GELORA.CO - PANAS dingin hubungan Surya Paloh dan Presiden Joko Widodo dimulai sejak Maret 2022 lalu. Kala itu, Jokowi tidak menggubris penawaran dari Ketua Umum Partai NasDem itu mengenai misi politik pada Pemilu 2024, khususnya urusan pengusungan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden.
Surya Paloh pada saat itu sowan ke Istana Kepresidenan Jakarta untuk bertemu Jokowi. Salah satu sumber, orang dekat Anies pada 3 April 2023 menceritakan, pertemuan itu digelar secara tertutup di tengah aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Surya Paloh dan Jokowi bertemu empat mata. Pada kesempatan itu, Paloh mengutarakan persiapan nama-nama yang bakal dijagokan pada pemilihan presiden 2024.
Narasumber yang sama mengatakan, Paloh tidak hanya menyodorkan nama Anies ke Jokowi. Nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turut disebut-sebut dalam perjumpaan itu.
Kepada Jokowi, Paloh berencana menduetkan Anies dan Ganjar sebagai calon presiden dan wakil presiden 2024. Formasi itu pun masih bisa berubah, dengan Ganjar di posisi calon presiden dan Anies sebagai pendampingnya.
"Pak ini ada dua anak bangsa yang sekiranya bisa menyelesaikan persoalan bangsa," ucap Paloh kepada Jokowi, tuturkan sumber Suara.com.
Dengan raut wajah ragu-ragu, Jokowi tidak mengindahkan penawaran Paloh. Sumber itu menyebut Jokowi akan memikirkan matang-matang wacana duet Anies-Ganjar tersebut.
"Nanti saya pikirin ya," ujar Jokowi pada kesempatan itu.
April 2022, Paloh kembali datang ke Istana, tepatnya di tengah bulan Ramadan. Dia mencoba melunakkan hati Jokowi terkait penawaran yang sebelumnya sudah dia ajukan. Kali ini, Paloh lebih condong nama Anies di posisi calon presiden.
Namun begitu, Jokowi tidak setuju Anies maju sebagai calon presiden. Entah apa alasannya, jawaban presiden tidak jauh berbeda dengan pertemuan sebelumnya. Paloh pun pulang dengan tangan hampa.
"Nanti saya pikirin dulu," kata Jokowi.
Sumber yang lain mengatakan Surya Paloh keukeuh menjagokan Anies pada Pemilu 2024. Di sisi lain, Jokowi tak tinggal diam.
Berbagai langkah dilakukan, salah satunya lewat kritik-kritik pedas kinerja Anies dari partai oposisi di dewan rakyat Provinsi DKI Jakarta yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang merupakan partai koalisi pemerintah.
Ketua Umum PSI menjadi tokoh politik yang paling getol mengkritik Anies. Khususnya terkait penyelanggaran Formula E 2022 dan pembangunan Jakarta International Stadium.
Tak sampai di situ, lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi disebut juga dikerahkan menyekat citra politik Anies. Pada 7 September 2022, Anies dipanggil KPK untuk diperiksa terkait laporan dugaan korupsi dalam pelaksanaan Formula E.
Cara-cara itu rupanya tidak membuat Surya Paloh gentar. Guna menggugah kembali citra politik Anies, NasDem buru-buru mendeklarasikan Anies sebagai bakal calon presiden pada 3 September 2022.
Ditemui pada 30 Maret 2023, Ketua DPP NasDem Willy Aditya mengatakan penawaran Anies maju dalam kontestasi pemilihan presiden tidak hanya ditujukan kepada Jokowi.
Surya Paloh sebelum itu juga sudah bernegosiasi lebih dulu dengan Anies lewat tiga poin. Pertama, Anies dipasangkan dengan Ganjar, Anies diusung maju sebagai bakal calon presiden dan Anies kembali maju dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Ketiga poin, kata Willy merupakan bentuk simulasi.
"Simulasi banyak kita lakukan, artinya apa? Maju sebagai calon presiden bukan hanya pilihan satu-satunya, banyak pilihan. Banyak jalan menuju roma," ujar Willy di Jakarta Pusat.
