sudah tidak antusias lagi melihat hasil survei lantaran ada kepentingan kelompok tertentu di belakangnya.
“Setiap keluar hasil survei, masyarakat hanya tertawa membacanya. Mereka sudah tidak percaya dengan hasil survei yang dirilis. Sebab, mereka yakin lembaga survei akan mengabdi kepada yang membayar. Hasilnya akan disesuaikan dengan kehendak yang bayar,” ujarnya.
“Hal itu tentu merugikan lembaga survei secara keseluruhan. Kredibilitas lembaga survei akan rusak. Tentu hal itu akan membahayakan eksistensi lembaga survei ke depan di Indonesia,” demikian Jamiluddin.
Sumber: rmol