GELORA.CO - Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono menyampaikan banyak kasus pelanggaran hukum yang dilakukan prajurit. Berdasarkan data perkara dari Puspom TNI, kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Perkara penyalahgunaan senjata api dan amunisi yang terjadi di seluruh Indonesia dalam kurun waktu satu dekade yaitu mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2023 bukannya menurun malah justru naik. Pada 5 tahun terakhir pelanggaran naik bertahap sampai puncaknya Tahun 2022 terjadi 45 perkara penyalahgunaan senjata api dan munisi,” kata Yudo dalam keterangan tertulis, Kamis (4/5/2023).
Berdasarkan data separuh jumlah perkara penyalahgunaan senjata dan amunisi selama tahun 2022 terjadi di wilayah Kodam XVII/Cenderawasih pada periode 2018 sampai dengan triwulan I tahun 2023. Tahun 2022 menunjukkan kenaikan jumlah pelanggaran yang luar biasa dari tahun sebelumnya, dari satu perkara menjadi 27 perkara, naik 270 persen.
“Hal-hal yang seharusnya tidak boleh terjadi, apalagi di daerah rawan karena secara tidak langsung telah membunuh kawannya sendiri dan rakyat. Harus diberikan hukuman yang setimpal bagi anggota TNI karena telah menjadi seorang pengkhianat bangsa,” jelas Panglima TNI.
Panglima TNI mengungkapkan bahwa belajar dari perkara yang telah terjadi, TNI perlu melaksanakan evaluasi dari banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi. Masih adanya disparitas atau perbedaan hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan amunisi khususnya di daerah operasi.
Hal ini berdampak dengan tidak adanya efek jera akibat hukuman yang relatif ringan.
“Oleh karena itu perlu adanya pemahaman terhadap surat edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2021 tentang penjualan senjata atau amunisi kepada musuh. Disebutkan prajurit TNI yang menjual senjata api atau munisi kepada pihak musuh atau kepada orang yang diketahui atau patut diduga berhubungan dengan musuh oleh karenanya dapat dikenakan pasal 64 ayat 1 KUHP PM sebagai penghianat militer dan ancaman hukuman mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun,” ucap Panglima TNI.
Diakhir pengarahan, Panglima TNI menekankan deteksi dan cegah dini, terlebih lagi terkait penyalahgunaan senpi dan amunisi, kembangkan teknik dan mekanisme pre-emptive. Dia meminta tidak pasif, sehingga hanya terkesan sebagai pemadam kebakaran, respon/tindaklanjuti cepat dan tepat terhadap kasus-kasus menonjol.
"Jangan menunggu viral baru diproses, Aparat Gakkum jika melanggar harus mendapat sanksi yang lebih berat, tingkatkan komunikasi dan koordinasi antara aparat Gakkum dengan Ankum/Pepera," katanya.
Dia juga meminta pelaku penjual senpi dan amunisi agar dijerat dengan pasal pidana berlapis dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.
“Pegang teguh rahasia jabatan, hindari laporan kegiatan disebarluaskan melalui sosial media. Khusus bagi pelaku penjual senpi dan amunisi agar dijerat dengan pasal pidana berlapis dengan ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati untuk memberikan efek jera dan laksanakan koordinasi dan komunikasi dengan baik kepada sesama aparat penegak hukum lainnya,” katanya.
Sumber: inews