GELORA.CO - Pengamat politik Boni Hargens yang membahas Pilpres 2024 di TikTok menjadi sorotan aktivis Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Belu, NTT, Munir Timur, lantaran Boni yang dikenal sebagai pendukung Jokowi menyebut bakal calon presiden Anies Baswedan tak bisa membangun Indonesia, beda dengan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Awalnya, Munir melalui akun Twitternya, @Munir_Timur, dikutip Minggu (30/4/2023), mengungkapkan bahwa Boni dan dirinya sama-sama orang yang berasal dari NTT. “Boni Hargens orang NTT. Saya pun 100 persen orang NTT tulen. Kami beda pulau. Dia dari Pulau Flores, saya Pulau Pantar-Alor,” kata Munir.
Munir mengaku sejak dulu kagum pada Boni karena ada orang NTT yang otaknya seencer Boni. “Pikirannya dan logika diskusinya apik. Dia seorang akademisi—dulunya. Entah sekarang?,” ucap Munir.
Munir yang mengaku terkejut karena Boni punya akun TikTok dan live di TokTok, lantas mempertanyakan apakah Boni mengikuti Ganjar Pranowo yang aktif di media sosial. “Tentu terkaget-kagetlah saya, orang sesibuk Boni, masih demen main TikTok. Apa karena Ganjar seleb TikTok, hingga bang Boni terinspirasi. Entahlah…,” ujar Munir.
Di live TikTok tersebut, Boni tengah membahas Pilpres 2024 dengan tema diskusi yang seru, sehingga Munir mengaku penasaran untuk mengikutinya. “Sekitar 5 sampai 10 menit, saya simak live TikTok itu. Dan tampaknya bang Boni sudah memasang barrier to entry dalam dirinya, bahwa hanya Ganjar dan Prabowo Capres yang bisa membangun Indonesia. Anies? Nehi!.”
Berbagai argumen, ungkap Munir, dikokohkan Boni untuk menegasi Anies. Mulai dari soal radikalisme, intoleran, khilafah, komitmen Anies terkait kontinuitas pembangunan yang digagas Jokowi, sumur resapan DKI, DP rumah nol rupiah, intoleransi, dan soal Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
“Saya lupa nama lawan debat bang Boni, tapi fotonya sempat saya capture. Tapi sparring partner Boni kali ini lumayan encer otaknya. Datanya pun lengkap. Malah dia tantang Boni adu-adu data. Bang Boni hanya mengernyitkan kening,” ungkap Munir yang merupakan Tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI ini.
Satu per satu, ujar Munir, dia koyak argumen Boni tentang Anies. Pertama, soal sumur resapan yang dibangun era Anies. Menurutnya, sumur resapan itu bermanfaat bagi pengurangan debit air di permukaan, dan hal Ini sudah diuji coba para ahli di ITB.
Lawan diskusi Boni pun mempersilakan Boni untuk melakukan cek sekaligus menegaskan bahwa sejak Anies menjabat gubernur DKI, banjir Jakarta tak separah era Jokowi dan Ahok. Disebutkan juga di Era Jokowi dan Ahok, banjir di Bundaran HI naik hingga menyentuh selangkangan.
“Ada benar juga si abang ini. Dari data http://Statusticjakarta.go.id, jumlah RW tergenang di DKI menurun dari 390 RW pada tahun 2018 menjadi 290 RW pada tahun 2019 dan 169 RW pada tahun 2020 dan terus menurun di tahun 2022,” kata Munir.
Waktu surut, lanjutnya, lebih 95% genangan juga menurun dari 72 jam pada tahun 2018 menjadi 48 jam pada tahun 2019 dan 24 jam pada tahun 2020. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja penanganan banjir di Jakarta. “Jadi ada data keberhasilan penanganan banjir di Jakarta era Anies. Terkecuali data-data ini tak ada sama sekali,” tegasnya.
Kedua, sambung Munir, mengenai tudingan Boni soal intoleran. “Memang ada konflik dan kekerasan horizontal atas nama agama dan etnis selama Anies gubernur DKI? Kasi datanya, mana, hayo lo? Ternyata tidak ada toh? Di era Anies, ia banyak memberikan izin bangun rumah ibadah, agama apapun.”
Anies, disebutkan, juga menyalurkan bantuan senilai Rp11 miliar bagi tempat ibadah seluruh agama di wilayah Jakarta dan sekitarnya selama 2022, termasuk 65 gereja. Program Bantuan Operasional Tempat Ibadah (BOTI) Rp2 juta per bulan ke semua rumah ibadah di DKI.
Ketiga, lanjut dia, soal khilafah. “Ah, itu diskusi lumrah orang-orang kampus. Sebagaimana orang diskusi, ada yang bela komunisme, liberalism hingga ateisme. Jadi tak ada hal pelik. Orang bicara khilafah, itu imajinasi orang yang melekat pada sistem nilai yang ia yakini. Masa orang berimajinasi kagak boleh?.”
Di Indonesia ini, disebutkan lebih lanjut, peristiwa besar yang sungguh-sungguh serius dan berdarah dalam merongrong ideologi bangsa (pasca-merdeka) adalah PKI. Umat Islam itu sejak dulu sudah legowo dalam common sense tentang keindonesiaan.
Keempat, menyangkut soal IKN. “Itukan sudah diundangkan. Jadi kalau Anies jadi presiden, konsekuensinya ia lanjutkan pembangunan IKN. Terkecuali ada amandemen terhadap UU dimaksud. Tapi selagi itu mendemokratisasikan pembangunan di Indonesia, kenapa tidak? Asalkan dompet negara mampu saja,” terangnya.
Kelima, yaitu soal KCJB yang perlu dicermati secara seksama karena skema pembiyaannya bermasalah. Apalagi sekarang APBN tersandera oleh perubahan skema pembiayaan KCJB.
“Tak seperti janji Jokowi sebelumnya, kalau KCJB ini murni public private partnership (PPP). Tapi kenapa ketika pembekakan biaya (cost overrun), malah APBN dijadikan jaminan. Inilah yang perlu diaudit.”
Keenam, soal DP rumah nol rupiah, yang pada kenyataan ada realisasinya. Disebutkan bahwa hingga 2021, realisasi DP rumah nol rupiah adalah sebesar 2.332 unit. Hal tersebut memang belum sesuai target. “Tapi karena program ini berkenaan dengan pembiayaan di sektor finansial– yang bergejolak selama pandemi Covid-19, sehingga sedikit terkendala. Selama pandemikan ekosistem finansial kita cukup parah terdampak.”
Lebih jauh diingatkan bahwa selama pandemi Corona, fokus kebijakan pemerintah hanya dua, yakni pemulihan kesehatan dan ekonomi. Jadi, kalau kesehatan melalui penurunan kasus Corona dan ekonomi berkaitan dengan social safety net maka itulah kenapa DP rumah nol rupiah ini terkendala.
Selanjutnya Munir menegaskan bahwa semua argumen penolak Boni terhadap Anies terjawab secara apik. “Di situlah bang Boni sejenak tertegun sembari mengernyitkan kening. Kali ini ia bertemu sparring partner yang bertenaga luar dalam. Tapi kareng Boni tetap tak demen dengan Anies,” tandas Munir.
Kemudian Munir mengaku teringat kata Ali Bin Abi Thalib r.a. “Orang itu kalau sudah suka, yang kamu lakukan salah pun ia demen. Sebaliknya kalau sudah benci, meski kamu benar sekalipun, dia nggak demen.”
Sumber: inilah