GELORA.CO - Kasus pelecehan seksual terjadi lagi di lingkungan pendidikan agama. Kali ini, pimpinan pondok pesantren berinsial HSN di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, ditetapkan sebagai pelaku utama kasus pemerkosaan terhadap 41 santriwati.
HSN diduga merancang kelas pengajian seks, sebelum melakukan tindakan pemerkosaan terhadap para santriwatinya. Untuk mempersiapkan aksinya, HSN memberikan pengetahuan seksual dengan alasan memberikan pemahaman tentang hubungan suami-istri.
Badaruddin, Ketua Lembaga Studi Bantuan Hukum Nusa Tenggara Barat (NTB) sekaligus kuasa hukum para korban, berhasil mengungkap aksi ini. Ia membeberkan sejumlah fakta mengenai kasus pemerkosaan yang menggemparkan ini.
Berikut ini fakta-fakta terkait pimpinan pondok pesantren yang dicurigai mencabuli 41 santriwatinya.
Modus HSN
Badaruddin, selaku kuasa hukum dari puluhan santriwati korban, menjelaskan bahwa HSN mendirikan pengajian seks jauh hari sebelum ia melakukan tindakan tersebut.
HSN memberikan kajian khusus untuk para santriwati yang tinggal di pondok. Setelah itu, ia memilih santriwati tertentu untuk mengikuti pengajian tersebut yang berfokus pada hubungan intim suami dan istri.
Korban masih di bawah umur
Dalam pengajian seks tersebut, santriwati diajarkan tentang cara berhubungan intim. Yang lebih memprihatinkan, aksi HSN tersebut dilakukan terhadap santriwati yang masih berusia 15-16 tahun.
Intimidasi terhadap keluarga korban
Badar memaparkan bahwa keluarga korban sempat mengalami intimidasi sejak kasus ini pertama kali terungkap pada tanggal 3 April 2023. Intimidasi dilakukan oleh pihak pesantren.
Atas kejadian itu, Badar berharap para penegak hukum dapat memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini.
Adanya intervensi dari Rumah Sakit
Kasus pencabulan yang melibatkan 41 santriwati ini sempat mendapat intervensi dari RSUD Seling, Lombok Timur. Ketika salah satu korban melakukan visum, manajemen rumah sakit disebut-sebut sempat menahan hasil visum tersebut.
Dua oknum ditangkap polisi
Menurut Kasi Humas Polres Lombok Timur, Iptu Nicolas Osman, dua oknum yang ditangkap adalah pimpinan pesantren dengan inisial HSN dan LMI.
HSN telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak Rabu (17/5/2023), sedangkan LMI ditahan lebih awal pada Selasa (9/5/2023).
Dari puluhan korban HSN, diketahui hanya satu korban yang melapor ke polisi. Sementara korban LMI yang berjumlah lima orang, baru dua korban yang melaporkan kejadian tersebut.
Nicolas Osman menambahkan bahwa strategi yang digunakan oleh kedua pelaku tersebut masih dalam proses penyelidikan oleh kepolisian. Tetapi berdasarkan pemeriksaan saksi, LMI diduga mencabuli para santriwatinya dengan cara memberikan janji bahwa mereka akan masuk surga.
Sumber: suara