Penawaran yang diajukan Paloh kepada Anies, menurut Willy, hanyalah upaya untuk menguji kesiapan mantan menteri pendidikan kebudayaan itu.
"Jadi konteksnya itu untuk mengonfirmasi bagaimana kesiapan Mas Anies sendiri," ucap Willy.
Surya Paloh Dipanggil ke Istana
Kamis, 26 Januari 2023, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bertemu Presiden Jokowi di Istana Jakarta. Jokowi disebut memanggil Surya Paloh secara mendadak.
"Beliau (Surya Paloh) dipanggil bapak presiden mendadak," kata Bendahara Umum DPP Partai NasDem Ahmad Sahroni saat dikonfirmasi ketika itu.
Sahroni menyampaikan, pertemuan tersebut bukan karena Surya Paloh berinisiatif menyambangi Istana. Namun hal itu terjadi karena memang Jokowi yang memanggil.
Adapun ketika ditanya panggilan mendadak Jokowi tersebut membahas perihal apa, Sahroni mengaku tidak mengetahuinya. Terlebih karena dia sendiri tidak ikut dalam pertemuan antara Surya Paloh dengan Jokowi di Istana Kamis sore kemarin.
Pertemuan Jokowi dan Surya masih menyisakan teka teki, deal-deal apa yang dibicarakan. Pasalnya hubungan mereka sempat renggang pasca NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres 2024 pada awal Oktober 2022.
Lantas apa untungnya pertemuan kedua elite politik itu bagi publik?
Pengamat politik Universitas Andalas, Asrinaldi berpandangan pertemuan Jokowi dan Surya itu cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Mengingat dalam tiga bulan terakhir hubungan mereka retak, terlihat dari absennya Jokowi dalam HUT partai Nasdem beberapa waktu lalu. Dibalas Surya yang juga tak mau hadir di pernikahan putra bungsu Presiden, Kaesang Pangarep.
Pertemuan di Istana itu ada dua kemungkinan, pertama Jokowi ingin memastikan posisi NasDem dalam partai koalisi pendukung pemerintah. Untuk kelanjutan NasDem di koalisi, disinyalir ada deal yang disepakati antar keduanya.
Kedua, membahas mengenai masa depan politik Jokowi dan keluarganya. Mengingat Jokowi bukan ketua partai, sehingga tidak punya kendali partai, walaupun memiliki pengaruh dalam politik kekuasaan.
Sedangkan Surya Paloh merupakan ketua umum partai dan memiliki kursi di parlemen.
“Barangkali untuk menyepakati itu. Terkait dengan keberlanjutan masa depan Nasdem di koalisi dan juga bisa jadi ada deal lain terkait dengan bagaimana akhir dari kekuasaan Pak Jokowi,” kata Arsinaldi dalam perbincangan dengan Suara.com, Senin (30/1) lalu.
Selain itu, kemungkinan Jokowi juga membahas soal putra sulungnya maju pemilihan gubernur DKI Jakarta atau Jawa Tengah dengan Surya Paloh. Sebab, masa jabatan Jokowi berakhir Oktober 2024, sedangkan Pilkada serentak berlansung sebulan setelah itu, yaitu November 2024.
Artinya saat Pilkada nanti, Jokowi sudah tak berkuasa lagi. Sehingga ia harus memastikan sejak dini dukungan elite parpol terhadap anaknya dalam Pilkada nanti.
“Ketika beliau tidak menjabat tentu dengan kepemimpinan presiden baru, apalagi kalau bukan yang dijagokan itu menang, akan sulit juga untuk pak Jokowi,” tuturnya.
Bagaimanapun, menurut Arsinaldi, Jokowi yang tengah berkuasa, penting baginya untuk menjaga kekuasaannya. Baik dijaga oleh orang kepercayaan atau keluarganya.
Sehingga saat sudah lengser nanti, berada di luar kekuasaan, ada anak-anak dan menantunya yang berkuasa sebagai kepala daerah. Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution dan Kaesang Pangarep. “Bagaimana masa depan kekuasaan setelah Jokowi tidak lagi menjadi Presiden. Bisa jadi itu juga dibicarakan,” katanya.
Sumber: suara