Johnny G. Plate Disebut Terima Rp 13 Miliar dari Kasus Korupsi BTS Kominfo

Johnny G. Plate Disebut Terima Rp 13 Miliar dari Kasus Korupsi BTS Kominfo

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate akan segera menghadapi sidang pembacaan dakwaan dalam waktu dekat. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah mengagendakan sidang pembacaan dakwaan untuk Johnny pada 27 Juni mendatang.

“Agenda pembacaan dakwaan,” seperti dikutip dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 22 Juni 2023.

Kejaksaan Agung menjerat Johnnya melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum merinci peran yang diduga dilakukan politikus Partai NasDem itu dalam perkara korupsi BTS. Kejaksaan Agung hanya menerangkan bahwa sebagai menteri, Johnny memiliki peran sentral dalam proyek yang menelan anggaran belasan triliun tersebut.

Dokumen yang sempat dilihat Tempo merinci dugaan peran dan jumlah uang yang diterima oleh Johnny. Di sana disebutkan bahwa Johnny diduga menerima uang dengan total Rp 13,8 miliar. Dokumen yang sama menyebutkan dari mana saja sumber uang itu berasal.

Uang itu salah satunya diduga bersumber dari Direktur Utama Badan Aksesibilitas dan Telekomunikasi (Bakti) Anang Achmad Latif. Bakti merupakan badan yang berada di bawah Kementerian Kominfo sekaligus pelaksana proyek BTS tahun 2020-2022. Anang turut ditetapkan menjadi terdakwa dalam perkara ini dan juga akan segera menghadapi persidangan.

Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Johnny ditengarai memerintahkan Anang untuk menarik fee sebanyak Rp 500 juta setiap bulan dari para vendor BTS. Uang disebut diperuntukkan sebagai tambahan operasional staf Kementerian Kominfo dan diserahkan melalui salah satu bawahan Johnny. Setiap bulan pula uang itu diduga dibagi-bagi kepada beberapa orang termasuk untuk operasional Menteri Johnny. Penyerahan uang diduga terjadi sebanyak 20 kali pada periode Maret 2021 hingga Oktober 2022 dengan total jumlah uang Rp 10 miliar.

Selain itu, Anang juga disebut menerima perintah dari Johnny untuk mengirimkan uang guna memenuhi keperluan pribadi, yakni memberikan sumbangan. Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Anang memberikan Rp 200 juta kepada bosnya pada 12 April 2021. Uang itu kemudian diserahkan kepada korban banjir di Flores, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Johnny merupakan politikus kelahiran Ruteng, NTT. Dalam Pemilihan Legislatif 2024, Johnny maju melalui Daerah Pemilihan NTT I yang meliputi Kabupaten Alor, Ende, Flores Timur, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, dan Sikka.

Dokumen yang sama Anang disebut kembali memberikan Rp 250 juta kepada Johnny pada Juni 2021. Uang itu kemudian diduga diberikan kepada salah satu gereja di Kupang. Selanjutnya Johnny diduga kembali menerima uang sebanyak Rp 500 juta untuk diserahkan kepada sebuah yayasan pendidikan keagamaan di Kupang. Johnny disebut kembali menerima Rp 1 miliar dari Anang untuk kemudian diserahkan kepada sebuah lembaga keagamaan di Kupang.

Kuasa hukum Johnny Membantah

Terkait berbagai dugaan penerimaan ini, Tempo telah mengirimkan pesan konfirmasi kepada kuasa hukum Johnny, yaitu Achmad Cholidin. Dia membantah Johnny menerima uang tersebut. “Tidak benar, nanti akan dibuka di pengadilan,” kata dia. Sementara, kuasa hukum Anang Latif, Kresna Hutauruk belum merespons pesan konfirmasi yang dikirimkan oleh Tempo terkait dugaan perintah dari bosnya itu.

Tempo juga mengirimkan pesan konfirmasi kepada Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana terkait penerimaan ini. Dia meminta untuk menunggu hari sidang. “Nanti lihat saja di persidangan,” kata Ketut.

Delapan tersangka

Dalam perkara BTS Kominfo, Kejaksaan Agung telah menetapkan 8 orang menjadi tersangka. Selain Johnny dan Anang, Kejagung menetapkan Dirut PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak; Direktur PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; staf ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto; Account Director PT Hueawei Tech Investment Mukti Ali dan; pengusaha Windy Purnama. Terakhir, Kejagung juga menetapkan Direktur Utama PT Basis Utama Prima M. Yusrizki menjadi tersangka kedelapan.

Kejaksaan menduga para tersangka bersekongkol mengatur tender dan menggelembungkan harga. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menduga kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 8 triliun. Dari tersangka itu, kejaksaan baru menerapkan pasal TPPU kepada dua orang yakni Anang dan Windy Purnama.

Sumber: tempo
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita