Greenpeace Petisi Jokowi Cabut Izin Ekspor Pasir Laut: Jangan Tertipu Akal-akalan Oligarki untuk Mengeruk Cuan

Greenpeace Petisi Jokowi Cabut Izin Ekspor Pasir Laut: Jangan Tertipu Akal-akalan Oligarki untuk Mengeruk Cuan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Greenpeace membuat petisi ihwal penolakan ekspor pasir laut. Adapun keran ekspor komoditas ini kembali dibuka oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

"Pak Jokowi, segera cabut izin ekspor pasir laut! Jangan tertipu Akal-akalan oligarki untuk mengeruk cuan tanpa perhitungan," dikutip Tempo dari laman petisi Greenpeace pada Kamis, 1 Juni 2023. 

Anda bisa turut menandatangani petisi tersebut melalui tautan https://act.seasia.greenpeace.org/stop-ekspor-pasir. Petisi ini berjudul "Akal-akalan Oligarki dengan Izinkan Ekspor Pasir Laut Lagi". 

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah mengatakan akan menyebarkan petisi penolakan tambang pasir ini. Ihwal ajakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk ikut bergabung bersama tim kajian ekspor pasir laut, Greenpeace pun telah menolaknya. 

"Kami fokus menolak dan mendesak pencabutan PP tersebut," ujar Afdillah kepada Tempo, Kamis, 30 Mei 2023. 

Setelah 20 tahun dilarang, kini Jokowi meneken regulasi izin ekspor pasir laut pada 15 Mei 2023. Beleid tersebut menganulir peraturan sebelumnya, yaitu Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. 

Jika merujuk ke klaim pemerintah, tuturnya, PP Nomor 26 Tahun 2023 diterbitkan untuk pemulihan lingkungan dan keberlanjutan. Padahal, pada Pasal 9 dan Pasal 15 dalam beleid tersebut mengatur tentang ekspor pasir laut.

"Mengeruk dasar laut untuk diambil pasirnya saja sudah merusak, apalagi kalau dilakukannya demi cuan!" kata Afdillah. 

Ditambah lagi, menurutnya, aktivitas ini akan membuat pulau-pulau kecil di sekitar wilayah yang ditambang makin cepat tenggelam karena perubahan kontur dasar laut. Dia menjelaskan habitat bawah laut yang terganggu juga akan membuat ikan tidak bisa bertahan hidup. Sehingga akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat pesisir dan nelayan tradisional.

Afdillah menilai aktivitas ekstraktif telah menjadi salah satu jalan pintas favorit pemerintah Indonesia tanpa mempertimbangkan secara matang aspek ekologis dan hak asasi manusia. "Lagi dan lagi, pemerintah membuktikan bahwa mereka tidak mampu mengelola sumber daya secara cerdas. Karpet merah kembali digelar untuk oligarki," ujarnya. 

Sumber: tempo
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita