GELORA.CO - Elektabilitas Ganjar Pranowo sebagai capres selalu naik dalam satu tahun terakhir. Namun, LSI Denny JA menemukan, pada Mei 2023 untuk pertama kalinya elektabilitas Ganjar Pranowo sebagai capres turun.
Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, mengatakan, dalam dua bulan ini hampir semua lembaga survei menemukan yang sama. Hal itu terutama terlihat seusai beberapa kasus, seperti pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Dari Mei 2022, saat itu Ganjar berada di posisi 27,9 persen. Lalu, pada September 2022, naik menjadi 31,3 persen dan jadi yang tertinggi. Setelah itu, pada Januari 2023, elektabilitas Ganjar mampu mencapai 37,8 persen. "Kemudian, Mei 2023 kita temukan tren turun Pak Ganjar dari 37 ke 31,9 persen," kata Adjie, Jumat (19/5).
Ia menuturkan, setidaknya ada tiga alasan yang membuat dukungan kepada Ganjar Pranowo menurun pada Mei 2023. Pertama, efek negatif pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 yang begitu besar.
Adjie menerangkan, sebanyak 72 persen dari 80 publik yang tahu kalau Indonesia tuan rumah dan batal merasa kecewa. Ia membenarkan, pembatalan merupakan putusan FIFA dan bukan tokoh-tokoh politik di Tanah Air.
Namun, publik menyalahkan pihak-pihak yang dianggap bersalah dan membuat Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Ganjar memang jadi sosok yang paling disalahkan sebagai penyebab pembatalan tersebut.
"Ketika ditanya siapa yang paling disalahkan, urutan pertama Pak Ganjar, urutan kedua Ibu Megawati, urutan ketiga PDI Perjuangan," ujar Adjie.
Kemudian, alasan kedua dukungan untuknya menurun lantaran persepsi publik terhadap personalita Ganjar. Publik banyak menilai Ganjar bukan sosok pemimpin yang kuat dan Ganjar tidak mampu mengambil keputusan sendiri.
Apalagi, jika melihat posisi Ganjar di internal PDIP. Sebab, setiap keputusan Ganjar harus dikonsultasikan kepada orang yang memberikan surat tugas kepadanya, yaitu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Bahkan, dalam FGD kita ada yang menyatakan Pak Ganjar dipersepsikan hanya sebagai calon boneka," kata Adjie.
Baca Juga: Tak Kunjung Terima Tawaran Jadi Cawapres Ganjar, Nasaruddin: Istikharah Dulu
Ketiga, dukungan Ganjar menurun karena buruknya kinerja di Jawa Tengah dalam menangani kemiskinan. Data BPS menunjukkan, Jateng provinsi kedua termiskin di Pulau Jawa dengan persentase kemiskinan 10,98 persen.
Selain itu, angka kemiskinan di Jawa Tengah melampaui persentase rata-rata kemiskinan nasional. Bahkan, Adjie menambahkan, pada 2022 saja, rata-rata kemiskinan nasional 9,57 persen, tidak sebesar Jawa Tengah. "Sebagai Gubernur Jateng dua periode, Ganjar dianggap gagal menangani isu kemiskinan. Padahal, isu kemiskinan dalam survei yang kita lakukan dari tahun ke tahun salah satu isu prioritas," ujar Adjie.
Sumber: kontenjatim