GELORA.CO - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak umat Islam hendaknya tidak golput (golongan putih), atau tidak memilih di Pemilu 2024.
Demikian dikatakan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis pada kegiatan Komisi Dakwah MUI Kota Bandung bekerjasama dengan Universitas Pasundan (UNPAS), saat silaturahmi dengan dewan kemakmuran masjid (DKM) dan para dai se-Bandung Raya, Minggu malam 28 Mei 2023.
Kegiatan itu mengangkat tema 'Urgensi Peran Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid dalam Menjaga Ukhuwwah di Tahun Politik'.
KH Cholil menilai golput itu dapat membahayakan bangsa, juga umat Islam hendaknya menjadikan pemilu ini sebagai ajang untuk memilih pemimpin bukan mencari musuh atau bahkan membuat permusuhan.
Kiai Cholil juga mengingatkan berdasarkan pengalaman Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019, menjelang Pemilu digelar terjadi kerawanan sosial akibat terjadinya politik yang memecahbelah umat, sehingga mengakibatkan polarisasi dari sisi agama, ras, suku, antargolongan dan lain-lain.
"Politik yang dapat memecahbelah umat sangat membahayakan persatuan dan kesatuan NKRI sebagai Negara yang majemuk dan dapat merusak prinsip bhineka tunggal ika,”ujarnya.
Dia menegaskan untuk itu, perlu adanya kesepahaman pengelola tempat ibadah untuk tidak menjadikan tempat ibadah sebagai ajang kampanye politik praktis dan ajang penyebaran politik yang dapat memecahbelah umat dan sebaliknya tempat ibadah dapat dijadikan sebagai arena pendidikan politik umat agar umat memiliki kedewasaan dalam menghadapi perbedaan preferensi politik menjalang pemilu.
KH M Cholil menekankan pentingnya para dai dan pengurus masjid dapat menjaga ukhuwah umat di tahun politik. Sebab itu, dia mengajak para dai dan DKM hendaknya dapat menjadikan masjid sebagai pusat penyatuan umat di tahun politik ini.
"Karena mengingat biasanya di tahun-tahun politik banyak pihak yang ingin mencari suaranya di masjid, bahkan tak jarang ada calon tertentu yang rajin ke masjid menjelang pemilu dan saat tidak jadi tidak pernah ke masjid lagi," tutur dia.
Kiai Cholil menjelaskan perbedaan antara politik identitas dan identitas politik. Kalau identitas politik itu boleh. Warga masyarakat boleh memilih pemimpin berdasarkan identitas yang melekat kepadanya, apakah karena satu daerah, satu agama atau satu kepentingan.
"Yang terpenting tidak memandang orang di luar dirinya itu sebagai musuh atau sampai menghukumi dengan hukum tertentu, misal munafik, kafir dan lain sebagainya," utara KH Cholil.
Dia menyatakan kalau politik identitas, ini yang dilarang, karena politik identitas itu sebuah terminologi tentang aktivitas politik yang ekslusif, yaitu memilih preferensi politik berdasar suku, ras dan agama dengan memandang preferensi pilihan politik di luar itu salah dan dia cenderung memusuhinya.
Sumber: poskota