Janji Kampanye Belum Tuntas, Demokrat Minta Jokowi Fokus Kerja Bukan Cawe-cawe Pilpres

Janji Kampanye Belum Tuntas, Demokrat Minta Jokowi Fokus Kerja Bukan Cawe-cawe Pilpres

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menegaskan bahwa presiden atau menteri di kabinet menitip nama capres-cawapres untuk Pilpres 2024.

"Kalau mengerti demokrasi, ini bisa dianggap intervensi bahkan intimidasi dalam bentuk halis. Karena bukan ranahnya pemerintah memikirkan siapa capres dan cawapres selanjutnya," ujar Herzaky dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/5/2023).

Menurutnya, tugas pemerintah menjalankan kebijakan dan program yang bermanfaat untuk rakyat karena masih banyak janji kampanye yang belum tuntas dalam waktu yang tinggal 1,5 tahun ini.

"Masih banyak rakyat yang tenggelam dalam kemiskinan, karena sulit mendapatkan pekerjaan dan tingginya biaya hidup akibat harga sembako terus melonjak. Pemerintah fokus saja dengan kerja-kerja utamanya mengurus rakyat yang sedang kesusahan," lanjut Herzaky.


Ia juga berharap ada keberlanjutan pembangunan dan meminta pemerintah untuk merancang cetak biru pembangunan.

"Baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang seperti era Pak SBY. Menyiapkan fondasi pembangunan buat era selanjutnya. Bukan malah sibuk dorong koalisi A atau koalisi B, dorong capres A atau B, cawapres C atau D," ujarnya.



Herzaky menilai pemerintah harus memastikan Pileg dan Pilpres 2024 berjalan dengan demokratis, jujur, adil, tanpa intervensi, tanpa intimidasi, dan tanpa kecurangan.


"Bukan malah sejak awal mau geser-geser pemilu, perpanjang masa jabatan, dan sekarang sibuk mau atur-atur siapa calon pemimpin selanjutnya," tegasnya.

Menurut Herzaky, wajar saja jika demokrasi Indonesia kualitasnya semakin menurun pada era Presiden Jokowi ini.


"Karena pemimpin-pemimpinnya di kabinet tidak bisa membedakan, mana praktik-praktik demokrasi dan mana praktik-praktik monarki atau kerajaan," jelasnya.

Herzaky mengatakan jika pemerintahan Indonesia berbentuk kerajaan, baru wajar jika rezim selanutnya menyiapkan nama pengganti.

"Namun, negara kita ini negara demokrasi. Tahu diri dan tahu malulah. Jangan menganggap kalau pemerintahan ini berakhir, Indonesia tidak akan bisa maju. Seakan-akan ini era paling hebat. Padahal, jauh sekali dibandingkan era Pak SBY," ungkapnya.


Lebih lanjut, ia membadingkan penurunan angka kemiskinan rezim saat ini dengan era pemerintahan SBY.

"Di era Pak SBY, kemiskinan turun drastis dari 36 juta ke 27 jutaan. Sekarang, Sudah delapan tahunan, tetapi masih seputaran 26-28 juta. Mandek. Turunnya sedikit sekali, bahkan sebelum pandemi sudah mandek juga," lanjutnya.

Herzaky mengklaim PDB per kapita hanya naik sebesar USD 1.307,28 atau 37,6 persen pada pemerintahan Jokowi. Sementara itu, pada era SBY, PDB per kapita naik US$ 2.418,81 atau 193,6 persen.

"Ikutilah jejak kenegarawanan Bapak SBY, Ibu Mega, dan Pak Habibie yang berhasil mengawal pemilu demokratis di eranya masing-masing," pungkasnya.

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita