GELORA.CO - Kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4 dan 5 Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo tahun 2020-2022 dimulai sejak perencanaan.
Kejagung menyebut proyek itu sudah diatur terlebih dahulu, yang artinya pelelangan yang dilakukan sudah tidak fair, sudah bermasalah sejak awal. Pemenang menurut Kejagung semuanya sudah diatur.
“Diawal kita melakukan penyelidikan, kita menduga ada permainan proyek di situ, ketika kita dalami setelah bekerjasama dengan ahli perhitungan negara ditemukan item besar, salah satunya adalah studi klayakan, artinya itu mulai dari perencanaan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana dikutip dari Inilah.com, Minggu (28/5/2023).
Untuk diketahui, studi kelayakan ini dibuat oleh tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia, Yohan Suryanto.
Yohan yang kini berstatus tersangka diketahui sempat mengembalikan uang senilai Rp1 miliar ke Kejagung. Menurut Ketut, kepada penyidik Yohan mengaku mendapatkan pesanan untuk membuat riset abal-abal untuk kepentingan BAKTI Kominfo.
Selain dari tahap perencanaan, Kejagung juga menemukan fakta bahwa proses pelelangannya ikut bermasalah, dimana sudah diatur siapa ajak pihak yang akan menggarap proyek ini.
“Proyek itu sudah diatur terlebih dahulu, artinya pelelangan itu sudah tidak fair, sudah bermasalah sejak awal. Sudah diatur siapa yang jadi pemenangan, siapa yang jadi ini, itu sudah diatur,” kata Ketut.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, korupsi ini tidak hanya melibatkan satu kader partai saja.
“Bukan hanya satu atau tiga partai, bisa empat partai, bisa sepuluh, kalau bicara orangnya,” katanya dalam sebuah diskusi terkait masalah ini yang videonya menyebar di Twitter.
Boyamin Saiman yang menegaskan kalau MAKI siap mempraperadilan kasus BTS yang menyeret Jhony G Palte ini juga membongkar bocoran aliran uang puluhan miliar dari proyek ini ke sejumlah kelompok.
“Ini misalnya sekitar Rp70 M ke kelompok utaranya Kejaksaan Agung, Rp50 M ke kelompok utara agak kanan dari Kejaksaan Agung. Justru yang ramai-ramai ini catatannya hanya Rp3 M,” ujarnya tanpa menjelaskan lebih lanjut. (*)
Sumber: herald